Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Duduk Perkara Dugaan Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur

Duduk Perkara Dugaan Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur Ilustrasi garis polisi. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Kasus dugaan pencabulan dialami tiga anak dilakukan ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menjadi ramai diperbincangkan di media sosial Twitter. Kasus dugaan pelecehan seksual itu ramai dibahas netizen setelah kepolisian setempat menghentikan penyelidikan perkara tersebut.

Penghentikan penyelidikan perkara tersebut hingga memunculkan #TagarPercumaLaporPolisi di media sosial. Kasus dugaan pencabulan ini kembali mencuat setelah sejumlah kalangan menilai keputusan polisi menghentikan penyelidikan perkara tersebut pada 2019 silam melanggar prosedur.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abd Aziz Dumpa mengatakan kenapa kasus ini muncul kembali, karena adanya malprosedur dalam penyelidikannya. Sehingga menurut Aziz, kasus ini tidak layak untuk dihentikan.

Aziz mengatakan, penyelidikan kasus itu melanggar prosedur di kepolisian maupun Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Luwu Timur yang memberi pendampingan terhadap korban. Menurut dia, pelanggaran prosedur dilakukan P2TPA yakni ketika Kepala Bidang Pusat Pelayanan, Firawati mengaku mengenal dengan terduga pelaku.

"Tidak layak dihentikan. Kenapa? karena proses penyidikannya sejak awal terjadi malprosedur. Sekarang terkesan justru berpihak kepada terduga pelaku," ujarnya kepada merdeka.com melalui telepon, Kamis (7/10).

Keanehan lainnya, kata Aziz, yakni pemeriksaan dan penyelidikan hanya berjalan dua bulan. Padahal, Polres Luwu memiliki cukup waktu untuk melakukan pendalaman. Kemudian pemeriksaan terhadap ibu korban di psikiater. Dia melihat pemeriksaan tersebut sudah malprosedur.

"Masa pemeriksaan psikiater hanya lima belas menit sudah keluar hasilnya. Pasahal pemeriksaan psikiater itukan ada tahap-tahapnya dan membutuhkan waktu," ujar dia.

Aziz menilai keanehan tersebut, membuat indikasi proses hukum sejak awal sudah terlihat berpihak kepada terduga pelaku. Apalagi, terduga pelaku adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Atas keanehan penyelidikan tersebut, LBH Makassar sempat melaporkan P2TPA Lutim ke Ombudsman. Selain itu, pihaknya juga sudah menyurat ke Komnas Anak dan juga perempuan.

Selain itu, pihaknya juga sudah melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Bareskrim Polri. Hal tersebut dilakukan agar Bareskrim Polri mengambil kasus tersebut.

"Supaya apa, supaya kasus ini diambil alih lalu kemudian kita melakukan proses penyelidikan terhadap penanganan kasus anak," ucapnya.

Kronologi Kasus Dugaan Pencabulan

Ihwal kasus itu berawal dari seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Luwu Timur, berinisial SA (43) dilaporkan mantan istrinya berinisial RS (41). Sembari membawa tiga anaknya yakni perempuan AL (8) dan AZ (4) serta satu anak laki-laki MR (6), RS melaporkan SA ke Mapolda Sulsel. Kedatangannya itu didampingi tim Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Senin (23/12/2019).

Kedatangan mereka ke Polda Sulsel untuk melaporkan kasus dugaan pencabulan yang dialami tiga anak yang masih kecil-kecil itu oleh ayah kandungnya, SA (43). SA ini, diketahui juga seorang ASN di Luwu Timur namun berbeda instansi dengan RS. Antara pelapor dan terlapor sudah bercerai beberapa tahun silam.

Sebelum melaporkan ke Polda Sulsel, RS pernah melaporkan kasus tersebut ke Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019. Namun, penyelidikan itu dihentikan karena dianggap tidak cukup bukti setelah dilakukan pemeriksaan kejiwaan dan pemeriksaan fisik baik kepada anak-anak selaku korban maupun kepada ibunya.

