Edhy Prabowo Siap Dihukum Mati Karena Kasus Korupsi: Saya Tidak Akan Lari
Merdeka.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo siap menjalani proses hukum kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Bahkan, Edhy menyatakan siap jika dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum pada KPK.
"Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," ujar Edhy usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/2).
Pernyataan ini merespons pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Oemar Sharif Hiariej yang menilai menteri terlibat korupsi di masa pandemi layak dihukum mati. Selain itu, Ketua KPK Firli Bahuri juga pernah menyatakan bahwa siapapun yang melakukan korupsi di masa pandemi, bisa dituntut hukuman mati.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Kasus apa yang sedang diusut KPK terkait Eddy Hiariej? KPK bersikukuh terus melanjutkan pengusutan dugaan korupsi dan gratifikasi yang menyeret Eddy Hiariej.
-
Siapa yang ditangkap KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Siapa yang ditetapkan tersangka oleh KPK? Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus Harun Masiku.
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
Edhy Prabowo mengklaim yang dilakukan demi kepentingan masyarakat terutama para nelayan. Selama ini, Edhy menyebut masyarakat tak bisa menikmati hasil laut terutama lobster. Menurut Edhy, setiap nelayan mengambil lobster malah ditangkap. Atas dasar itu Edhy membuka keran izin ekspor benur.
"Intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat, akhirnya saya di penjara, itu sudah menjadi risiko bagi saya," kata dia.
Edhy berjanji tidak akan menutupi kasus ini dan kooperatif menjalani proses hukum.
"Saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan, proses peradilan berjalan, makanya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa yang saya lakukan pasti benar, enggak," kata Edhy.
Edhy mengakui keran ekspor benur yang dibukanya tidak 100 persen berjalan tanpa celah. Namun, Edhy meyakini keputusannya membuka ekspor benur melalui peraturan menteri (Permen) untuk memenuhi keinginan masyarakat, bukan pribadinya.
"Permen yang kami bikin itu bukan atas dasar keinginan menteri, tapi keinginan masyarakat yang selama ini rakyat menangkap (lobster) malah ditangkap, tidak boleh menikmati sumber daya alam yang ada, sekarang kita hidupkan. Ini kan permintaan dari mereka yang sudah diajukan semua kelompok, pemerintah, DPR. Ini saya tindaklanjuti. Kalau engak percaya tanya saja masyarakat," kata Edhy.
Menurut Edhy, ekspor benur diizinkan untuk membantu perekonomian masyarakat, khususnya para nelayan di tengah Pandemi Covid-19. Dengan dibukanya izin ekspor benur, masyarakat memiliki pekerjaan tambahan. Bahkan dia menyebut izin ekspor benur menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama 3 bulan itu, ada Rp40 miliar sudah terkumpul, bandingkan dengan peraturan yang lama seribu ekor hanya Rp250. Di zaman saya satu ekor seribu minimal, makanya terkumpul uang itu," kata dia.
Edhy dijerat dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur di KPK. Selain Edhy KPK juga menjerat enam tersangka lainnya.
Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi (AMP) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Oemar Sharif Hiariej menyatakan, menteri yang terlibat korupsi di masa pandemi layak dihukum mati. Untuk diketahui, ada dua menteri yang melakukan korupsi di masa pandemi.
Pertama, Edhy Prabowo. Dia dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan setelah menjadi tersangka kasus ekspor benih lobster atau benur.
Kedua, Juliari Batubara. Dia juga dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Sosial usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial yang diperuntukkan masyarakat terdampak pandemi.
"Kasus kasus korupsi yang terjadi pada era pandemi seperti yang kita ketahui bersama misalnya bahwa dua mantan menteri terkena OTT KPK pada akhir tahun 2020, yang satu akhir bulan november, yang satu pada tanggal 4 Desember," katanya dalam sebuah diskusi UGM dikutip Rabu (17/2).
"Bagi saya kedua mantan menteri ini melakukan hal korupsi yang kemudian kena OTT KPK bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 ayat 2 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang mana pemberantannya sampai pada pidana mati," tuturnya.
Edward menjelaskan dua alasan pemberat bagi kedua orang ini. Pertama mereka melakukan kejahatan itu dalam keadaan darurat Covid 19. Kedua, mereka melakukan kejahatan itu dalam jabatannya sebagai menteri.
"Jadi dua dua hal yang memberatkan itu sudah lebih dari cukup untuk diancam pasal 2 ayat 2 undang-undang Pemberantasan tindak pidana korupsi," ucapnya.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terpidana kasus korupsi izin ekspor benih lobster atau benur Rp25,7 miliar itu bebas usai menjalani penahanan selama hampir 3 tahun di Lapas Tangerang
Baca SelengkapnyaEdhy Prabowo dikenakan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Kelas II Ciangir selama menjalani PB.
Baca SelengkapnyaCawapres nomor urut tiga ini menyebut, pernah adanya perdebatan yakni apakah orang yang tersandung korupsi bisa dikasih remisi atau tidak.
Baca SelengkapnyaBukan berada di balik jeruji, Edhy justru bisa wara-wiri menghirup udara bebas. Apa yang sebenarnya terjadi?
Baca SelengkapnyaGhufron meminta pemerintah memberikan dukungan kepada KPK dalam pemberantasan korupsi.
Baca SelengkapnyaPimpinan KPK tak meminta Ketua KPK Firli Bahuri mundur dari jabatan meski sudah ditetapkan sebagai tersangka pemerasan
Baca SelengkapnyaDewas KPK menyebut, seharusnya Firli Bahuri mundur sementara atau nonaktif dari jabatan sebagai pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaEko Darmanto menjalani pemeriksaan di Gedung KPK atas kasus dugaan gratifikasi.
Baca SelengkapnyaKPK akan tetap siap menghadapi gugatan yang diajukan kembali oleh Eddy.
Baca SelengkapnyaMasa jabatan Firli sebagai Ketua KPK akan berakhir pada tanggal 20 Desember 2023.
Baca SelengkapnyaPrabowo Subianto bertekad memberantas korupsi. Masalah ini dianggap menjadi persoalan serius di Indonesia.
Baca SelengkapnyaEddy diduga menerima suap dari Direktur PT Cipta Lampia Mandiri.
Baca Selengkapnya