DPR Didesak Kembalikan RUU PKS Berpihak pada Korban
Merdeka.com - Sejumlah organisasi menyesalkan adanya perubahan pada Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang keluar dari substansi dan semangat utama untuk melindungi korban kekerasan, terutama perempuan dan anak. Mereka menyeru DPR untuk mengembalikan RUU PKS seperti tujuan awal, yakni melindungi korban kekerasan seksual.
Lewat keterangan tertulisnya, The Body Shop Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival, dan Yayasan Plan International Indonesia menyatakan keprihatinan yang didasarkan kepada naskah baru RUU PKS pada 30 Agustus 2021, yang memuat banyak perubahan mendasar.
Mereka menyoal perubahan judul RUU PKS menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), penghapusan 85 pasal dan 5 jenis kekerasan seksual, serta hilangnya jaminan hak pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum bagi korban kekerasan seksual.
-
Bagaimana DPR ingin cegah pelecehan? 'KemenPAN-RB harus segera membuat aturan spesifik demi menghadirkan ruang kerja yang aman bagi para ASN. Aturan-aturan ini penting agar pelecehan yang sebelumnya seringkali dianggap lazim, bisa diberantas dan dicegah. Kita tidak mau lagi ada ruang abu-abu dalam kasus pelecehan ini,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (25/3).
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Siapa yang berperan penting mencegah kekerasan seksual pada anak? 'Peran orang tua sangat besar, jadilah pendengar yang baik, usahakan jadi sahabat anak. Cari waktu berkualitas, sekarang banyak orang tua yang sibuk, padahal penting untuk mencari waktu berkualitas. Kadang, walaupun waktu banyak namun kurang berkualitas jadi kurang bisa mendukung edukasi yang diberikan pada anak,' kata Anggota Satgas Perlindungan Anak PP IDAI Prof. Dr. dr. Meita Dhamayanti, Sp.A(K), M.Kes.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Bagaimana DPR ingin hentikan tawuran? 'Soal tawuran, premanisme, begal, atau apa pun itu, jangan pernah dianggap remeh. Mulai dari Polda, Polres, Polsek, harus tegas dan sigap handle itu semua. Karena tiap minggu atau bahkan tiap hari, masyarakat pasti ada saja yang melapor soal beginian. Jadi ini memang isu kamtibmas yang harus diselesaikan,' demikian Sahroni.
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
"Tujuan awal RUU PKS yaitu untuk menciptakan sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual yang bersifat komprehensif untuk seluruh rakyat Indonesia agar terbebas dari segala bentuk kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Selain itu, semangat utama RUU PKS adalah membawa perubahan hukum dalam memberikan akses keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual," bunyi dari keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (10/9).
RUU PKS dinilai memiliki 3 sasaran utama yang akan diwujudkan, yaitu:
1. Mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Menangani, melindungi dan memulihkan korban.
2. Menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran keluarga, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
3. Menindak dan memidanakan pelaku seperti yang tercatat dalam Modul Komnas Perempuan.
"Oleh karena itu, kami mendesak DPR RI untuk memasukkan pemikiran-pemikiran maju dan konstruktif untuk melindungi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak pada isi naskah RUU PKS," tertulis dalam siaran pers itu.
Sejumlah organisasi yang menjadi barisan pendukung RUU PKS itu meminta Baleg DPR mendengarkan pernyataan sikap sebagai berikut:
1. Mengembalikan judul RUU PKS seperti semula. Perlu disadari, bahwa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI menyoroti penindakan kekerasan seksual, tanpa berorientasi pada korban. Sementara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bersifat lebih komprehensif yang berfokus pada hak perlindungan dan pemulihan korban.
2. Mengembalikan 9 jenis kekerasan seksual. Pada naskah sebelumnya, terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang mengakomodir kepastian hukum bagi korban, namun kini telah dipangkas menjadi hanya 4 jenis. Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI menghapus 5 jenis tindak pidana, yaitu perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual. Ketiadaan pengakuan 9 jenis kekerasan seksual ini sama halnya dengan mengabaikan pengakuan dan cerita korban sebagai pihak yang mengalami kekerasan seksual serta mengabaikan hak korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan secara komprehensif.