Salah seorang pengacara dalam koalisi yang mendampingi korban saat laporan di Polda Sulsel, Haswandy Mas mengatakan, sejak adanya kasus tersebut tidak adanya pendampingan terhadap pelapor.

"Setiap anak yang berhadapan dengan hukum baik itu sebagai pelaku apalagi sebagai korban kekerasan seksual, harus didampingi pengacara. Tapi ini sama sekali pendampingan sehingga berdampak tidak adanya perspektif perempuan dan anak dalam proses penanganan kasusnya," kata Haswandy Mas yang juga direktur LBH Makassar saat itu.

Dia menambahkan, awal Oktober lalu kasus ini dilaporkan ke Polres Luwu Timur dan penyidik sampaikan ke ibu korban bahwa harus ada pendampingan. Kemudian, RS meminta pendampingan ke kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur namun hasilnya nihil. Hingga kemudian penyidik menghentikan penyelidikan.Alasan Polisi Menghentikan Penyelidikan

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulsel, Komisaris Besar E Zulpan mengatakan kasus dugaan pencabulan terhadap tiga anak tersebut merupakan kasus lama. Hanya saja, kepolisian tidak melanjutkan kasus tersebut karena tidak menemukan cukup bukti.

"Kasus itu tidak dilanjutkan, karena penyidik tidak menemukan cukup bukti," ujarnya melalui pesan WhatsApp, Jumat (8/10).

Zulpan mengaku berdasarkan pemeriksaan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel, tidak ditemukannya ada tanda tindak pidana terhadap ketiga korban. Alasan, tersebut yang membuat penyelidikan kasus tersebut dihentikan untuk sementara.

"Tidak ada penetapan tersangka pada proses tersebut. Saat pendalaman kejadiannya tidak ada bukti yang dapat mendukung tentang terjadinya kejadian tersebut," kata dia.

Zulpan menjelaskan kasus tersebut sebelumnya dilaporkan oleh ibu korban ke Kepolisian Resor Luwu pada 9 Oktober 2019. Saat itu, ibu korban melaporkan atas tuduhan dugaan tindak pidana pencabulan atau sodomi yang dilakukan oleh mantan suaminya terhadap ketiga anak kandungnya.

"Adanya laporan itu, petugas saat itu langsung melakukan penyelidikan dengan diterbitkannya Sprin (surat perintah) penyelidikan. Petugas sempat memeriksa sejumlah saksi hingga korban dilakukan Visum Et Repertum di Puskesmas Malili, Luwu Timur dan juga pemeriksaan di RS Bhayangkara Polda, tetapi tidak ada bukti ditemukan," bebernya.

Zulpan menambahkan berdasarkan asesmen dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lutim terhadap ketiga korban tersebut. Berdasarkan asesmen tersebut, Zulpan mengaku tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya.

"Oleh karenanya,kasus ini juga dihentikan dengan bukti adanya SP2HP A2 kepada pelapor. Penghentian penyelidikan ini karena tidak kuatnya alat bukti," ucapnya.

Terlapor Bantah Melakukan Pencabulan

SA pun membuka suara sekaligus membantah laporan mantan istrinya, RA. "Mungkin orang-orang tidak memahami kejadian sebenarnya, sehingga dia (melaporkannya). Terus mamanya, mantan istri saya itu memaksakan kehendak," ujar SA saat dihubungi wartawan di Makassar, Jumat (8/10).

SA memastikan tidak ada yang mencoba melindunginya dalam kasus ini. Alasannya, dia bukanlah orang berpengaruh di Luwu Timur, hanya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) biasa di Inspektorat Pemkab Luwu Timur.

