Eksekusi lahan di Pekanbaru, warga bakar ban dan menangis histeris
Merdeka.com - Pelaksanaan eksekusi terhadap lahan seluas dua hektar di Jalan Pesantren Kelurahan Kulim Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru Riau Kamis (3/12), berlangsung ricuh. Warga yang merasa dizholimi menuding pelaksanaan eksekusi tidak tepat. Sebab, warga mengaku masih melakukan upaya perlawanan di pengadilan, namun proses eksekusi mulai dilakukan.
Pantauan merdeka.com di lapangan, puluhan warga tampak memadati ruas jalan menuju lahan yang dipersengketakan antara 17 Kepala Keluarga (KK) dan Chenny Taher. Tidak sampai di situ, warga juga menutup jalan dengan tumpukan kayu dan ban. Tumpukan itu dibakar sebagai upaya penghadangan terhadap petugas yang melakukan eksekusi.
Tak ingin ada kericuhan, petugas kepolisian yang mengawal proses eksekusi itu terlihat merapatkan barisan dengan dilengkapi tameng dan pemukul. Petugas pun memadamkan api yang membara dan menghasilkan asap tebal dengan menyemprotkan air dari selang yang telah disiapkan.
-
Mengapa eksekusi lahan itu ricuh? Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira membenarkan anggotanya mengalami luka akibat sabetan sajam saat PN Jambi melakukan eksekusi.
-
Apa yang bikin warga resah? Momen teror suara ketuk puntu rumah yang terekam di kamera CCTV ini bikin warga sekitar resah.
-
Apa keluhan utama warga Desa Turus Patria? 'Warga di Desa Turus Patria ini punya keluhan terkait beberapa hal. Yang paling utama adalah soal infrastruktur jalan. Sebab akibat akses jalan menuju desa kami rusak, ini menyebabkan semua hal yang ada di daerah kami terasa tertinggal.'
-
Mengapa orang merasa kecewa? Kecewa adalah puncak dari kemarahan yang sudah tidak bisa lagi dilampiaskan melalui emosi yang meluap-luap.
-
Kenapa warga resah? Momen teror suara ketuk puntu rumah yang terekam di kamera CCTV ini bikin warga sekitar resah.
-
Mengapa warganet menyayangkan tindakan tukang parkir tersebut? Sebagian besar mereka menyayangkan perilaku juru parkir tersebut.
Tidak terima hal tersebut, warga kemudian menghujani petugas dengan batu dan benda-benda lainnya. Bahkan, sejumlah wanita tampak menangis histeris menghadapi proses eksekusi tersebut.
"Seperti ini nasib rakyat kecil. Kalian (polisi) bukannya membantu kami malah tegak bersama mereka (eksekutor)," teriak seorang ibu sambil menghadang pergerakan polisi yang mencoba mensterilkan jalan.
Bahkan, sang ibu juga sempat mengancam untuk mengorbankan nyawanya, jika petugas meneruskan proses eksekusi lahan yang mulai dipersengketakan semenjak tahun 1900-an tersebut.
"Kalian maju, aku siap mati. Aku tak peduli," lanjutnya meradang. Namun, hal tersebut urung terjadi karena ibu tersebut langsung diamankan warga lainnya.
Petugas terus bergerak menyisir jalanan, sehingga warga yang sebelumnya memadati jalanan bergeser ke tepi. Sementara, alat berat berupa eskavator mengikuti di belakang brikade pasukan polisi yang mensterilkan jalan.
Karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ratusan warga hanya bisa memandangi petugas melaksanakan eksekusi. Sejumlah batang sawit dan tanaman lain yang berada di atas lahan, ditumbangkan. Begitu juga rumah-rumah yang sebelumnya telah dikosongkan penghuninya dalam sekejap rata dengan tanah.
Kepada wartawan, masyarakat yang terdiri dari 17 KK melalui Kuasa Hukumnya, menyayangkan proses eksekusi yang terkesan dipaksakan tersebut. Menurut Rohyal Hasibuan, selaku Ketua Tim Kuasa Hukum warga menyebutkan, objek sengketa antara kedua belah pihak kabur.
"Menurut saya, eksekusi ini tidak benar. Seharusnya, dalam berita acara eksekusi harus jelas dulu batasnya. Pelaksanaan eksekusi harus berdasarkan surat ukur. Sekarang kan tidak, ini main tunjuk aja. Tidak pernah dilakukan rekonstruksi surat ukur," ungkap Rohyal Hasibuan di sela-sela proses eksekusi.
