Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPRD kritik langkah Sri Sultan tertibkan aset keraton

DPRD kritik langkah Sri Sultan tertibkan aset keraton Keraton Yogyakarta. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Nur Hartanto, menanggapi Memorandum of Understanding (MoU) antara Keraton Yogyakarta dan pemerintah Kabupaten Gunung Kidul tentang pendataan dan penertiban tanah milik Keraton (Sultan Ground) di Kabupaten Gunung Kidul.

Menurutnya, kerja sama itu terkesan terburu-buru mengingat Panitia Kerja (PANJA) Keistimewaan DPRD menginstruksikan agar semua pihak menstatus quo prihal pertanahan di DIY.

"Semestinya kita semua mengikuti rekomendasi dari Panitia Kerja (PANJA) Keistimewaan yang di DPR RI," kata Arif saat dihubungi, Rabu (22/6).

Lanjut Arif menjelaskan, rekomendasi itu ditujukan pada semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah daerah. "Semua pihak baik Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, pemerintah DIY, masyarakat yang menggunakan tanah, Badan Pertanahan Negara (BPN) tidak melakukan langkah apapun," paparnya.

Arif juga menilai bahwa proses pendataan dan penertiban tanah milik Keraton semestinya menunggu sampai selesainya Peraturan Daerah Keistimewaan (Perdais).

Dia berharap agar semua pendataan dan penertiban tanah diproses setelah terpenuhinya alat-alat yuridis.

"Menurut saya proses pendataan dan penertiban tanah itu sebaiknya berdasarkan Perdais. Artinya nunggu dulu sampai Perdais selesai," tegasnya.

UU No.13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY memberikan status badan hukum warisan budaya (BHWB) kepada Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman untuk memiliki tanah yang dinamakan Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG).

Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman berdalih UU No.13 tahun 2012 tentang Keistimewaan menegaskan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA). Hal itu membuat Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman bisa memiliki semua tanah yang belum ada alas haknya.

"Perdais ini misalnya akan menjelaskan terkait dengan pemahaman apakah UUK itu digunakan dalam pertanahan atau UUPA 1960 yang akan digunakan dalam peraturan pertanahan," tutur Arif.

Selain itu, dia juga mempertanyakan kedudukan hukum dari kedua belah pihak yang mendatangani MoU. Karena perikatan hukum kerja sama itu sah jika kedua belah pihak memiliki kedudukan hukum legal formal.

"Apakah bandan hukum itu sudah diurus oleh pihak Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman di Kementerian Hukum dan HAM," pungkasnya. (mdk/cob)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP