Dilaporkan ke Polisi oleh Dosennya, Ini Jawaban STT Ekumene
Merdeka.com - Seorang Dosen Kampus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Yohanes Parapat membuat laporan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemalsuan surat. Hal ini buntut adanya lima mahasiswa yang ikut wisuda virtual, sementara belum diberikan nilai mata kuliah oleh pelapor.
Aduan itu tertulis dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021.
Pihak STT Ekumene, melalui kuasa hukumnya, Marlas Hutasoit menilai, laporan tersebut tidak jelas objek laporan tindak pidana yang dipersoalkan. Pelaku dan korban dalam kasus ini pun, menurut dia, tidak jelas.
-
Bagaimana cara dosen ini menyamar jadi mahasiswa? Sebelum masuk ke kelas, dosen muda bernama Akbar ini memang sudah berkenalan dengan mahasiswanya yang masih baru.
-
Kenapa dosen muda ini menyamar jadi mahasiswa? Ia sengaja menyuruh mahasiswanya keluar agar tidak ketahuan.
-
Apa yang terjadi pada mahasiswa tersebut? Mahasiswa bernama Alwi Fadli tewas ditikam oleh pria inisial P (23) yang hendak menyewa kekasihnya terkait prostitusi online.
-
Siapa yang minta perguruan tinggi verifikasi data KIP Kuliah? Oleh karena itu, Suharti meminta perguruan tinggi untuk segera melakukan identifikasi dan verifikasi data mahasiswa penerima KIP Kuliah yang sedang berjalan atau belum menerima KIP Kuliah pada semester genap 2023/2024, serta berkoordinasi dengan Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek untuk memproses pencairan.
-
Siapa yang diduga melanggar prosedur? Polres Metro Jakarta Barat telah menugaskan Propam untuk menyelidiki oknum anggota Unit Narkoba Polsek Tambora yang menangkap penyanyi dangdut Saipul Jamil.
-
Siapa yang menginvestigasi kasus perundungan di sekolah kedokteran? 'Ya kejadian di Undip, semuanya juga kita investigasi kok, di RSCM diinvestigasi, di Undip diinvestigasi, di Unair diinvestigasi, di USU diinvestigasi, di Unsri juga diinvestigasi,' kata Dante di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/9).
Marlas mengakui, polisi telah melakukan pemanggilan pihak kampus sebagai saksi dalam kasus tersebut. Namun sampai saat ini status laporan pelapor masih tahap penyelidikan.
“Sehingga pengakuan pelapor di beberapa media tentang pemalsuan dan melaporkan lima mahasiswa adalah sikap dan tuduhan yang tergesa-gesa dan mendahului hasil penyelidikan pihak penyelidik Polda Metro Jaya,” kata Marlas dalam ketarangan tertulisnya kepada redaksi merdeka.com, Rabu (16/2).
Marlas melanjutkan, STT Ekumene selaku lembaga pendidikan yang sah dan memiliki legalitas tetap mendukung langkah polisi untuk mengungkap pelaporan tersebut secara profesional.
Dia mengatakan, laporan pelapor perlu didalami secara lengkap demi menghindarkan dari tuduhan yang unfair dilontarkan secara sepihak oleh pelapor.
“STT Ekumene sangat menyesalkan adanya pengadian ini, terlebih pelapor sampai dengan saat ini masih sebagai bagian dari lingkungan civitas akademika STT Ekumene selaku dosen dan ketua ikatan alumni,” tegas dia.
Marlas menekankan, pelapor yang merupakan dosen memang berwenang mengetahui dan menyetujui mahasiswa untuk menjalani yudusium dan wisuda. Dia merinci, STT Ekumene melakukan yudisium pada 21 November 2020 dan 15 November 2021 serta wisuda pada 24 November 2020 dan 17 November 2021, dimana kelima mahasiswa itu hadir.
Dia menjelaskan, Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 pasal 17 ayat 3 mensyaratkan mahasiswa yang mengikuti wisuda adalah yang telah menempuh perkuliahan magister, mahasiswa program profesi, program spesialis, program magister, program magister terapan, program doktor, dan program doktor terapan dinyatakan lulus apabila telah menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan sesuai aturan.
Dia menambahkan, sesuai aturan tersebut, mahasiswa yang mengikuti wisuda adalah yang telah menempuh kegiatan perkuliahan magister dengan ketentuan paling lama empat tahun. Kemudian telah menyelesaikan beban belajar paling sedikit 36 SKS, dan telah menyelesaikan tugas akhir.