"Kalau kita mau secara analisa, secara logika, saya ini siapa memengaruhi (kasus) ini. Sampai tuduhannya bahwa bisa mempengaruhi penyidik, dan aparat hukum. Sedangkan bupati, ketua DPRD saja diambil (ditangkap), apalagi semacam saya ini, kalau memang melakukan kesalahan," ujar SA seperti dilansir Antara.

Menurut SA, dari pemeriksaan Biddokes Polda Sulsel terkait hasil visum terhadap alat vital ketiga anaknya pada 2019 lalu, dinyatakan tidak terbukti ada kekerasan seksual. Dia malah menuding hasil tes kejiwaan pada mantan istrinya, ada dugaan kelainan jiwa.

Ditanyakan hubungan dengan anaknya, SA mengatakan, sejak berkasus pada 2019, RA membawa tiga anak mereka pindah ke Makassar. Kini setelah kasusnya kembali mencuat dan viral, dia tidak pernah lagi bertemu anak-anaknya.

"Saya tidak pernah lihat lagi itu anak-anak, karena takutnya saya dilaporkan dengan masalah baru lagi, itu saya jaga. Karena tahu karakter ini mamanya, jadi saya tidak mau. Cukup saya kirimkan uang makannya tiap bulan, itu rutin," ujarnya.

SA pun mengaku tetap memonitor pemberian nafkah kepada anaknya dan memfotokopi semua bukti transfer. Dia bahkan menanyakan ke bank untuk memastikan apakah nomor rekening mantan istrinya itu masih aktif atau tidak, karena anak-anaknya tidak memiliki rekening.

SA pun mengaku sudah melaporkan balik mantan istrinya ke Polres Luwu karena telah mencemarkan nama baiknya. Hanya, laporannya belum mendapat respons dari aparat setempat.

"Makanya saya laporkan balik (pada 2019), tapi belum ada tindak penyelesaian sampai sekarang," bebernya.

Berkaitan dengan mencuatnya kembali kasus itu setelah dihentikan Polres Luwu pada 2019, kemudian viral, SA juga akan kembali melakukan upaya hukum balik, karena nama baiknya tercemar.

"Itu kan beredar, karena liar ini barang. Maksudnya begini, karena tidak terbukti ya kan, saya punya hak untuk lapor balik, apalagi ini (viral) sudah se-Indonesia. Termasuk (melaporkan) orang-orang itu, saya kumpul komentar-komentarnya (medsos dan media), nanti saya saring mana yang dibawa ke ranah hukum," tegasnya.

Dia pun menyesalkan ramainya komentar terkait kasus itu. Menurutnya, publik seharusnya menganalisa menggunakan logika untuk mencari kebenarannya. Sebab, menurutnya, aparat hukum tidak mungkin membiarkan kasus ini. Apalagi dia dituduh melakukan kekerasan seksual pada anaknya bersama teman-temannya.

Saat berada di Makassar, SA mengaku sempat mendatangi kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) untuk menanyakan tanggung jawab dan perlindungan terhadap anaknya.

Mengenai upaya hak asuh ketiga anaknya yang akan ditempuh melalui pengadilan, SA mengungkapkan sudah melakukannya sejak awal kasus itu pada 2019.

"Kemarin tujuan saya pelaporan balik kan (ajukan hak asuh), setelah berjalan, mungkin saya jadikan dasar untuk masuk pengadilan untuk mendapatkan hak asuh. Hanya saja, ini viral lagi, ya mungkin saya selesaikan dulu ini," imbuhnya.

Polisi Desak Usut Kembali Kasus

Deputi V Kantor Staf Presiden bidang Politik, Hukum, Hankam, HAM dan Antikorupsi serta Reformasi Birokrasi, Jaleswari Pramodhawardani mengutuk keras tindakan perkosaan dan kekerasan seksual yang diduga dialami oleh tiga kakak beradik berusia di bawah 10 tahun. Pelaku disebut ayah kandungnya sendiri yang tinggal di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Jaleswari meminta Kapolri memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus. Hal tersebut jika ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019.

"Kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut," ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengatakan akan menurunkan tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Timi ini nantinya akan melakukan asesmen lanjutan atas penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur.

"Kami akan menurunkan tim untuk mendalami penanganan kasus ini. Kami harap semua pihak dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya," kata Bintang di Jakarta, Jumat (8/10).

Dia juga meminta semua pihak, khususnya pendamping kasus untuk turut serta mengumpulkan setiap informasi penting terkait kasus ini. Karena bukan tidak mungkin, kasus ini akan dibuka kembali, jika bukti-bukti yang diberikan kepada pihak kepolisian sudah cukup.

Hal Senada dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Ahmad Sahroni. Dia mengecam Kapolres Luwu Timur dan Kapolda Sulawesi Selatan yang tidak serius menanggapi laporan dugaan pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap tiga anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Dia mendesak polisi untuk segera membuka kembali kasus tersebut Sahroni mendorong Propam untuk mengusut langkah Kapolda dan Kapolres yang tidak melanjutkan laporan tersebut.

"Kapolres dan Kapolda harus bisa menjelaskan alasan di balik keputusan ini, kalau perlu libatkan Propam. Jangan sampai kita melenggangkan tindak pidana kekerasan seksual seolah ini adalah masalah ringan," tegasnya.

Pelapor Kasus Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur Diminta Ajukan Praperadilan

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyarankan pelapor maupun kuasa hukum mengajukan praperadilan terkait penghentikan penyelidikan kasus dugaan pencabulan oleh penyidik Polres Luwu Timur.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menjelaskan, jika hakim Praperadilan menyatakan penghentian penyidikan dilakukan polisi sah, maka kasus tersebut tidak dapat dibuka kembali. Namun menurut dia, jika hakim Praperadilan menyatakan penghentian penyidikan tidak sah, polisi wajib membuka kembali penyelidikan kasus tersebut.

"Bukti baru maksudnya dari hasil praperadilan itu. Jika Hakim memutuskan penghentian kasus tidak sah, maka penyidik wajib membuka lidik sidik lagi," ujar Poengky saat dihubungi merdeka.com, Jumat (8/10).

Polisi menyatakan tak menutup kemungkinan dapat kembali menindaklanjuti dugaan kasus pencabulan tersebut. Namun, hal itu bisa dilakukan jika adanya temuan bukti baru.

"Memang sudah dihentikan penyidikan, karena penyidik berkesimpulan tidak cukup bukti telah terjadi tipid (tindak pidana) pencabulan tersebut. Tetapi ini tidak final, apabila memamg ditemukan bukti-buktinbaru, maka penyidikan bisa dilakukan kembali," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan, Kamis (7/10).

Rusdi menjelaskan, penyelidikan kasus dugaan pencabulan itu dihentikan lantaran ketika hasil gelar perkara penyidik tidak menemukan bukti yang cukup untuk menaikkan kasus itu ke tahap penyidikan.

Rusdi mengatakan, hasil gelar perkara yang tidak cukup bukti sehingga penyidik mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus tersebut.

Namun Rusdi menegaskan penyelidikan kasus tersebut dapat dibuka kembali apabila penyidik menemukan bukti lain. Rusdi menerangkan sampai saat ini penyidik masih belum menemukan bukti lain untuk menindaklanjuti penyelidikan kasus tersebut.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kasus Pelecehan Seksual yang Dilaporkan Seorang Ibu dari Tahun 2021 Dihentikan, Ini Sebabnya
Kasus Pelecehan Seksual yang Dilaporkan Seorang Ibu dari Tahun 2021 Dihentikan, Ini Sebabnya

Kasus pelecehan yang sudah mangkrak sejak 2021 yang dilaporkan oleh seorang ibu di Medan akhirnya dihentikan oleh penyidik.

