Edhy Prabowo Klaim Istri Tak Tahu-menahu Soal Izin Ekspor Benur
Merdeka.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membantah istrinya, Iis Rosita Dewi turut kecipratan aliran suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bahkan, Edhy mengklaim istrinya tak tahu menahu soal izin ekpor benur.
"Saya yakin dia enggak tahu apa-apa, istri saya kan juga anggota DPR, dia kan punya uang juga. Bahkan seingat saya, yakin itu uang dia yang dikelola saudara Faqih juga kan ditahan di KPK," ujar Edhy di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/1).
Edhy meminta KPK untuk membuktikan semua sangkaan terhadap dirinya dan istri. Edhy menyatakan siap menerima konsekuensi apa pun selama KPK bisa membuktikan apa yang dituduhkan.
-
Apa yang di periksa KPK? 'Yang jelas terkait subjek saudara B (Bobby) ini masih dikumpulkan bahan-bahannya dari direktorat gratifikasi,' kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung KPK, Kamis (5/9).
-
Siapa yang akan PDIP ajukan sebagai saksi? PDIP tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang. Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengungkapkan, PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil Pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Mengapa KPK tetap lanjutkan usut kasus Eddy Hiariej? 'Setelah KPK melakukan analisis mendalam dan dibahas dalam satu forum bersama seluruh pimpinan, struktural penindakan dan tim Biro Hukum KPK. Telah diputuskan bahwa KPK tetap melanjutkan penanganan perkara tersebut.'
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
"Makanya perlu pembuktian. Saya pikir yang anda juga harus ketahui, saya kan ada di sini, saya enggak lari, saya akan terus menyampaikan, saya siap menerima konsekuensi sebagai seorang menteri, saya juga tidak bicara apa yang saya lakukan itu benar atau salah, tetapi sebagai komandan saya bertanggung jawab terhadap kesalahan anak buah saya," kata dia.
Sementara itu, Transparency International Indonesia (TII) meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan keterlibatan Iis Rosita Dewi anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra yang juga istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, soal perkara dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur.
Peneliti TII Alvin Nicola menilai bila KPK bisa mendalami keterlibatan Iis Rosita Dewi dengan dua peluangan pasal, yakni Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pasal suap dan gratifikasi.
"Ada dua peluang untuk didalami KPK. Pertama jika benar aliran uang ke istri EP itu datang langsung dari EP, bisa menggunakan pasal TPPU. Dan yang kedua, yang harus diingat juga istri EP ini juga pejabat publik, artinya sangat mungkin menggunakan pasal suap dan gratifikasi," kata Alvin saat dihubungi merdeka.com.
Selain itu, Alvin juga menyoroti terkait latar belakang istri Edhy tersebut yang berposisi sebagai anggota DPR memiliki potensi adanya perdagangan pengaruh.
"Sebenarnya ada satu lagi yang bisa memberatkan yaitu perdagangan pengaruh mengingat kapasitas istri EP sebagai anggota DPR," katanya.
Walaupun, kata Alvin, terksit perdagangan pengaruh belum diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, menurutnya KPK memiliki pengaman untuk menangani kasus seperti itu, sebagaimana perkara perdagangan pengaruh dalam kasus mantan Presiden Luthfi Hasan Ishaaq dan mantan Ketua DPD Irman Gusman, yang keduanya menjual pengaruh sebagai pejabat negara untuk membantu suatu urusan yang bukan kewenangannya.
"Namun belum diatur didalam UU Tipikor kita, walaupun KPK punya pengalaman di kasus Irman Gusman dan LHI (Luthfi Hasan Ishaaq)," katanya.
Diberitakan sebelumnya, tim penyidik memeriksa Alayk Mubarrok, salah satu tenaga ahli anggota DPR Iis Rosita Dewi. Alayk sendiri dicecar soal aliran uang yang diterima Edhy Prabowo, Amril Mukminin, dan Iis Rosita Dewi. Iis merupakan istri dari Edhy Prabowo yang turut diamankan dalam operasi tangkap tangan namun dilepaskan.
"Alayk Mubarrok (wiraswasta), dikonfirmasi terkait posisi yang bersangkutan sebagai salah satu tenaga ahli dari istri EP yang diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh EP dan AM yang kemudian diduga ada penyerahan uang yang diterima oleh istri EP melalui saksi ini," kata Ali.
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.
Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Eko Darmanto menjalani pemeriksaan di Gedung KPK atas kasus dugaan gratifikasi.
Baca SelengkapnyaPencegahan ke luar negeri dilakukan berbarengan dengan naik proses penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU di Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Baca SelengkapnyaPN Jaksel membatalkan penetapan tersangka Eddy Hiariej karena KPK kurang bukti.
Baca SelengkapnyaIa juga menekankan, proses penyelidikan hingga penyidikan dan penetapan tersangka telah sesuai oleh penyidik KPK.
Baca SelengkapnyaRafael Alun sendiri terjerat kasus gratifikasi dan TPPU.
Baca SelengkapnyaDirektur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan KPK tidak takut dengan laporan tersebut
Baca SelengkapnyaPegi bakal mengajukan praperadilan terkait status tersangka dan penahanan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon dilakukan Polda Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaAep merasa tuduhan Dede dalam kasus Vina-Eky Cirebon di konten Dedi Mulyadi membuatnya dan keluarga terintimidasi.
Baca SelengkapnyaKubu mantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej menuding Alexander Marwata menggiring opini dan menyebarkan hoaks terkait penetapan tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Baca SelengkapnyaEddy Cs menggugat KPK terkait penetapan status tersangka kasus dugaan gratifikasi dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Baca SelengkapnyaKPK akan tetap siap menghadapi gugatan yang diajukan kembali oleh Eddy.
Baca SelengkapnyaPDIP menyarankan pembuktian kesaksian mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal dugaan intervensi Presiden Jokowi di kasus E-KTP.
Baca Selengkapnya