Dugaan Data Pengguna e-HAC, KA-PDP Ingatkan Pentingnya Peran Otoritas Independen
Merdeka.com - Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi (KA-PDP) menilai pentingnya otoritas independen untuk memastikan kepatuhan sektor publik terkait perlindungan data pribadi. Usulan ini imbas dari dugaan kebocoran data warga dari aplikasi e-HAC.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, mengatakan keberadaan otoritas independen ini menjadi penting guna mendorong kepatuhan sektor publik terhadap prinsip-prinsip pemrosesan data pribadi yang baik.
"Menyerukan pentingnya otoritas pelindungan data pribadi (OPDP) yang independen," ucap Wahyudi dalam keterangan tertulis, Selasa (31/8).
-
Bagaimana DPR ingin agar sistem single data aman? Dirinya khawatir, di era digital seperti ini, sistem single data justru bisa dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk kejahatan.
-
Bagaimana melindungi data pribadi dari pencurian? Pastikan semua perangkat kamu memiliki perlindungan maksimal yang dapat memberikan peringatan tentang pencurian identitas dan kebocoran data.
-
Mengapa Pengelola Kata Sandi penting? Apabila ada peretas yang berhasil mengetahui akun sandi tersebut, maka berpotensi bisa mengakses semua akun yang pengguna miliki.
-
Kenapa harus ada batasan informasi diri? Meskipun berbagi tentang diri kita dapat membantu membangun hubungan, ada beberapa informasi pribadi yang sebaiknya tidak dibagikan sembarangan demi menjaga privasi dan keamanan.
-
Apa fungsi utama Pengelola Kata Sandi? Tujuannya untuk menghasilkan kata sandi yang kuat dan unik buat setiap akun. Jadi, jika ada satu kata sandi yang diretas misalnya, maka akun lainnya tak langsung kebobolan, kan?
-
Siapa yang bertanggung jawab atas verifikasi data KJMU di Jakarta? 'Temuan sementara berdasarkan pemadanan data kami sebanyak 624 orang perlu dicek kembali. Kami berupaya menyediakan basis data kependudukan yang akurat agar program-program Pemprov DKI Jakarta juga bisa tepat sasaran,' kata Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta Budi Awaluddin dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (13/3).
Dia mengulas kebocoran data e-HAC, aplikasi yang dikelola Kementerian Kesehatan, pertama kali ditemukan oleh VPN Mentor pada 15 Juli. VPN Mentor merupakan situs pengulas perangkat lunak VPN.
"Mereka berusaha menginformasikan kepada Kemenkes pada 21 dan 26 Juli 2021, tetapi tidak ditanggapi," imbuhnya.
Tindak lanjut dan penanggulangan kebocoran data aplikasi e-HAC baru dilakukan 1 bulan. Kemudian, pada 24 Agustus 2021, ketika VPN Mentor menginformasikan temuannya kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Dalam publikasinya, vpnMentor menyampaikan kebocoran data aplikasi e-HAC terjadi karena pengembang aplikasi gagal dalam mengimplementasikan protokol privasi data yang memadai.
Wahyudi melanjutkan, temuan dari vpnMentor kebocoran data dari e-HAC mencakupi informasi penting dan rahasia seperti rekaman pribadi dari berbagai rumah sakit dan pejabat Indonesia yang menggunakan aplikasinya.
Kemudian, ruang lingkup kebocoran data pribadi dari aplikasi e-HAC yakni data hasil tes Covid-19 (termasuk ke dalam kategori data sensitif), data akun e-HAC, data rumah sakit, data pribadi pengguna e-HAC (NIK/paspor, nama lengkap, nomor telepon, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, nama orang tua, dan seterusnya), dan data petugas pengelola e-HAC.
"Keseluruhan proses pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data pribadi dalam aplikasi e-HAC masuk ke dalam ruang lingkup penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dan sistem elektronik," jelasnya.
Berkaca dari kebocoran data aplikasi e-HAC, Wahyudi menilai ada tiga aturan tentang pelindungan yang masih lemah dalam melindungi data pribadi publik. Yakni sistem informasi kesehatan (SIK), perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik (PSTE), dan sistem pemerintahan berbasis elektronik (BSSN).
"Peraturan Pemerintah tentang SIK, PP PSTE, Permenkominfo 20/2016, Perpres SPBE, dan Peraturan BSSN 4/2021, dapat dikatakan belum memberikan pelindungan yang komprehensif terhadap data pribadi warga negara. Mengingat berbagai peraturan tersebut belum sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, dan cenderung tumpang tindih satu sama lain, sebagaimana sektoralisme pengaturan pelindungan data hari ini," lugasnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika lembaga yang mengaudit Sirekap bukan berasal dari lembaga independen akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, serangan terhadap PDNS 2 merupakan pelajaran yang berharga bagi semua pemangku kepentingan dalam mengelola sistem digital.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM beberkan peretasan PDN itu berisiko merugikan warga negara dalam tiga aspek.
Baca SelengkapnyaCak Imin menilai kembali terjadinya peretasan data negara membuat kebutuhan adanya Angkatan Siber.
Baca SelengkapnyaSebulan lagi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) berlaku setelah 17 Oktober 2022 diketok palu.
Baca SelengkapnyaUU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak hanya memiliki tujuan dan fungsi melindungi data pribadi setiap orang.
Baca SelengkapnyaMeski undang-undang ini sudah diberlakukan, penerapannya masih sering kali dianggap sebagai formalitas semata.
Baca SelengkapnyaHani Syopiar Rustam meminta dinas Dukcapil untuk menuntaskan perekaman KTP-el jelang Pilkada Serentak 2024.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi I DPR RI RI Sukamta kembali mempertanyakan mengenai hal ini karena Pemerintah belum juga memberi jawaban yang pasti.
Baca SelengkapnyaIa mengingatkan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar
Baca SelengkapnyaCSIRT pada seluruh kementerian dan lembaga harus berperan aktif dalam memperkuat sistem pengamanan data.
Baca SelengkapnyaYasonna mengatakan Akses keterbukaan terhadap dokumentasi dan informasi hukum nasional harus dibuka seluas-luasnya.
Baca Selengkapnya