Edaran hate speech disebabkan kasus Tolikara dan Aceh Singkil

Merdeka.com - Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Charliyan mengungkapkan alasan Kapolri mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015 yang diteken pada 8 Oktober lalu, karena menengok beberapa konflik horizontal berbau SARA yang terjadi Tolikara, Papua dan pembakaran gereja di Aceh Singkil.
Anton mengatakan bahwa dua kasus terakhir itu cukup menyita perhatian Kapolri, pasalnya polisi mencium adanya provokasi dan pernyataan berbau rasis dari salah satu pihak di dunia maya. Selain itu, sebelum bentrokan yang berujung pada pembakaran rumah ibadah, massa dari kedua belah pihak termonitor berkumpul di dunia maya dan terlibat perang opini.
"Dua kasus yang paling dekat adalah kasus masalah Papua Tolikara, mereka berkumpul di dunia maya, waktu di Singkil, ada yang provokasi membakar gereja didapatkan di dunia maya," kata Anton di Gedung Humas Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (2/11).
Lanjut Anton, hal tersebut diketahui, karena polisi memiliki alat yang dapat mendeteksi perilaku netizen di dunia maya, sehingga kasus tersebut dapat diketahui awal mulanya. Selain itu, dia juga menambahkan tidak hanya media sosial yang akan menjadi objek pantauan, namun juga semua media di ruang publik, baik banner, spanduk, stiker, hingga orasi dan ceramah-ceramah.
"Jadi kita punya mesinnya, ketika kita klik satu kata yang kurang pantas maka akan ketahuan siapa saja yang berkicau," terangnya.
"Bukan medsos saja semuanya dalam orasi kegiatan banner jaring medsos penyampaian pendapat ceramah elektronik maupun pamflet semua kita pantau. Kita banyak temukan setiap hari kata-kata yang kurang pantas di medsos, prihatin tidak jika di dunia maya kebun binatang muncul," tukasnya saat jumpa pers.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya