Din Syamsuddin: Protes Meiliana soal azan terlalu keras bukan penistaan agama
Merdeka.com - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai tindakan Meiliana yang memprotes suara azan yang terlalu keras, tidak masuk dalam kategori penistaan agama. Menurutnya, tindakan itu tidak menyalahkan azan sebagai bentuk ritual keagamaan.
"Pada hemat saya, memprotes suara azan yang keras dan mengganggu tetangga bukanlah penistaan agama. Kalau menyalahkan azan sebagai ritual keagamaan dengan penilaian negatif dan sinis bisa dianggap menista," ujar Din dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/8).
Din setuju bahwa sebaiknya suara azan juga harus mempertimbangkan kenyamaman umat beragama. Terlebih, di lingkungan yang majemuk yang masyarakatnya terdiri dari beragam agama.
-
Bagaimana cara menjawab azan? Disunnahkan untuk menjawab setiap lafaz azan dengan mengulang kata-kata muazin (orang yang mengumandangkan azan), kecuali pada kalimat 'Hayya 'alas-salah' (marilah kita sholat) dan 'Hayya 'alal-falah' (marilah menuju kemenangan), yang dijawab dengan 'Laa hawla wala quwwata illa billah' (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
-
Kenapa penting baca doa saat mendengar azan? Selain itu, dianjurkan pula untuk membaca doa setelah azan untuk memohon kebaikan kepada Allah.
-
Kenapa umat Islam harus menjawab adzan? Hadist-hadist tersebut sudah sangat jelas jika hukum menjawab seruan adzan adalah sunnah.
-
Bagaimana cara menjawab seruan adzan? Cara menjawab adzan yaitu dengan melafalkan ucapan serupa. Akan tetapi, untuk lafal 'hayya ala assholat dan hayya ala alfalaah' dibalas dengan 'la haula walla quwwata illa billah'.
-
Bagaimana cara menjawab adzan? Cara menjawab adzan adalah dengan melafalkan kalimat serupa yang dilafalkan oleh muadzin.
"Memang sebaiknya, suara azan terutama di lingkungan yang majemuk (terdapat non Muslim) perlu menjaga kenyamanan. Jangan-jangan suara azan yang lembut dan merdu dapat menggugah non Muslim untuk menyukai azan," katanya.
Untuk itu, mantan Ketua PP Muhammadiyah itu menilai vonis Meiliana terlalu berat. Kendati begitu, dia meminta semua pihak menghargai proses hukum yang berlaku.
"Tentu kita harus menghargai hukum, walau saya pribadi merasa hukuman tersebut terlalu berat," ucapnya.
Pengadilan Negeri Medan pada Selasa (21/8) menjatuhkan vonis penjara 18 bulan untuk Meiliana karena terbukti melanggar pasal 156 KUHP atas tindakan dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama.
Tim Penasihat Hukum Meiliana mengajukan banding atas vonis hakim PN Medan tersebut karena menilai bukti dalam persidangan lemah.
Kasus Meiliana bermula pada 29 Juli 2016 ketika dia menyampaikan keluhan kepada tetangganya, Uo, atas terlalu besarnya volume pengeras suara masjid di depan rumah. Uo kemudian menyampaikan keluhan Meiliana tersebut kepada adiknya, Hermayanti.
Namun, ungkapan yang disampaikan Uo ke Hermayanti menyinggung ras Meiliana yang merupakan warga keturunan Tionghoa beragama Buddha. Ucapan yang menyebut ras Meiliana itu juga disampaikan Hermayanti kepada Kasidi, ayah Uo dan Hermayanti, yang merupakan pengurus masjid setempat.
Kasidi pun menyampaikan keluhan tersebut kepada sejumlah pengurus masjid, yang berakibat terjadinya konflik antara para pengurus masjid dan Meiliana. Akibatnya, rumah tinggal Meiliana dan vihara setempat dirusak massa.
Reporter: Lizsha EgehamSumber: Liputan6.com
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pentingnya menghormati kebebasan beragama dan tanggung jawab sosial dalam menjaga kehidupan plural di Indonesia
Baca SelengkapnyaMenko PMK Muhadjir mengatakan imbauan pengeras suara agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat
Baca SelengkapnyaJK mengajak seluruh umat Islam di Indonesia untuk menyiapkan waktu untuk melakukan introspeksi diri dalam menyambut Ramadan.
Baca SelengkapnyaSemakin kita menyatakan diri sebagai orang yang punya iman, maka besar tanggung jawabnya untuk mengedepankan toleransi.
Baca SelengkapnyaKemenag tegaskan tidak ada larangan penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla saat azan
Baca SelengkapnyaDin Syamsudin mengimbau hal itu menyusul massa aksi yang nampak memberikan perlakuan berbeda kepada para tokoh yang hadir.
Baca SelengkapnyaMUI ingin suara dari masjid bisa didengar banyak orang dengan enak dan indah
Baca SelengkapnyaPenting untuk memperhatikan doa ketika mendengar azan asyhadu anna muhammadarrasulullah.
Baca SelengkapnyaMUI melarang umat Islam mengucapkan salam lintas agama
Baca SelengkapnyaSemboyan Bhineka Tunggal Ika jika dipahami dan diamalkan dengan sungguh-sungguh diharapkan mampu menerima orang yang berbeda
Baca SelengkapnyaDi sini warganya menjujung tinggi gotong royong dan saling mendukung peribadatan kelompok lain.
Baca SelengkapnyaGus Miftah membandingkan penggunaan sepiker dengan dangdutan
Baca Selengkapnya