DPR nilai revisi UU Terorisme soal proses deradikalisasi tak jelas
Merdeka.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Asrul Sani mengatakan, ada beberapa poin dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme yang diajukan pemerintah kepada DPR berpotensi melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Beberapa poin yang dimaksud yaitu perpanjangan masa penangkapan menjadi 30 hari dan penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas.
"Dalam RUU perubahan tindak pidana terorisme itu ada konsep pencegahan dengan perluasan dengan adanya satu pasal yang memberikan kewenangan kepada penegak hukum untuk menempatkan orang di satu tempat tertentu dan untuk orang tertentu selama 6 bulan dalam rangka deradikalisasi. Kalau normanya seperti dalam UU lalu diserahkan sepenuhnya kepada penegak hukum tanpa memberi rambu-rambu yang lebih ketat, itu yang harus kita kritisi," kata Asrul dalam diskusi LPSK yang membahas rencana Perppu Terorisme di Hotel Morissey Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (8/3).
Secara garis besar, Asrul tidak menolak dengan revisi ini. Namun dia meminta pemerintah memberikan penjelasan rinci maksud dari 'orang tertentu'. Menurut politikus PPP, dalam draf yang sudah dia baca itu, muncul interpretasi apakah orang tertentu yang dimaksud pelaku atau orang terdekat pelaku.
-
Siapa yang mempertanyakan Tapera di DPR? Video tersebut saat anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri mempertanyakan terkait Tapera, berikut transkrip pertanyaannya:
-
Kenapa DPR nilai efek jera belum optimal? 'Saya rasa masih ada yang kurang optimal di pencegahan dan juga penindakan. Maka saya minta pada pihak-pihak yang berwenang, tolong kasus seperti ini diberi hukuman yang berat, biar jera semuanya. Jangan sampai karena masih remaja atau di bawah umur, perlakuannya jadi lembek. Kalau begitu terus, akan sulit kita putus mata rantai budaya tawuran ini,' jelasnya.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Mengapa DPR RI minta pelaku dihukum berat? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4).
-
Bagaimana DPR menilai proses hukum Kejagung? Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
"Setiap orang tertentu ini ni siapa apakah yang sudah terduga ataukah keluarga atau siapa. Detention ini apa maknanya, kegiatannya apa di situ kan bagaimanapun dia kalau mau keluar gimana, inikan menyangkut kebebasan tergerak pada seseorang yang belum dinyatakan bersalah," kata dia.
Dia menjelaskan, pemerintah sah-sah saja mengajukan revisi Undang-undang tindak pidana terorisme. Namun perlu adanya spesifikasi dalam poin yang akan dikerucutkan. Apabila poin yang dibubuhkan menimbulkan pelanggaran HAM, maka itu perlu dipertimbangkan kembali.
"Jangan fokusnya memperluas tindak pidana, memperluas penahanan tapi diseimbangkan juga dengan perluasan perlindungan HAM, tentu dalam kompensasi yang jelas, rehabilitasi yang jelas," terangnya.
"Salah tangkap, salah tahan, salah tembak sampai meninggal gimana itukan harus jelas. Minimal kalau tidak jelas dalam undang-undannya maka jelas dalam rehabilitasi dan konpensasinya dalam bentuk peraturan pemerintah," tambahnya.
Dalam poin perpanjangan masa penahanan, Asrul menyatakan dengan tegas bahwa ada kekeliruan di dalamnya. Jika memacu dalam laporan intelijen, hal itu sudah bisa menjadi bukti untuk dilakukan penahan namun tidak mesti diperpanjang dalam batas waktu yang cukup lama.
"Kenapa mesti tiga puluh hari, yang kemudian sebelumnya dua bulan ditambah jadi berapa bulan dan akan ditambah lagi sesuai kebutuhan. Ini ada keperluan apa," kata Asrul.
Berdasarkan draf yang telah dia peroleh, berikut tujuh poin revisi Undang-undang tindak pidana terorisme:
Pertama finalisasi tindak pidana terorisme, seperti penyimpanan bahan peledak, pakaian/barang militer untuk tindak pidana terorisme.
Kedua, pemberian sanksi kepada orang yang melakukan percobaan pemufakatan jahat dan pembantuan dalam rangka tindak pidana terorisme.
Ketiga, perluasan sanksi kepada yang bersangkutan tidak hanya subjek orang per orang tapi termasuk korporasi badan hukum, yayasan dan segala macam organisasi.
Keempat, indroduksi pidana tambahan Undang-undang terorisme pencabutan kewarganegaraan dan pencabutan pasport.
Kelima, penambahan kewenangan oleh instansi terkait di luar proses peradilan bagi warga negara yang mengikuti perang, latihan militer di luar negeri.
Keenam, melekspesialiskan beberapa bentuk upaya paksa dalam rangka menambah waktu penangkapan, penahanan.
Ketujuh, terkait dengan penaggulan tindak pidana dengan pencegahan.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bambang mengaku, belum mengetahui apakah revisi UU Polri akan dibahas di Komisi III DPR RI atau tidak.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan terbuka peluang revisi UU pilkada disahkan pada DPR selanjutnya atau periode 2024-2029.
Baca SelengkapnyaProses pembahasan yang cepat juga berpeluang terjadi jika pemerintah tak keberatan dengan perubahan tersebut.
Baca SelengkapnyaDasco menyatakan, aturan berkaku soal Pilkada tetap mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut, pengesahan RUU bisa digelar di masa sidang ini.
Baca SelengkapnyaMenteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan DPR.
Baca SelengkapnyaWihadi belum menjelaskan mengapa pembahasan RUU tersebut dibatalkan.
Baca SelengkapnyaAksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).
Baca SelengkapnyaSembilan fraksi telah menyampaikan pendapatnya masing-masing atas keempat RUU.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan mengkaji draf revisi UU inisiatif DPR itu sebelum Presiden Jokowi mengirimkan surpres.
Baca SelengkapnyaKata Dasco saat ini hanya menunggu waktu lantaran sudah selesai di pengambilan keputusan tingkat I.
Baca SelengkapnyaNantinya, publik tinggal meninjau secara formal seperti apa dan secara materil seperti apa.
Baca Selengkapnya