3. Mengembalikan Pasal yang memuat hak korban. Ada 85 pasal usulan masyarakat sipil yang dihilangkan dari naskah awal RUU PKS versi Baleg, salah satunya mengenai hak-hak korban kekerasan seksual. RUU PKS hadir dalam rangka menjawab kebutuhan korban akan jaminan perlindungan, penanganan dan pemulihan yang selama ini absen dari berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini hanya berorientasi pada pemenuhan hak pelaku.
4. Memasukkan pasal atau klausul yang mengakomodasi perlindungan bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan penyandang disabilitas. Semestinya, hukum yang ada dapat mengakomodasi kebutuhan khusus yang berbeda-beda. UU saat ini yang dianggap bisa dipakai untuk menangani kasus KBGO dan kasus dengan korban penyandang disabilitas seperti UU ITE dan UU tentang Penyandang Disabilitas, belum cukup untuk secara spesifik melindungi dari tindak kekerasan seksual.
5. Mendesak pihak Baleg DPR RI mengembalikan kalimat yang tidak semestinya dihaluskan. Seperti pada kata pemerkosaan yang diubah menjadi pemaksaan hubungan seksual. Pada dasarnya, segala kekerasan seksual adalah hubungan seksual yang tidak didasari dengan persetujuan dalam keadaan bebas karena suatu faktor.
6. Baleg DPR RI membuka pintu diskusi bersama masyarakat berbagai kelompok, termasuk anak yang selama ini belum pernah dilibatkan dalam membahas naskah. Kami berharap Baleg DPR RI bisa mengadakan ruang usulan atau diskusi terbuka bersama perwakilan anak/kaum muda penyintas kekerasan seksual melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg DPR RI. Harapannya, melalui ruang diskusi tersebut dapat menjadi saluran untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terkait ketentuan yang ada di dalam naskah awal RUU PKS.
7. Mengajak publik turut serta menyamakan persepsi dan aspirasi dalam mendukung pengesahan RUU PKS. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bergandeng tangan bersama dalam melawan kekerasan seksual melalui kampanye Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS. Kami memiliki microsite www.tbsfightforsistehood.co.id yang bisa menjadi salah satu wadah ruang aman dari kekerasan seksual, di mana para penyintas bisa berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengesahan RUU PKS dengan mengisi petisi pada microsite. Suara masyarakat sangat berharga demi masa depan Indonesia tanpa kekerasan seksual. Bersama kami harap bisa menguatkan penyintas kekerasan seksual melalui jaringan dan kolaborasi lintas sektor yang ada.
Sumber: Liputan6.com.Reporter: Nanda Perdana Putra.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca SelengkapnyaMereka meyakini, DKPP akan menunjukkan komitmen terbaiknya.
Baca SelengkapnyaPembentukan direktorat baru ini dianggap sebagai terobosan besar dalam memperkuat perlindungan perempuan dan anak sebagai kelompok paling rentan terhadap TPPO.
Baca SelengkapnyaKomnas Perempuan menyebut, dengan disahkan RUU PPRT dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi para pekerja rumah tangga di tanah air.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menekankan agar Pemerintah harus segera memberikan pendampingan dan bimbingan keperawatan kepada masyarakat guna mencegah KDRT.
Baca SelengkapnyaIni mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.
Baca SelengkapnyaTujuan akhir yang ingin kita capai melalui UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik untuk korban.
Baca SelengkapnyaPuan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.
Baca SelengkapnyaKesadaran rakyat perlu dibangun bahwa perilaku KDRT tidak bisa dinormalisasikan dan harus segera dilaporkan.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani berharap ada program-program dari Pemerintah yang dapat mencegah terjadinya KDRT.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyebut DPR RI Periode 2019-2024 telah mengesahkan 225 RUU menjadi undang-undang.
Baca Selengkapnya