Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Djoko Dwiyanto, abdikan hidup membaca dan terjemahkan prasasti

Djoko Dwiyanto, abdikan hidup membaca dan terjemahkan prasasti Djoko Dwiyanto, seorang Epigraf (pembaca prasasti) asal Daerah Istimewa Yogyakarta. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Di usianya yang sudah berkepala enam, Djoko Dwiyanto masih semangat menggeluti dunia arkeologi, khususnya membaca dan menerjemahkan prasasti berbahasa Jawa kuno. Selama 33 tahun menjadi Epigraf, sudah puluhan prasasti dia baca dan diartikan olehnya.

Ketertarikannya terhadap prasasti dimulai saat dia masih duduk di bangku kuliah pada 1979. Saat itu, dia mengadakan penelitian arkeologi dan selalu berhadapan dengan penemuan yang tidak hanya benda, tapi juga tulisan kuno. Karena tidak ada yang paham tentang bahasa Jawa kuno, banyak prasasti di Indonesia yang justru diterjemahkan orang asing.

"Dulu kalau penelitian kita tidak hanya menemukan benda tapi juga tulisan. Dan kita itu tergantung dengan orang asing untuk membaca dan menerjemahkannya tulisan kuno. Jadi saya pikir, saya harus bisa, biar enggak tergantung orang lain," kata pria yang pernah menjadi kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta kepada wartawan, Rabu (5/8).

Tingkat kesulitan membaca aksara Jawa kuno dalam prasasti pun membuatnya semakin tertantang. Berbekal bimbingan dari gurunya, Prof. Buchari, Djoko mulai merintis karir sebagai Epigraf pada 1982.

"Tidak banyak Epigraf. Di Yogya saja setahu saya hanya ada tiga orang, Pak Ribut, Pak Cahyono, dan saya," tambah Djoko.

Sepanjang pengalamannya menerjemahkan prasasti, Djoko mengaku paling sulit mengartikan prasasti Rukam di Temanggung yang terbuat dari lempengan tembaga. Dalam prasasti itu, tulisan Jawa kuno ditulis bolak-balik dalam satu lempeng.

"Itu ditulis bolak-balik dalam satu lempeng. Kayak nulis di buku, di sisi sebaliknya membekas jadi sulit dibaca," ucap pria kelahiran 7 Maret 1953 itu.

Prasasti baru ditemukan di Candi Kedulan yang kini tengah dipelajari Djoko juga menjadi salah satu prasasti sulit diterjemahkan.

"Kalau dalam waktu dekat ini ya yang paling sulit ini (prasasti Kedulan). Hurufnya kecil, berdempet-dempet dan patah juga," tambah Djoko.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kisah Perjuangan Ahmad Tohari, Memilih Pulang ke Kampung Halaman untuk Kembangkan Budaya Banyumas
Kisah Perjuangan Ahmad Tohari, Memilih Pulang ke Kampung Halaman untuk Kembangkan Budaya Banyumas

Ia rela meninggalkan jabatan seorang redaktur dan pulang ke kampung halaman untuk menjadi seorang novelis.

Baca Selengkapnya
Ganjar Puji Sosok Dr Radjiman Wedyodiningrat: Orang Sangat Peduli Budaya Bangsa
Ganjar Puji Sosok Dr Radjiman Wedyodiningrat: Orang Sangat Peduli Budaya Bangsa

Hal itu dikatakan Ganjar saat menyambangi Museum Roemah Voorzitter Van Het BPUPKI-Dr KRT Radjiman Widiyodiningrat, Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Baca Selengkapnya
Lebih Dekat dengan Syekh Fadil Al Jailani, Cicit Syekh Abdul Qadir yang Bergelar Profesor
Lebih Dekat dengan Syekh Fadil Al Jailani, Cicit Syekh Abdul Qadir yang Bergelar Profesor

Salah satu alasannya terus menerus belajar ialah untuk menelaah kitab karangan Syekh Abdul Qadir Jailani

Baca Selengkapnya
Mengenal Sosok Djamaluddin Adinegoro, Jurnalis dan Sastrawan Kawakan Indonesia Asal Sumatra Barat
Mengenal Sosok Djamaluddin Adinegoro, Jurnalis dan Sastrawan Kawakan Indonesia Asal Sumatra Barat

Namanya semakin terkenal ketika ia membuat novel berjudul Asmara Jaya dan Darah Muda.

Baca Selengkapnya
Kisah Raffi Atqiyah, Pemuda Asal Banten yang Diloloskan Jenderal Dudung Jadi TNI Berkat Kemampuan Empat Bahasa
Kisah Raffi Atqiyah, Pemuda Asal Banten yang Diloloskan Jenderal Dudung Jadi TNI Berkat Kemampuan Empat Bahasa

Meskipun berasal dari latar belakang keluarga berekonomi sederhana, Raffi berhasil mewujudkan salah satu mimpinya bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia.

Baca Selengkapnya
Kisah Raja Dharmawangsa Beri Pendidikan Gratis untuk Warga, Menyamar Jadi Rakyat Biasa
Kisah Raja Dharmawangsa Beri Pendidikan Gratis untuk Warga, Menyamar Jadi Rakyat Biasa

Raja Dharmawangsa cari tahu langsung kenapa rakyat yang dipimpinnya masih bodoh dan berbuat jahat. Ia lalu mendidiknya sendiri.

Baca Selengkapnya