Fatwa MUI soal muamalah media sosial, antara keresahan & permintaan
Merdeka.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) resah dengan kegaduhan dan perpecahan di masyarakat akibat unggahan yang ada di media sosial. Jejaring media sosial dipenuhi berita hoax (bohong), fitnah, hujatan, dan ujaran permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. Kondisi di media sosial langsung berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Khawatir kondisinya semakin parah, MUI mengeluarkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Muamalah Melalui Media Sosial. Muamalah yang dimaksud adalah proses interaksi antar individu atau kelompok yang terkait dengan hubungan antar sesama manusia meliputi pembuatan, penyebaran, akses, dan penggunaan unformasi dan komunikasi.
Ketua MUI Ma'ruf Amin melihat, media sosial kini tidak hanya berisi manfaat tapi juga ada dosa di dalamnya. Dosa yang dimaksud adalah fitnah, hujatan dan ujaran kebencian yang berbuntut perpecahan di masyarakat.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Apa yang bisa menyebabkan stres akibat media sosial? Pencapaian, prestasi, kekayaan atau hal-hal glamor lainnya yang kamu lihat di media sosial bisa jadi hal sensitif yang membuatmu membandingkan diri. Nggak jarang hal ini bikin minder.
-
Apa yang bikin stres karena media sosial? Meskipun media sosial memiliki manfaatnya, kebiasaan yang tidak sehat dalam penggunaannya dapat menyebabkan perasaan terputus, kesepian, dan stres.
-
Apa yang viral di media sosial? Sontak saja, momen tersebut menjadi sorotan hingga viral di media sosial.
"Saya tidak berani (katakan) apa dosanya lebih besar atau manfaatnya lebih besar," kata Ma'ruf Amin di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (5/6).
Konflik yang terjadi di masyarakat seringkali bersumber dari media sosial. Ujaran kebencian dan berita bohong serta fitnah sudah sangat meresahkan dan berpotensi memecah belah NKRI. Kekhawatirannya, kondisi semakin parah menjelang pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden. "Apalagi nanti kita hadapi Pilkada, Pilpres," sambungnya.
Ada kekhawatiran, penggunaan media sosial bisa merusak dan menimbulkan bahaya bagi Islam dan kerukunan umat beragama. Kerusakan itu harus ditolak dan bahaya itu harus dihilangkan. MUI mengeluarkan fatwa ini sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi perpecahan di Tanah Air akibat ulah pengguna media sosial. Stabilitas keamanan dipandang penting untuk dijaga oleh seluruh elemen masyarakat termasuk para ulama. Media sosial seharusnya digunakan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jadi menjadi tanggungjawab kita bersama para ulama, umarah untuk bersama-sama menjaga dan merawat ketenangan, keamanan, keutuhan dan kesatuan dan persatuan bangsa ini," ucapnya.
Fatwa MUI tidak hanya lahir dari keprihatinan, tapi juga ada permintaan. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengakui, lahirnya fatwa biasanya berdasarkan permintaan. Permintaan tersebut pun dinilai sebagai akumulasi dari situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat.
"Saya kira kalau MUI mengeluarkan fatwa itu berdasarkan permintaan berdasarkan istifta permintaan," kata Din di Kompleks Perumahan Anggota DPR RI, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (5/6).
Meski mengaku belum mengetahui secara detail perihal proses kelahiran fatwa yang baru dikeluarkan kemarin, Din memastikan setiap fatwa yang dikeluarkan MUI pasti memiliki urgensi dan alasan tersendiri. "Pasti ada urgensinya dan alasannya. Kita lihat saja subtansinya baik dan benar kok," ucapnya.
Din melihat fatwa tentang pengaturan kegiatan bermuamalah di media sosial dirasa sangat tepat di tengah berbagai permasalahan yang tengah terjadi di Indonesia saat ini. "Kalau saya berpendapat itu baik di tengah masalah bangsa ini yang disebarkan oleh media sosial," ucapnya.
Berikut isi fatwa yang dikeluarkan MUI:
1. Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu'asyarah bil ma'ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al amr bi al ma'ruf) dan mencegah kemungkaran (al nahyu 'an al-munkar).
2. Setiap muslim yang bermuamalah melalui medsos wajib meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
3. Mempererat ukhuwwah (persaudaraan), baik ukhuwwah islamiyyah (persaudaraan keIslaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), maupun ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan).
4. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah.
Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan:
1. Melakukan ghibah, fitnah, naminah, dan penyebaran permusuhan.
2. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
3. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i.
5. Menyebabkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
6. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.
7. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, naminah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal2 lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.
8. Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang laim atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar'i.
9. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.
10. Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.
11. Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, naminah, bullying, aib, gosip, dan hal2 lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaBelakangan muncul fenomena mengemis di media sosial hingga menghebohkan jagat dunia maya.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca SelengkapnyaMasyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaGalih Loss ditangkap polisi karena konten bermuatan penistaan agama
Baca SelengkapnyaSeseorang ketika mencari informasi cenderung sudah punya pemahaman, cara pandang, atau stigma tertentu.
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca Selengkapnya