STT Ekumene, kata dia, merasa tidak pernah ada permasalahan dengan pelapor. Bahkan tuduhan tersebut belum pernah dibahas berdasarkan mekanisme internal kampus. Seharusnya, lanjut dia, secara etika dosen, permasalahan ini dibahas lebih dulu di internal.
“Tidak langsung dibawa ke ranah publik yang terkesan tergesa-gesa dan berpotensi adanya dugaan untuk mengedepankan kepentingan individual atau kelompok,” tutur dia.
Laporan ke Polisi
Diberitakan sebelumnya, aduan itu tertulis dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021. Untuk terlapor masih dalam proses penyelidikan.
Tempat kejadian kasus dugaan tindak pidana itu berada di Kampus STT Ekumene, Jakarta, dengan waktu 2019 sampai dengan 2021. Ada dua saksi yang dihadirkan dalam pembuatan laporan tersebut.
Dugaan Pasal yang dilanggar adalah Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 28 Ayat (6) dan Ayat (7) dan/atau Pasal 42 Ayat (4) juncto Pasal 93 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti.
Dosen STT Ekumene, Yohanes Parapat mengutarakan alasan dari pembuatan laporan dugaan pemalsuan surat atau ijazah itu ke Polda Metro Jaya.
"Saya melihat ada wisuda secara online dan ada beberapa mahasiswa yang mata kuliah saya itu belum saya berikan, atau tidak saya berikan nilai kepada beberapa mahasiswa tersebut," kata Yohanes.
Yohanes kemudian mencari tahu apakah lima mahasiswa program Magister tersebut memasukkan mata kuliah yang diajarkannya di Kampus STT Ekumene. Ternyata, memang semua mata kuliah yang diajarkannya tercantum di riwayat studi lima mahasiswa yang diwisuda itu.
"Saya menanyakan atau minta klarifikasi bersama tim kuasa hukum kepada lima mahasiswa dan Pimpinan Kampus STT Ekumene. Undangan klarifikasi tidak dihadiri. Setelah itu, saya dibantu kuasa hukum melayangkan somasi dan sudah dijawab, tapi tidak menjawab substansi yang kami harapkan. Lalu, kami melaporkan ke Polda Metro Jaya," jelasnya.
Meski begitu, Yohanes masih membuka pintu penyelesaian di luar proses hukum terkait kasus tersebut. Dia mempersilakan pihak pimpinan kampus dan mahasiswa yang merasa terlibat untuk bertemu dengannya.
"Apabila dari mahasiswa atau Pimpinan STT mau bertemu dan memperbaiki, jika memang benar ada hal tidak tepat, tentu saya mau. Artinya, saya punya dan mau diselesaikan secara baik, tidak harus melalui hukum. Apabila memang belum berhak untuk lulus, maka mahasiswa tadi jangan diluluskan dulu," terang Yohanes.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
ETH tak bicara banyak. Dia buru-buru masuk ke ruang pemeriksaan didampingi kuasa hukumnya.
Baca SelengkapnyaSejauh ini yang terdeteksi oleh pihak kepolisian baru dua korban.
Baca SelengkapnyaPihak kampus saat ini tengah melakukan investigasi terkait kebenaran kasus pelecehan seksual itu.
Baca SelengkapnyaRektor Univ. Pancasila diduga terjerat kasus pelecehan seksual
Baca SelengkapnyaUndip menyayangkan penghentian sementara praktik Dekan FK Undip tersebut.
Baca SelengkapnyaKorban pelecehan seksual yang diduga dilakukan rektor Universitas Pancasila ternyata bukan cuma satu.
Baca SelengkapnyaKeputusan menonaktifkan ETH ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin 26 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaBegini duduk perkara kejadian versi korban. pelaku memanggil korban ke ruangannya
Baca SelengkapnyaRektor Universitas Pancasila (UP) inisial ETH dicopot dari jabatannya menyusul dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya.
Baca SelengkapnyaPolisi telah memeriksa delapan orang saksiuntuk mengusut laporan dugaan pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaRektor UNS menegaskan untuk tetap tegak lurus mematuhi hukum yang berlaku.
Baca SelengkapnyaBelasan saksi itu di antaranya terlapor ETH dan dua korban RZ dan DF.
Baca Selengkapnya