Fakta-fakta korupsi helikopter AW101 yang dibongkar Panglima TNI
Merdeka.com - Penangkapan mantan Kepala Staf Angkatan Udara India, Marsekal Shashindra Pal Tyagi itu menjadi puncak pengungkapan kasus korupsi 'choppergate'. Dia ditangkap Central Bureau of Investigation (CBI) bersama sepupunya bulan Desember 2016 lalu.
Kedua orang itu disangka menerima suap dan gratifikasi dalam pembelian 12 helikopter VVIP dari AgustaWestland. Departemen Pertahanan India sebelumnya sudah membatalkan pesanan helikopter AW101 tersebut.
Kasus helikopter ini mungkin selesai di India, tapi baru mulai di Indonesia. Awal mulanya pada penghujung tahun 2015 lalu, muncul wacana pengadaan helikopter kepresidenan. Nama yang muncul adalah AW101 dari AugustaWesland, perusahaan patungan Inggris dan Italia.
-
Apa yang dilakukan Panglima TNI terhadap kasus ini? Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono memastikan proses hukum terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran tindak pidana.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang ditangkap dalam kasus penembakan? Luigi Mangione, tersangka pembunuhan CEO UnitedHealthcare, Brian Thompson, ditangkap pada Senin (11/12) di sebuah McDonald's di Altoona, Pennsylvania.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
Hal ini menimbulkan polemik. PT Dirgantara Indonesia pun mengaku memiliki kemampuan untuk memproduksi heli VVIP dengan jenis EC-725. Kenapa harus mengambil dari luar negeri?
Presiden Jokowi kemudian menolak pengadaan helikopter kepresidenan. Jokowi menyebut kondisi negara belum memungkinkan untuk pengadaan helikopter kepresidenan.
Namun, anehnya Bulan Februari 2017, sebuah helikopter AW101 itu tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Jenisnya sudah bukan helikopter kepresidenan, tetapi helikopter angkut berat. Sumber merdeka.com menyebut helikopter tersebut sudah dibayar lunas.
Isu lain yang beredar soal helikopter AW101 yang dibeli TNI AU merupakan bekas India. Awalnya India memesan 12 unit AW101 pada 2010-2013. Namun gara-gara skandal korupsi terbongkar, baru tiga helikopter yang dikirim. Sisanya ada yang sudah dirakit, namun belum dikirim ke India. Helikopter inilah yang kemudian dibeli oleh Indonesia.
"Jadi belum pernah dikirim ke India. Helikopter AW101 yang dulu memang bagian dari pesanan untuk India tapi dibatalkan. Waktu itu varian 641. pihak pabrikan kemudian melakukan upgrade ke varian 646 untuk TNI AU," kata sumber tersebut.
Saat itu pihak Istana mengaku tak tahu. TNI AU juga mengaku tak paham. Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI juga angkat bahu soal pesawat ini.
Aroma korupsi dan kongkalikong tercium. Adalah Presiden Jokowi yang memerintahkan Panglima TNI mengadakan pengusutan.
"Presiden bertanya ke saya. Kira-kira kerugian negara berapa bapak panglima? Saya sampaikan ke presiden kira-kira minimal Rp 150 miliar. Presiden menjawab, menurut saya lebih dari Rp 200 miliar, bayangkan panglima sampaikan itu tapi presiden lebih tahu kan malu saya," kata Jenderal Gatot Nurmantyo di KPK, Jumat (26/5).
Gatot segera mengusutnya. Kepala Staf TNI AU yang baru, Marsekal Hadi Tjahjanto juga langsung diminta mengusut kasus yang jadi perhatian publik ini.
"Dengan bekerja cepat maka pada 24 Feb 2017, KASAU mengirimkan hasil investigasi. Dari hasil investigasi KASAU semakin jelas, ada pelaku-pelaku korupsi dan konspirasi," kata Gatot.
Dari laporan tersebut Gatot dan Hadi bergerak menggandeng KPK, BPK dan PPATK. Untuk mengelabui para tersangka, TNI juga sampai menyebut pengadaan helikopter tak bermasalah. Padahal ini disengaja oleh Gatot.
"Ini sebenarnya teknik untuk mengelabuhi para calon tersangkanya sehingga mereka enjoy. Ah tidak ada masalah," beber Gatot.
POM TNI dibantu KPK terus bergerak. Mereka menggeledah empat lokasi yakni PT Diratama Jaya Mandiri, rumah saksi di Bogor, rumah saksi di Sentul, dan sebuah kantor di Bidakara.
Selain itu, masih dalam rangkaian penyidikan pihaknya juga telah memblokir PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp 139 miliar.
"TNI meningkatkan penyelidikan ke penyidikan. TNI sudah dapat informasi awal bahwa minimal ada penyimpangan mark up sekitar Rp 220 Miliar," tegas Gatot.
TNI juga telah menetapkan tersangka Marsma FA sebagai pejabat pembuat komitmen, Letkol WW sebagai pejabat pemegang kas dan Pelda SS sebagai staf pemegang kas. Diduga Pelda SS inilah yang membagikan sejumlah uang.
Gatot menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini. Tak menutup kemungkinan akan ada sejumlah pejabat lain yang terseret. Sama seperti choppergate di India.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Waktu berjalan, kasus korupsi Helikopter AW-101 berlanjut ke persidangan. Hingga akhirnya terdakwa Irfan Kurnia Saleh dijatuhkan vonis 10 tahun.
Baca Selengkapnya"Sejumlah Rp153,7 miliar yang kemudian disetorkan ke kas negara sebagaimana isi salah satu diktum bunyi putusan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri
Baca SelengkapnyaEksekusi dilakukan karena vonis John Irfan sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Baca SelengkapnyaKPK Temui Panglima TNI terkait kasus suap Kepala Basarnas
Baca SelengkapnyaDalam waktu dekat, Henri Alfiandi pensiun sebagai perwira TNI aktif.
Baca SelengkapnyaPenetapan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh KPK memicu protes keras dari Danpuspom TNI. Simak selengkapnya!
Baca Selengkapnya"Puspom TNI pasti bekerja secara profesional dengan integritas tinggi,"
Baca SelengkapnyaSelain itu, Henri tercatat memiliki 5 bidang tanah yang totalnya Rp4,82 miliar.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Henri Alfiandi sudah menjadi tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di KPK.
Baca SelengkapnyaPenyerahan barang bukti dan tersangka ini terkait kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Baca SelengkapnyaMarsda TNI Agung Handoko menjelaskan, penetapan tersangka kedua prajurit itu dilakukan setelah kasus ini ditingkatkan dari penyelidikan jadi penyidikan.
Baca SelengkapnyaKalau kasus KPK menyangkut militer seharusnya diserahkan dan kerjasama dengan pihak Puspom TNI.
Baca Selengkapnya