Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPR Didesak Kembalikan RUU PKS Berpihak pada Korban

DPR Didesak Kembalikan RUU PKS Berpihak pada Korban Aksi di Hari Perempuan. ©2021 Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Sejumlah organisasi menyesalkan adanya perubahan pada Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang keluar dari substansi dan semangat utama untuk melindungi korban kekerasan, terutama perempuan dan anak. Mereka menyeru DPR untuk mengembalikan RUU PKS seperti tujuan awal, yakni melindungi korban kekerasan seksual.

Lewat keterangan tertulisnya, The Body Shop Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival, dan Yayasan Plan International Indonesia menyatakan keprihatinan yang didasarkan kepada naskah baru RUU PKS pada 30 Agustus 2021, yang memuat banyak perubahan mendasar.

Mereka menyoal perubahan judul RUU PKS menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), penghapusan 85 pasal dan 5 jenis kekerasan seksual, serta hilangnya jaminan hak pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum bagi korban kekerasan seksual.

Orang lain juga bertanya?

"Tujuan awal RUU PKS yaitu untuk menciptakan sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual yang bersifat komprehensif untuk seluruh rakyat Indonesia agar terbebas dari segala bentuk kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Selain itu, semangat utama RUU PKS adalah membawa perubahan hukum dalam memberikan akses keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual," bunyi dari keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (10/9).

RUU PKS dinilai memiliki 3 sasaran utama yang akan diwujudkan, yaitu:

1. Mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Menangani, melindungi dan memulihkan korban.

2. Menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran keluarga, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.

3. Menindak dan memidanakan pelaku seperti yang tercatat dalam Modul Komnas Perempuan.

"Oleh karena itu, kami mendesak DPR RI untuk memasukkan pemikiran-pemikiran maju dan konstruktif untuk melindungi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak pada isi naskah RUU PKS," tertulis dalam siaran pers itu.

Sejumlah organisasi yang menjadi barisan pendukung RUU PKS itu meminta Baleg DPR mendengarkan pernyataan sikap sebagai berikut:

1. Mengembalikan judul RUU PKS seperti semula. Perlu disadari, bahwa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI menyoroti penindakan kekerasan seksual, tanpa berorientasi pada korban. Sementara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bersifat lebih komprehensif yang berfokus pada hak perlindungan dan pemulihan korban.

2. Mengembalikan 9 jenis kekerasan seksual. Pada naskah sebelumnya, terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang mengakomodir kepastian hukum bagi korban, namun kini telah dipangkas menjadi hanya 4 jenis. Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI menghapus 5 jenis tindak pidana, yaitu perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual. Ketiadaan pengakuan 9 jenis kekerasan seksual ini sama halnya dengan mengabaikan pengakuan dan cerita korban sebagai pihak yang mengalami kekerasan seksual serta mengabaikan hak korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan secara komprehensif.

3. Mengembalikan Pasal yang memuat hak korban. Ada 85 pasal usulan masyarakat sipil yang dihilangkan dari naskah awal RUU PKS versi Baleg, salah satunya mengenai hak-hak korban kekerasan seksual. RUU PKS hadir dalam rangka menjawab kebutuhan korban akan jaminan perlindungan, penanganan dan pemulihan yang selama ini absen dari berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini hanya berorientasi pada pemenuhan hak pelaku.

4. Memasukkan pasal atau klausul yang mengakomodasi perlindungan bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan penyandang disabilitas. Semestinya, hukum yang ada dapat mengakomodasi kebutuhan khusus yang berbeda-beda. UU saat ini yang dianggap bisa dipakai untuk menangani kasus KBGO dan kasus dengan korban penyandang disabilitas seperti UU ITE dan UU tentang Penyandang Disabilitas, belum cukup untuk secara spesifik melindungi dari tindak kekerasan seksual.

5. Mendesak pihak Baleg DPR RI mengembalikan kalimat yang tidak semestinya dihaluskan. Seperti pada kata pemerkosaan yang diubah menjadi pemaksaan hubungan seksual. Pada dasarnya, segala kekerasan seksual adalah hubungan seksual yang tidak didasari dengan persetujuan dalam keadaan bebas karena suatu faktor.