Rohyal menduga objek sengketa ini kabur. Menurutnya, Jalan Pesantren ada dua. Dia menduga, objek sengketa yang dipermasalahkan pihak pemohon eksekusi adalah bukan objek yang dieksekusi sekarang.
"Sertifikat awalnya itu ada Bukit Barisan, Tangkerang Timur. Sebagian lahan itu ada di Tangkerang Timur. Sementara, surat orang itu (pemohon) kulim semuanya.
Pelaksanaan eksekusi yang dibacakan tadi, berada di Kulim semua," kata dia.
Rohyal juga mengatakan proses eksekusi tersebut tidak tepat. Karena kliennya masih ada upaya perlawanan yang diajukan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Saat ini, proses tersebut masih bergulir di pengadilan.
"Upaya perlawanan masih dilakukan, namun mereka langsung saja mengeksekusi. Ini tidak benar. Juga, tidak terlihat pihak BPN di sini," pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum pihak pemohon, Andika Surya Saputra, menyebut kalau pelaksanaan eksekusi ini diawali keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
"Perkara ini sudah inkrah. Makanya, dilakukan eksekusi," sebut Andika.
Dikatakannya, objek yang dieksekusi ini telah dipersengketakan kedua belah pihak sejak 2010 silam. "Sebelumnya, pada 1996 sudah juga dimulai. Di situ perkara induknya," ujar Andika.
Saat ditanya mengenai tudingan pihak warga kalau objek sengketa tidak jelas, Andika menjawab diplomatis. "Silakan saja. Yang jelas, dalam putusan tersebut sudah sah dan menyatakan klien kami menang. Perintah pengadilan, lahan ini harus dikosongkan," tegasnya.
Dijelaskannya, kliennya telah lama memiliki lahan tersebut. Karena, Chenny Taher selaku pemohon tidak berdomisili di wilayah tersebut, lahan tersebut akhirnya ditempati oleh warga.
"Mereka numpang nanam. Hingga mereka membuat rumah permanen. Bahkan, sudah ada RT dan RW. Mereka lah yang buat surat tanah itu," terangnya.
Namun, menurut Andika, surat warga yang memiliki alas hak berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) telah dibatalkan pihak pengadilan. "Mereka punya surat SKGR. Sementara, kita sertifikat," pungkasnya. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penembakan peluru karet itu telah sesuai prosedur setelah dilakukan imbauan dan tembakan gas air mata.
Baca SelengkapnyaLalu lintas truk angkutan material proyek pembangunan di wilayah Pantura, Kabupaten Tangerang memicu kemarahan warga.
Baca SelengkapnyaUnjuk rasa warga Dago Elos berujung tindakan represif dari kepolisian.
Baca SelengkapnyaWarga menolak aktivitas tambang karena membuat mereka gagal panen dan tercemarnya lingkungan.
Baca SelengkapnyaBeberapa Caleg yang diduga tak meraup suara banyak pun mengalami kekecewaan.
Baca SelengkapnyaAksi pembakaran ban, spanduk dan poster pecah usai hasil putusan MK terkait gugatan sengketa Pilpres 2024 mendapat penolakan dari masyarakat pendukung 01 & 03.
Baca SelengkapnyaWarga menyebut Peraturan Bupati soal jam operasional truk tambang di wilayah Kosambi sekadar pajangan. Mereka minta pemkab tutup aktivitas tambang.
Baca SelengkapnyaBeredar di media sosial, warga ramai-ramai mancing di sebuah kubangan. Terlihat lubang tersebut berukuran cukup besar dan berada di tengah jalan.
Baca SelengkapnyaPengendara yang lewat kerap tergelincir karena jalan menjadi kubangan lumpur. Anak-anak sekolah pun terpaksa melepas sepatu saat melintas.
Baca SelengkapnyaTujuh warga di Kabupaten Blora mengalami penganiayaan oleh karyawan perusahaan tambang setelah mereka mengajukan protes terkait pencemaran udara.
Baca SelengkapnyaWarga membawa truk pengangkut sampah lalu menumpahkannya di kedua kantor itu.
Baca SelengkapnyaAksi demonstrasi itu dilakukan di Jalan Ir. H. Juanda, Depok.
Baca Selengkapnya