Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Eks menko perekonomian era Megawati sudah ingatkan bahaya terbitkan SKL BLBI

Eks menko perekonomian era Megawati sudah ingatkan bahaya terbitkan SKL BLBI Kwik Kian Gie. ©2014 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Mantan Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kwik Kian Gie mengaku sempat memperingatkan kabinet era Megawati Soekarnoputri bahwa penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berbahaya dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Hal itu ia ungkap saat menjadi saksi dalam sidang korupsi penerbitan SKL BLBI oleh terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Kwik bercerita pernah menghadiri tiga kali rapat kabinet membahas penerbitan SKL. Alasannya saat itu guna menentukan status hukum bagi obligor yang telah memenuhi kewajibannya atau hukum bagi obligor yang tidak memenuhi kewajibannya.

Orang lain juga bertanya?

Dari awal rapat hingga akhir, Kwik menentang keras dan menolak adanya penerbitan SKL. Di rapat pertama dan kedua, penolakan Kwik berhasil, namun saat rapat ketiga pemerintah yang dipimpin oleh Megawati tetap memutuskan adanya SKL.

"Prinsipnya pemerintah terbitkan SKL saya sangat menentang dan saya berhasil menggagalkan 2 kali. Saya umumkan SKL sangat berbahaya dan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari," ujar Kwik, Kamis (5/7).

Dia mengatakan saat itu ada pengelompokan obligor kooperatif dan tidak kooperatif. Pengertian obligor kooperatif menurut Kwik adalah obligor yang patuh dengan memenuhi panggilan instansi terkait seperti BPPN ataupun KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) guna melakukan klarifikasi.

Namun pengelompokan seperti itu menurut Kwik tidak menjadi jaminan kewajiban obligor untuk membayar hutang kepada negara terpenuhi.

"Menurut saya obilgor kooperatif itu tidak hanya datang saat dipanggil, datang itu belum menentukan masalah. Bisa saja sikapnya kooperatif tetapi de facto tidak membayar uang kas negara yang sesuai," ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan kasus yang menyeret Syafruddin, jaksa penuntut umum pada KPK kemudian menanyakan kelompok BDNI saat itu dan dijawab Kwik adalah obligor tidak kooperatif.

Dia mengatakan saat proses kewajiban obligor berlangsung, BDNI diketahui tidak mampu mengembalikan uang bantuan negara melalui BLBI. Sebagai solusinya, KKSK yang sempat diketuai oleh Kwik meminta Sjamsul Nursalim memberikan personal guarantee. Pertimbangan Kwik saat itu adalah agar seluruh pemilik perusahaan bertanggung jawab atas seluruh kekayaan pribadinya.

Namun hingga Kwik tidak menjabat lagi sebagai ketua KKSK permintaan personal guarantee belum terpenuhi. Permintaan personal guarantee pun tidak diminta oleh BPPN.

"Personal guarantee adalah hal penting karena saya yakin obligor BLBI akan kembali lagi kaya raya. Yang kita lihat sekarang ini betapa kayanya Sjamsul Nursalim dengan mudah membayar hutang itu,: ujarnya.

Diketahui saat krisis melanda Indonesia, sejumlah bank mengalami gonjang-ganjing akibat penarikan uang oleh nasabah secara serentak. Agar tidak menimbulkan kerugian berkelanjutan, negara menggelontorkan BLBI kepada sejumlah obligor dengan total keseluruhan Rp 144 triliun, BDNI termasuk didalamnya.

Seiring berjalannya waktu BDNI dengan kepemilikan saham terbesar adalah Sjamsul Nursalim dianggap misrepresentatif karena membebankan piutang ke petani tambak PT Dipasena, Darmaja dan PT Wachyuni Mandira yang tidak mampu menyelesaikan kewajiban utang.

Sjamsul pun diwajibkan bertanggung jawab membayar Rp 4,58 sebagaimana aset yang dilimpahkan BDNI ke perusahaan tambak tersebut. Namun, belum selesai Sjamsul menyelesaikan kewajibannya, Syafruddin menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap BDNI.

Ia pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(mdk/eko)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sekjen PDIP Akui Megawati Bertemu Sri Mulyani
Sekjen PDIP Akui Megawati Bertemu Sri Mulyani

Menurut Hasto, Megawati dan Sri Mulyani bertemu rutin secara tertutup.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Sri Mulyani Temui Megawati Usai Dipanggil Jokowi, Sekjen PDIP Blak-blakan Isi Bahasan
VIDEO: Sri Mulyani Temui Megawati Usai Dipanggil Jokowi, Sekjen PDIP Blak-blakan Isi Bahasan

Hasto Kristiyanto membenarkan adanya pertemuan antara Menkeu Sri Mulyani dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri

Baca Selengkapnya
Pastikan Hadiri Undangan MK, Airlangga: Kita Akan Jelaskan Mekanisme APBN dan Bansos
Pastikan Hadiri Undangan MK, Airlangga: Kita Akan Jelaskan Mekanisme APBN dan Bansos

Airlangga akan menjelaskan bagaimana mekanisme dalam pembagian bansos

Baca Selengkapnya
Gara-Gara Ini, Pengusaha Sawit Khawatir Investasi Dalam Negeri Bakal Terganggu
Gara-Gara Ini, Pengusaha Sawit Khawatir Investasi Dalam Negeri Bakal Terganggu

Kejaksaan Agung (Kejagung) bahkan telah menggeledah tiga lokasi berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Baca Selengkapnya
Kejagung Bakal Periksa Pejabat LPEI Terkait Dugaan Fraud Rp2,5 Triliun Empat Perusahaan
Kejagung Bakal Periksa Pejabat LPEI Terkait Dugaan Fraud Rp2,5 Triliun Empat Perusahaan

Pemeriksaan pejabat LPEI karena bertanggung jawab dalam proses peminjaman dana kepada empat perusahaan tersebut.

Baca Selengkapnya
Kejagung Koordinasi dengan KPK Tangani Kasus LPEI, Tidak Ingin Ada Tumpang Tindih
Kejagung Koordinasi dengan KPK Tangani Kasus LPEI, Tidak Ingin Ada Tumpang Tindih

Kejagung berkoordinasi lintas instansi dalam menangani perkara ini.

Baca Selengkapnya
Izin Usaha BPR Lubuk Raya Mandiri Dicabut, LPS Jamin Nasabah Masih Bisa Bayar Cicilan
Izin Usaha BPR Lubuk Raya Mandiri Dicabut, LPS Jamin Nasabah Masih Bisa Bayar Cicilan

Nasabah diminta tidak perlu ragu untuk menyimpan uangnya di perbankan karena dijamin LPS.

Baca Selengkapnya
Utang Jatuh Tempo RI Capai Rp800 Triliun pada 2025
Utang Jatuh Tempo RI Capai Rp800 Triliun pada 2025

Kepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.

Baca Selengkapnya