Baca Selengkapnya
Praperadilan LP3HI Ditolak, PN Jaksel Pastikan Kejagung Belum Hentikan Penyidikan Dito Ariotedjo
Praperadilan LP3HI Ditolak, PN Jaksel Pastikan Kejagung Belum Hentikan Penyidikan Dito Ariotedjo

Hakim PN Jaksel menilai hingga saat ini belum ada penghentian penyidikan Dito terkait kasus terkait BTS 4G Kominfo.

Baca Selengkapnya
Alasan Polisi Setop Usut Laporan Mahasiswi PKL yang Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual di NTB
Alasan Polisi Setop Usut Laporan Mahasiswi PKL yang Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual di NTB

Polisi menghentikan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan mahasiswi kampus ternama yang sedang menjalani program PKL di salah satu hotel.

Baca Selengkapnya
Heboh Suami Wakil Bupati Labuhanbatu Dipolisikan Gara-Gara Diduga Cabuli Keponakan
Heboh Suami Wakil Bupati Labuhanbatu Dipolisikan Gara-Gara Diduga Cabuli Keponakan

Dugaan pencabulan Suami Wakil Bupati Labuhanbatu terjadi di rumah istri kedua FS pada 5 Juli 2023.

Baca Selengkapnya
Ayah Bocah TK Korban Pencabulan di Jember Pertanyakan Nasib Kasus Anaknya, Ini kata Polisi
Ayah Bocah TK Korban Pencabulan di Jember Pertanyakan Nasib Kasus Anaknya, Ini kata Polisi

Korban diduga dicabuli oleh saudara sepupunya sendiri, mahasiswa ilmu kesehatan berinisial I-O, berkuliah di salah satu kampus terkemuka di Jember.

Baca Selengkapnya
Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang 2 Tahun Baru Terungkap, Ada Kesalahan Prosedur saat Olah TKP
Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang 2 Tahun Baru Terungkap, Ada Kesalahan Prosedur saat Olah TKP

Salah seorang tersangka kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang ditempatkan di rumah perlindungan.

Baca Selengkapnya
Kejagung Jelaskan Pengusutan Dugaan TPPU Johannes Rettob Terkait Pengadaan Pesawat dan Helikopter di Pemkab Mimika
Kejagung Jelaskan Pengusutan Dugaan TPPU Johannes Rettob Terkait Pengadaan Pesawat dan Helikopter di Pemkab Mimika

Mahkamah Agung (MA) sebelumnya lewat putusan kasasi telah mengetuk vonis bebas untuk dua terdakwa yakni Johannes Rettob dan Silvy Herawati.

Baca Selengkapnya
Komisi III Dorong Revisi UU Peradilan Anak
Komisi III Dorong Revisi UU Peradilan Anak

Dorongan revisi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni

Baca Selengkapnya
Jenderal Bintang Dua Perintahkan Tindak Tegas Anggota Polisi Cabuli Anak Tiri di Surabaya
Jenderal Bintang Dua Perintahkan Tindak Tegas Anggota Polisi Cabuli Anak Tiri di Surabaya

Kapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto menaruh perhatian khusus pada kasus dugaan pencabulan anak tiri oleh anggota Kepolisian di Surabaya.

Baca Selengkapnya
Anak Lapor Diperkosa Malah Dicabuli Polisi, KPAI Minta Polri Berbenah
Anak Lapor Diperkosa Malah Dicabuli Polisi, KPAI Minta Polri Berbenah

KPAI saat ini berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak .

Baca Selengkapnya
Perjuangan Ayah Cari Keadilan Usai Buah Hatinya Dicabuli, Lapor Polres Jember Sejak 9 Bulan tapi Kasus Mandek
Perjuangan Ayah Cari Keadilan Usai Buah Hatinya Dicabuli, Lapor Polres Jember Sejak 9 Bulan tapi Kasus Mandek

Oran tua korban sudah diperiksa. Tetapi setiap kali ditanya perkembangannya hanya diminta menunggu.

Baca Selengkapnya