Enam alasan hukuman mati di Indonesia harus dihapus
Merdeka.com - Hukuman mati dinilai oleh beberapa aktivis sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan tidak patut untuk dilakukan sebagai pemberi efek jera. Menurut peneliti dari Imparsial, Gufron Mabruri ada enam hal yang menyebabkan hukuman mati tidak perlu dilakukan.
Poin pertama adalah belum adanya penelitian yang menunjukkan bahwa hukuman mati dapat memberikan efek jera.
"Pertama kaitannya hukuman mati untuk efek jera. Sampai hari ini kalau kita baca laporan dalam lembaga atau berita tidak ada fakta objektif yang menujukkan bahwa hukuman mati membawa efek jera," kata Gufron dalam sebuah diskusi, di Sekretariat Imparsial, Jalan Tebet Dalam IVJ Nomor 5B, Jakarta Selatan, Minggu (9/4).
-
Kenapa dibentuk peringatan anti hukuman mati? Alasan terakhir tersebut yang kemudian dibentuk peringatan khusus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penolakan hukuman mati untuk menghormati hak asasi manusia.
-
Kenapa hukum di Indonesia mengecewakan? 'Ada tiga kata yang sangat penting di dalam orasi ini yaitu kata etika, moral dan hukum semua kata itu, rangkaian kata itu penting, tapi saya akan bicara etika, moral dan hukum. Kenapa topik ini dipilih, karena kita punya hukum tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan,' kata Mahfud MD di Jakarta, Kamis (30/11).
-
Bagaimana Amnesty International membantu menghapus hukuman mati? Ketika Amnesty International mulai bekerja pada tahun 1977, hanya 16 negara yang telah menghapuskan hukuman mati. Saat ini, jumlah tersebut telah meningkat menjadi 108, lebih dari separuh jumlah negara di dunia.
-
Kenapa hukum dibuat? Hukum memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan, ketentraman sekaligus keamanan.
-
Siapa yang berpendapat hukuman mati melanggar hak asasi manusia? Amnesty International berpendapat bahwa hukuman mati melanggar hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup dan hak untuk hidup bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
-
Kenapa korban dibunuh? 'Oleh karena pelaku menolak untuk membayar 100 ribu selanjutnya korban memaki-maki dan mengancam pelaku dengan kata-kata yang kasar dan mengancam untuk memanggil abang-abang (keluarga) yang daripada korban,' kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, Kamis (25/4).
Selain itu, juga tidak bisa memberikan koreksi diri bagi para pelaku kejahatan. "Kedua, hukuman mati tidak memberikan ruang koreksi diri. Karena bagaimana melakukan koreksi kalau mereka sudah di eksekusi," ujarnya.
Selain itu, banyak juga kasus lainnya yang terjadi selama masa mengunggu proses eksekusi dilakukan. Penyiksaan tersebut dalam bentuk psikologis.
"Ketiga idenktik dengan kasus penyiksaan selama menuggu putusan dan juga ke empat membuat darurat kematian mendapatkan hukuman yang berlipat," ungkapnya.
Menurut Gufron, hukuman mati juga melanggar hak kostitusional dan harus dilindungi pemerintahan. "Itu melanggar hak konstitusi semua warga negara harus dilindungi hak hidupnya oleh pemerintah," tuturnya.
Terakhir, lanjut Gufron, hukuman mati tidak searah dengan pemidanaan moderen yang biasanya berpijak pada upaya rehabilitasi, resosialisasi dan bukan dalam aspek balas dendam.
"Tentu tidak selaras dengan pemidanaan moderen bagaimana tujuan untuk mendorong koreksi menjadi tanan nilai sebagai moderen dalam upaya mendorong upaya perbaikan dalam hal hak hidup," lanjut Gufron.
Oleh karena itu, bagian researcher, Imparsial menyarankan, pemerintah untuk mengadakan moratorium, menghapuskan hukuman mati sebagai hukuman pokok menjadi hukuman alternatif, membentuk tim independen untuk menelaah kasus vonis mati lebih lanjut.
"Pemerintah sebisa mungkin konsisten dengan apa yang sudah diwacanakan untuk menjadikan hukuman mati sebagai hukuman alternatif," kata Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra menambahkan. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Habiburokhman menambahkan hukuman mati sudah tidak diberlakukan sejak disahkannya KHUP baru
Baca SelengkapnyaPengadilan Militer II-08 Jakarta memvonis tiga terdakwa pembunuhan Imam Masykur Praka RM, Praka HS dan Praka J seumur hidup.
Baca Selengkapnya