6. Baleg DPR RI membuka pintu diskusi bersama masyarakat berbagai kelompok, termasuk anak yang selama ini belum pernah dilibatkan dalam membahas naskah. Kami berharap Baleg DPR RI bisa mengadakan ruang usulan atau diskusi terbuka bersama perwakilan anak/kaum muda penyintas kekerasan seksual melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg DPR RI. Harapannya, melalui ruang diskusi tersebut dapat menjadi saluran untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terkait ketentuan yang ada di dalam naskah awal RUU PKS.

7. Mengajak publik turut serta menyamakan persepsi dan aspirasi dalam mendukung pengesahan RUU PKS. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bergandeng tangan bersama dalam melawan kekerasan seksual melalui kampanye Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS. Kami memiliki microsite www.tbsfightforsistehood.co.id yang bisa menjadi salah satu wadah ruang aman dari kekerasan seksual, di mana para penyintas bisa berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengesahan RUU PKS dengan mengisi petisi pada microsite. Suara masyarakat sangat berharga demi masa depan Indonesia tanpa kekerasan seksual. Bersama kami harap bisa menguatkan penyintas kekerasan seksual melalui jaringan dan kolaborasi lintas sektor yang ada.

Sumber: Liputan6.com.Reporter: Nanda Perdana Putra.

(mdk/yan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up

Kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan

Baca Selengkapnya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DKPP Berpihak pada Korban Kekerasan Terhadap Perempuan
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DKPP Berpihak pada Korban Kekerasan Terhadap Perempuan

Mereka meyakini, DKPP akan menunjukkan komitmen terbaiknya.

Baca Selengkapnya
Pembentukan Direktorat PPA-PPO Polri Diharapkan Jadi Langkah Penguatan Pemulihan Korban
Pembentukan Direktorat PPA-PPO Polri Diharapkan Jadi Langkah Penguatan Pemulihan Korban

Pembentukan direktorat baru ini dianggap sebagai terobosan besar dalam memperkuat perlindungan perempuan dan anak sebagai kelompok paling rentan terhadap TPPO.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan Desak DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT: 2 Periode Masuk Prolegnas Prioritas, Belum Disahkan
Komnas Perempuan Desak DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT: 2 Periode Masuk Prolegnas Prioritas, Belum Disahkan

Komnas Perempuan menyebut, dengan disahkan RUU PPRT dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi para pekerja rumah tangga di tanah air.

Baca Selengkapnya
Puan Maharani Tekankan Pentingnya Pendampingan Pemerintah dalam Mencegah Kasus KDRT
Puan Maharani Tekankan Pentingnya Pendampingan Pemerintah dalam Mencegah Kasus KDRT

Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan agar Pemerintah harus segera memberikan pendampingan dan bimbingan keperawatan kepada masyarakat guna mencegah KDRT.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.

Baca Selengkapnya
Mengupas Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan, Ciptakan Ruang Intelektual yang Aman
Mengupas Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan, Ciptakan Ruang Intelektual yang Aman

Tujuan akhir yang ingin kita capai melalui UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik untuk korban.

Baca Selengkapnya
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan

Puan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.

Baca Selengkapnya
Puan Maharani Imbau Masyarakat ‘Berani Bersuara’ Tentang KDRT
Puan Maharani Imbau Masyarakat ‘Berani Bersuara’ Tentang KDRT

Kesadaran rakyat perlu dibangun bahwa perilaku KDRT tidak bisa dinormalisasikan dan harus segera dilaporkan.

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Soroti Kasus KDRT dalam Keluarga Berisiko, Puan: Stop Kekerasan pada Anak!
Soroti Kasus KDRT dalam Keluarga Berisiko, Puan: Stop Kekerasan pada Anak!

Ketua DPR RI Puan Maharani berharap ada program-program dari Pemerintah yang dapat mencegah terjadinya KDRT.

Baca Selengkapnya
Sahkan 225 RUU jadi Undang Undang, Puan Banggakan Kinerja Anggota DPR 2019-2024
Sahkan 225 RUU jadi Undang Undang, Puan Banggakan Kinerja Anggota DPR 2019-2024

Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut DPR RI Periode 2019-2024 telah mengesahkan 225 RUU menjadi undang-undang.

Baca Selengkapnya