Fakta Baru, Nota Biaya Kremasi Senilai Rp80 Juta bukan Milik Martin Warga Jakbar
Merdeka.com - Satreskrim Polres Metro Jakbar telah memeriksa Martin, pria mengeluhkan mahalnya biaya kremasi di tengah situasi pandemi Covid-19. Keberatan itu beredar di akun media sosial.
Dalam pesan berantai, beredar juga nota yang ditagihkan oleh Rumah Duka Abadi. Nilainya mencapai Rp80 Juta. Rinciannya untuk peti jenazah Rp25 juta, transportasi Rp7,5 juta, kremasi Rp45 juta, dan pemulasaraan Rp2,5 juta.
Kanit Kriminal Umum Polres Jakarta Barat AKP Avrilendy menerangkan, Martin kepada penyidik telah membantah nota itu. Berdasarkan keterangan nota tersebut milik orang lain bukan Martin.
-
Mengapa wanita itu tidak dimakamkan dengan barang-barang pemakaman? Dari penelitian mereka, terungkap wanita tersebut mungkin sengaja tidak dimakamkan dengan barang-barang pemakaman yang umumnya ditemukan pada masa itu, seperti perhiasan. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin sang wanita memiliki pemikiran yang lebih modern dibanding suaminya.
-
Kenapa wanita itu dimakamkan tanpa benda? 'Fakta bahwa dia tidak memiliki apa-apa adalah hal yang sangat tidak biasa,' kata arkeolog dari Kantor Monumen Pelestarian dan Arkeologi Negara Bagian Saxony-Anhalt, Felix Biermann. Dia juga mengatakan, wanita tersebut kemungkinan menganut agama Kristen, sedangkan pria tersebut orang yang tradisional. Sehingga wanita tersebut dikubur tanpa benda-benda miliknya.'Dalam agama Kristen, penambahan semacam ini dihindari,' kata Biermann.
-
Mengapa tidak ada kerangka manusia di dalam makam? Selain itu, menurut para ilmuwan, beberapa makam menjadi target perampokan sehingga tidak ada jasad manusia di dalamnya.
-
Siapa yang tidak menginginkan peti mati? Orang yang membuatnya tidak menginginkannya. Orang yang membelinya tidak membutuhkannya. Orang yang membutuhkannya tidak mengetahuinya.
-
Kenapa mayat-mayat di kuburan massal itu tidak menunjukkan tanda kekerasan? 'Tulang-tulang pada jasad tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan, yang membuat kita memiliki dua alasan alternatif untuk kematian ini kelaparan atau wabah penyakit,' jelas Mathew Morris, Kepala proyek arkeologi di Universitas Leicester, seperti dikutip dari The Guardian, Senin (18/11).
-
Siapa yang dimakamkan di video viral tersebut? Aun bin Abdullah adalah keponakan Husein, yang dipercayai oleh orang-orang Muslim Syiah sebagai penerus sah Nabi Muhammad.
"Jadi antara narasi sama yang nota dari Rumah Duka Abadi itu sebenarnya tidak berkaitan. Awalnya Martin hanya bikin narasi itu saja tidak menyertakan nota itu, cuma lama-lama karena pesan berantai kan ada omong-omongan, terus ditambahin nota itu," kata dia saat dihubungi, Rabu (28/7).
Avrilendy menerangkan, Martin mengaku tidak mengenal orang yang menyertakan nota itu. "Bukan (nota Martin). Martin juga tidak tahu itu dari siapa," ujar dia
Avrilendy mengatakan, Martin maupun pemilik nota itu sama sekali tidak membuat laporan ke Polres Metro Jakbar. Pengakuannya kepada penyidik mereka tidak keberatan dengan biaya kremasi itu.
"Dari pihak keluarga jenazah tidak merasa keberatan, tidak merasa dirugikan. Dan sampai saat ini mereka tidak buat laporan," kata dia.
Sebelumnya, Fakta baru terungkap dari hasil penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat meningkatnya harga kremasi di tengah situasi pandemi Covid-19.
Penyelidikan ini bermula dari unggahan seorang warga Jakbar bernama Martin di akun media sosial. Dia mengeluhkan dugaan adanya kartel kremasi yang memainkan harga hingga puluhan juta rupiah.
Avrilendi, mengungkapkan bahwa kenaikan biaya kremasi ini terjadi akibat adanya praktik percaloan. Hal itu berdasarkan keterangan dari 10 orang saksi dan juga dokumen yang diperiksa penyidik.
"Sampai saat ini diperoleh kesimpulan awal. Bahwa memang benar ada terjadinya kenaikan harga pengurusan jasa kremasi. Jadi ada pihak makelar yang menghubungkan antara rumah duka sampai krematorium. Mereka mengambil keuntungan dengan menaikan harga," kata dia.
Avrilendi menerangkan, calo biasanya menawarkan jasa berupa layanan ibadah hingga pelarungan abu. Ada juga yang hanya menghubungkan pihak keluarga dengan krematorium.
"Misalnya dia punya link, punya kenalan dia (calo) hanya menghubungkan. Ada juga yang selain menghubungkan, dia juga memberikan jasa-jasa layanan ibadahnya sampai larung abu," ujar dia.
Avrilendi menerangkan, praktik percaloan kremasi tidak melibatkan pihak dari yayasan krematorium termasuk Yayasan Rumah Duka Abadi, yang selama ini disudutkan.
"Mereka di luar karyawan krematorium, mereka sendiri-sendiri. Cuman dari Rumah Duka Abadi ini bisa sampai ke krematorium itu melalui beberapa orang atau beberapa pihak jadi masing-masing pihak ini sudah menaikkan harga," ujar dia.
Lebih lanjut, Avrilendi menerangkan, penyidik sejauh ini belum menemukan adanya suatu bentuk kartel. Sebab jika disebut kartel, ada kerja sama atau kesepakatan antara penyedia jasa dengan produsen.
Avrilendi mengatakan, umumnya jika kartel terjadi, antarpesaing usaha saling berkoordinasi menentukan harga demi meraup keuntungan. Dalam hal ini, kesepakatan itu membuat masyarakat merugi.
"Sampai sejauh ini kita tidak menemukan bentuk itu (kartel), yang ada seperti pencaloan," ujar dia.
Reporter: Ady AnugrahadiSumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menegaskan, tindak lanjut laporan tersebut tidak ada unsur politik.
Baca SelengkapnyaIptu Rudiana akhirnya buka suara terkait tuduhan rekayasa kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Baca SelengkapnyaKepolisian tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan penipuan itu.
Baca SelengkapnyaBukti setoran yang dikirim oleh rekening atas nama Frederik Banne itu juga diperlihatkan langsung kepada Lukas.
Baca Selengkapnya