Epidemiolog: Memicu Kerumunan Melanggar UU Wabah Baik Sengaja atau Tidak
Merdeka.com - Epidemiolog Windhu Purnomo mengatakan bahwa siapapun yang memicu kerumunan, maka dia telah melanggar Undang-Undang nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Sekalipun orang yang memicu kerumunan itu berdalih bahwa dia tidak sengaja, namun kata dia, tetap saja orang tersebut telah melanggar hukum.
Dalam pasal 14 ayat 1 UU tersebut, tertulis bahwa siapapun yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah akan diancam pidana penjara 1 tahun dan atau denda Rp1.000.000.
"Memicu kerumunan itu merupakan pelanggaran undang-undang wabah karena mereka termasuk menghalang-halangi penanggulangan wabah. Baik sengaja atau tidak," kata Windhu saat dihubungi merdeka.com, Rabu (24/2).
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
-
Apa makna Sila Ke-1? Makna sila ke 1 yang berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa' adalah bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bertuhan dan memercayai keberadaan Tuhan.
-
Bagaimana polisi dapat berkontribusi dalam penanganan Covid-19? Operasi Aman Nusa II menjadi studi kasus utama yang memperlihatkan bagaimana kepolisian, dengan sumber daya dan kapasitasnya, dapat berkontribusi signifikan terhadap penanganan krisis kesehatan publik.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Siapa yang dituntut 4 tahun penjara? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sesuai dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh Kemenkes dan Satgas Covid-19, disebutkan bahwa setiap orang harus menerapkan 5M, ada unsur menjaga jarak dan menghindari kerumunan dalam protokol tersebut. Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa siapapun yang memicu kerumunan maka telah melanggar aturan yang dibuat oleh negara.
"Kalau kerumunannya tidak disengaja, berarti itu kelalaian masuknya, itu pun perlu dihukum kalau kelalaian. Seperti orang menabrak saja. Nah apalagi kalau disengaja, hukumannya lebih berat" ujarnya.
Seperti yang diketahui, beredar video warga mengerumuni mobil yang ditumpangi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ia melakukan kunjungan kerja di Maumere, Nusa Tenggara Timur pada hari Selasa kemarin (23/2).
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan bahwa kerumunan tersebut terjadi secara spontanitas. Saat perjalanan, masyarakat sudah menunggu rangkaian Presiden Jokowi di pinggir jalan dan saat rangkaian melambat, masyarakat maju ke tengah jalan dan membuat rombongan Jokowi berhenti.
"Sehingga membuat iring-iringan berhenti. Kebetulan mobil yang digunakan Presiden atapnya dapat dibuka, sehingga Presiden dapat menyapa masyarakat, sekaligus mengingatkan penggunaan masker," kata Bey Machmudin.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga itu mengatakan bahwa dalam situasi pandemi, seharusnya pihak istana sudah tahu bahwa setiap orang wajib mematuhi protokol kesehatan, siapapun itu. Karena kata dia, aturan tersebut berlaku bukan hanya untuk masyarakat saja, namun juga berlaku untuk para pembuat kebijakan, karena mereka termasuk bagian dari masyarakat Indonesia.
"Prinsipnya, di tengah pandemi itu semua orang harus 100 persen mematuhi protokol kesehatan, tidak boleh ada diskresi," kata Windhu
Oleh sebab itu, kata dia, hukuman atau sanksi terhadap pelanggaran tersebut juga tidak boleh pandang bulu. Harus ditegakkan kepada siapapun itu, tidak peduli apakah dia tokoh agama ataupun pejabat negara.
"Harus tegas, siapapun yang melanggar, harus ada sanksi yang tegas. Siapapun itu ya, masyarakat biasa atau tokoh masyarakat, tidak boleh ada perbedaan," ujarnya.
"Kalau antar tokoh penegakkan hukumnya pilih-pilih, kapan pandemi ini berakhir?" kata dia.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi mengungkap kasus provokasi yang memicu sejumlah tawuran di Jakarta. Empat orang tersangka pelakunya ditangkap.
Baca Selengkapnya