DPR: Tidak sepatutnya RS menolak pasien yang datang untuk berobat
Merdeka.com - Mesiya Rahayu anak kelima dari pasangan Undang Misrun (42) dan Kokom Komalasari (37) yang tinggal di kontrakan sempit di RT 02 RW 01, Kelurahan Neglasari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang meninggal dunia setelah terlambat mendapat pertolongan. Mesiya adalah bayi perempuan berusia 15 bulan yang meninggal setelah ditolak oleh empat rumah sakit.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyayangkan sikap keempat rumah sakit yang menolak karena orangtua Mesiya hanya memiliki BPJS Ketenagakerjaan tersebut. Dia menegaskan, setiap rumah sakit seharusnya memiliki tanggung jawab sosial memberikan bantuan kepada masyarakat. Khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu.
"Atas nama kemanusiaan, tidak sepatutnya RS menolak pasien yang datang untuk berobat. Apalagi, yang datang berobat tersebut adalah orang yang kesulitan secara ekonomi," kata Saleh saat dihubungi merdeka.com, Selasa (6/9).
-
Mengapa bayi meninggal? Kelainan genetik yang dialami anak ini membuat jantung tidak dapat menerima atau memompa cukup darah setiap kali berdetak dan mengakibatkan kematian dini anak laki-laki tersebut karena gagal jantung, ungkap para peneliti seperti dikutip dari laman Live Science.
-
Kenapa bayi nya meninggal? Salah satu penyebab bayi laki-laki itu meninggal dunia karena lokasi melahirkan tidak memadai.
-
Bagaimana bayi perempuan itu meninggal? Bayi perempuan yang diberi nama 'Neve,' diambil dari nama sungai di daerah tersebut, diketahui meninggal dunia ketika usianya hanya sekitar 40 hingga 50 hari.
-
Bagaimana cara anak itu meninggal? Antropologi fisik di lokasi menyatakan bocah itu berusia 10 tahun saat meninggal dengan gigi terkikis dan tanda-tanda infeksi didalam mulutnya.
-
Apa yang terjadi pada bayi tersebut? 'Tapi bayi itu selamat. Dia sehat,' ungkap Nana Mirdad seraya membagikan cuplikan-cuplikan video penanganan sang bayi oleh tenaga medis di UGD.
-
Kenapa bayi lemah dianggap darurat? Lelah pada bayi adalah keadaan darurat dan Anda harus segera membawanya ke unit gawat darurat jika Anda percaya bayi Anda lemah.
Saleh menjelaskan, telah meminta penjelasan kepada direksi BPJS Kesehatan ihwal peristiwa ini. Namun, kata dia, BPJS Kesehatan belum memberikan jawaban.
"Sayangnya, sampai saat ini belum diberikan respons. Tapi saya yakin, mereka akan segera menindaklanjuti masalah ini," ujarnya.
Ayah Mesiya, Misrun mengatakan, anaknya tewas setelah ditolak empat rumah sakit. Peristiwa itu berawal saat Minggu (4/9) sekitar pukul 01.00 WIB.
"Anak saya demam dan muntah-muntah," tuturnya sambil menunduk, Senin (5/9).
Lalu, dia bersama istri membawa Mesiya ke klinik sekitar rumah. Dokter klinik menyebutkan, Mesiya terkena diare.
"Akhirnya diminta dokter untuk dirawat di RS Sitanala, lengkap dengan rujukan," katanya.
Namun, sesampai di sana, putrinya tidak diterima karena kartu BPJS yang dimiliki Misrun hanya BPJS Ketenagakerjaan.
"Demi anak saya segera bayar Rp 370 ribu," ceritanya.
Diagnosa dokter di RS Sitanala, Mesiya menderita infeksi paru-paru. Hal itu terjadi setelah korban mendapat penanganan dengan diberikan infus, menyuntikkan obat dan memberi bantuan pernapasan.
"Mereka (pihak RS Sitanala) kemudian menyerah karena tidak memiliki alat untuk menangani anak saya. Mereka memberikan rujukan tanpa menyebutkan RS," jelas pegawai sopir truk sampah di Dinas Kebersihan dan Pertamaman Kota Tangerang sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) itu.
Sambil menunggu mendapat RS, Mesiya untuk sementara di rawat di IGD RS Sitanala. Misrun mengaku sudah mendatangi empat rumah sakit, yakni RSUD, RS SA di Karawaci, RS M dan RS A. Namun semua rumah sakit itu menolaknya dengan alasan kamar penuh.
"Saya enggak mengerti kenapa langsung menyatakan kamar penuh," terangnya penuh sesal.
Lantaran terlalu lama tidak kunjung mendapat pertolongan, Mesiya pun kritis. Napasnya menjadi sesak hingga akhirnya pada Minggu pukul 23.30 WIB nyawa Mesiya tak tertolong.
"Sebelumnya napasnya jadi berat dan sesak. Sempat ditolong dokter, dadanya ditekan-tekan tapi tidak berhasil," ujar Misrun seraya menyatakan dirinya sangat kecewa terhadap pelayanan rumah sakit di Kota Tangerang.
"Padahal saya hendak mendaftar sebagai pasien umum dengan membayar sendiri biaya pengobatan, bukan dengan bantuan BJPS," terang pria yang selama hampir 22 tahun bekerja di DKP Kota Tangerang.
Dia juga menceritakan, bahwa selama ini dia tidak mendapat jaminan kesehatan untuk keluarga. Semua biaya pengobatan untuk keluarganya adalah uang dirinya sendiri.
"Anak saya sudah dimakamkan di TPU Selapajang pada Senin (5/9) pukul 09.30 WIB," tuntasnya. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi baru mendapatkan laporan peristiwa itu pada 25 Oktober 2023.
Baca SelengkapnyaKasus bayi alami kritis karena diduga jadi korban kelalaian perawat.
Baca SelengkapnyaPasien Kritis Meninggal Akibat Ditolak RS di Malang, Begini Penjelasan Rumah Sakit
Baca SelengkapnyaSejumlah rumah sakit menjadi target serangan pasukan penjajah Israel selama agresinya di Jalur Gaza, Palestina.
Baca SelengkapnyaDokter Palestina: Tentara Israel Abaikan Bayi di Rumah Sakit Sampai Meninggal dan Membusuk
Baca SelengkapnyaRSAB Harapan Kita berjanji menangani bayi berinisial LAH secara optimal.
Baca SelengkapnyaBocah yang sakit itu sudah tampak lemas. Hidungnya terus mengeluarkan darah.
Baca SelengkapnyaSang ibu menuntut pertanggungjawaban kepada pihak rumah sakit.
Baca SelengkapnyaRSAB Harapan Kita juga berjanji akan memberikan perkembangan penanganan anak dari Chintia Suciati (29) tersebut secara terbuka kepada masyarakat.
Baca SelengkapnyaCurhatan ibu bayi viral diduga jadi korban kelalaian pihak rumah sakit.
Baca SelengkapnyaViral Bayi Meninggal Pascaimunisasi di Sukabumi, Ini Kronologinya Menurut Kemenkes
Baca SelengkapnyaPasien tidak dibersihkan dan penanganan terhadap bayi prematur itu juga tidak maksimal.
Baca Selengkapnya