Evi Novida Ginting Dinilai Masih Bisa Kembali Jadi Komisioner KPU
Merdeka.com - Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Eddy Hiariej mengkritik, pemecatan Evi Novida Ginting dari jabatan sebagai komisioner KPU. Dia mengungkapkan, putusan yang dilakukan DKPP tersebut merupakan putusan yang sesat.
"Karena ini sebetulnya mengenai kompetensi absolut dari DKPP, ini bukan kompetensi absolut dari DKPP. Ini bukan persoalan etika. tetapi lebih pada persoalan penafsiran putusan mahkamah konstitusi dimana DKPP menafsirkan A, KPU menafsirkan B. Jadi sama sekali bukan persoalan etika di sini," katanya dalam diskusi daring, Senin (18/5).
Dia menyoroti, terkait dengan prinsip hukum acara. Prinsip tersebut tidak dipahami oleh DKPP. Menurutnya, pihak yang mengadukan perkara sudah mencabut aduannya, sehingga kasus tersebut tidak lagi dilanjutkan.
-
Siapa yang diadukan ke DKPP? Dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2024, Nus Wakerkwa mengadukan Ketua KPU Hasyim Asy’ari berserta anggota KPU Mochammad Afifuddin dan Parsadaan Harahap.
-
Siapa yang terkena sanksi putusan DKPP? 'Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Siapa yang cabut laporan? Meskipun Rinoa Aurora Senduk mencabut laporan dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Apa yang diklaim dihapus? Beredar unggahan di media sosial yang mengeklaim bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
"Tapi sebetulnya mereka (DKPP) tidak memahami hukum acara ya. Bahwa ingat pelapor itu sudah mencabut aduannya pada sidang pertama ketika mendengarkan keterangan. Sidang pertama itu kan hanya berlangsung kurang dari 15 menit dan saat itu si pengadu sudah mencabut aduannya. Ketika dia mencabut laporannya, artinya sudah tidak ada lagi kerugian yang dialami oleh yang bersangkutan," ujarnya.
Pencabutan aduan oleh pengadu, kemudian berkaitan juga dengan konteks hukum pembuktian. Dalam konteks hukum pembuktian, alat bukti yang harus dipertimbangkan yakni keterangan dari pengadu. Sementara pengadu sudah mencabut laporannya.
"Kalau pengadu sudah mencabut (laporan) kan tidak ada lagi keterangan yang dia dengarkan. Jadi sebetulnya berdasarkan hukum pembuktian, keputusan DKPP itu invalid. Tidak valid dalam pengertian ini perkara sudah dicabut pengaduannya, yang seharusnya tidak diperiksa, tapi dia masih memeriksa, dia memeriksa tidak sesuai dengan hukum acara," jelasnya.
"Itu yang saya katakan, kalau tidak mau dikatakan abuse of power, itu sesat lah. Putusan yang sesat," imbuh Eddy.
DKPP juga tidak menjamin kepastian dan keadilan. Sebab proses perkara terus berlangsung padahal laporan sudah dicabut.
"Dalam banyak kasus yang diputus oleh DKPP ketika pengadu sudah mencabut aduannya maka perkara itu dihentikan. Ini mengapa dalam kasus Anggota KPU atas nama Evi Ginting ini, dia meneruskan," urainya.
"Ini tergugat lainnya anggota KPU lain hanya diberi teguran, tetapi terhadap Evi khusus diberhentikan. Ini tidak konsistennya di sini," tambah Eddy.
Peluang Bagi Evi Novida
Selain itu, Eddy mengungkapkan, Evi Novida Ginting masih memiliki kesempatan untuk kembali menjadi komisioner KPU. Meskipun Evi telah dipecat lewat Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Nomor 317 tahun 2020.
Hal itu bisa terjadi jika gugatan Evi terhadap putusan DKPP dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan putusan DKPP dibatalkan oleh PTUN.
"Tidak perlu berkecil hati kenapa? Karena nanti seandainya putusan PTUN membatalkan putusan DKPP dan kemudian kedudukan Evi ini dikembalikan sebagai anggota KPU," katanya.
Jika nanti PTUN membatalkan putusan DKPP, maka presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa kembali menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres). Keppres tersebut berisi pengangkatan kembali Evi sebagai komisioner KPU RI.
"Saya yakin presiden boleh menerbitkan Keppres untuk mengangkat kembali (Evi Novida Ginting)," jelasnya.
Dia pun meminta agar DPR RI, khususnya Komisi II tidak buru-buru membahas surat presiden atas pemberhentian Evi. Dia menyarankan agar DPR menunggu putusan PTUN Jakarta atas gugatan yang dilayangkan Evi.
"Saya berharap DPR bisa menunggu hasil sidang di PTUN. Jadi tidak buru-buru untuk mengambil keputusan menindaklanjuti keputusan presiden tapi bersabar sedikit sambil menunggu putusan PTUN terhadap kasus Bu Evi ini," tandasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasil rapat pleno putusan DKPP diputuskan pada hari Selasa tanggal 2 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaSanksi peringatan terakhir DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak berdampak terhadap pencalonan Gibran sebagai Cawapres.
Baca SelengkapnyaHakim menolak gugatan Nurul Ghufron sebagaimana dalam amar putusan dalam gugatan nomor 142/G/TF/2024/PTUN.JKT
Baca SelengkapnyaSelain di MA, masih ada sisa jejak langkah hukum Ghufron yang tersisa, yakni di PTUN dan juga di Bareskrim Mabes Polri.
Baca SelengkapnyaNamun, menurut Gayus, dinamika dalam hukum bersifat luas.
Baca SelengkapnyaDewas KPK sebelumnya menunda sidang etik Nurul Ghufron sembari menunggu gugatan di PTUN.
Baca SelengkapnyaGugatan Firli bukan ditolak oleh majelis hakim, melainkan hanya tidak dikabulkan.
Baca SelengkapnyaApa yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaHakim menilai status tersangka Firli dinyatakan sah dan tetap berlaku hingga sekarang.
Baca SelengkapnyaSelain menolak gugatan, majelis PTUN juga menghukum PDI Perjuangan selak penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp342.000.
Baca SelengkapnyaApabila SK yang digunakan untuk menggugat KPU masih SK 360, maka PTUN tidak berwenang untuk mengadili.
Baca SelengkapnyaJika nantinya pihak kepolisian menyerahkan kembali ke kejaksaan, berkas tersebut pun tetap akan ditolak.
Baca Selengkapnya