Fitri, pejuang di tapal batas
Merdeka.com - Fitriawati (21) satu dari kartini muda yang patut dibanggakan. Mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia ini rela merogoh koceknya dalam-dalam dan terjun langsung untuk membantu anak-anak di wilayah perbatasan Indonesia.
Liburan semester lalu, di bulanJanuari adalah kali kedua dia mendatangi perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Setelah sebelumnya berbagi ilmu di Wasior, Papua, Fitri bersama dua temannya mulai menjejaki kaki di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia. Tepatnya, di Desa Tinting Selimbi, Kecamatan Badao.
Di sana puluhan pekerja sawit dan komunitas Dayak serta kepala sekolah SD Sungai Tembaga 6 hangat menyambutnya. Berbekal puluhan buku yang disumbangkannya, Fitri dengan senang hati mengajar anak-anak di wilayah terpencil itu.
-
Bagaimana anak pertama wanita belajar mandiri? Karena mereka adalah yang tertua di antara saudara-saudaranya, mereka biasanya memiliki lebih banyak tanggung jawab sejak usia dini.
-
Siapa yang bisa mengajak anak belajar di alam? Misalnya, saat berjalan-jalan di taman, Anda bisa mengajak anak-anak untuk mengamati berbagai jenis tumbuhan dan hewan.
-
Dimana anak Komeng bersekolah? Keduanya lulus dari International Islamic School (IISS).
-
Siapa yang bisa ajarkan anak menjadi mandiri? Selain itu, sebagai orang tua, kita juga bisa merasa bangga melihat perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh anak-anak kita saat mereka tumbuh menjadi individu yang mandiri dan percaya diri.
-
Dimana anak bisa belajar mandiri saat liburan? Anak mungkin bisa dilibatkan untuk membantu merencanakan aktivitas, membuat keputusan, dan mengatasi tantangan yang mungkin muncul selama perjalanan.
-
Kenapa Suster Imakulati mengajar anak-anak? Di Tanzania, ia mengabdi menjadi seorang guru pada sebuah sekolah. Selain ruang kelas, sekolah itu juga memiliki taman bermain, peternakan, dan juga asrama. Total ada 60 anak yang bersekolah di sana.
Fitri memang pejuang tangguh di tapal batas. Dia rela menyisihkan waktunya demi kerja sosial ini. Tantangan seberat apapun dia hadapi.
"Saya menghabiskan waktu ke sana sekitar seminggu, naik kapal ke Semarang sekitar di laut ke Pontianak, menginap ke Putosibao ke Badao. Pontianak ke Badao 19 jam naik bus" ujarnya semangat kepada merdeka.com, Rabu (18/4).
Rasa takut dan lapar kerap mereka singkirkan. Bersama rekan seperjalanannya, Ade dan Nike, Fitri harus terus ekstra waspada ketika naik angkutan. Dalam sebulan lamanya mereka juga hanya makan sekadarnya asal bisa mengganjal perut.
"Kita makan dari alam. Ada pakis atau singkong kita masak saja, kebetulan aku bisa masak" ucapnya sambil tertawa.
Fitri menjalani semua itu dengan kesenangan. Dia rela merogoh kocek sebesar Rp 2 juta, yang sudah dikumpulkan sejak lama ini petualangan baru ini.
Tentang keadaan di perbatasan, Fitri sedikit menyayangkan. Beras yang jadi hasil produksi melimpah di Indonesia, nyatanya sulit ditemukan dan mahal. Begitupun dengan sayur mayur
"Kita jadinya belanja ke Malaysia tapi beras Malaysia lebih jelek dari beras Indonesia. Beras Indonesia mahal, 170 ribu per karung"tambahnya
Bahkan Fitri juga mengaku perumahan warga tak kalah memprihatinkan. Wanita yang juga pernah ke Wasior ini, melihat rumah-rumah pekerja kelapa sawit tak lebih hanya tenda-tenda atau rumah ukuran 3x4 m saja.
"kondisi sosial desa lebih memprihatinkan semua kerja, rumah cuma tenda-tenda. Kondisi pekerja sawit rumahnya sangat kecil 1x2 meter di depan, di belakang 3X4," ucapnya prihatin.
Hal-hal seperti itu terus membangkitkan rasa peduli Fitri dan kawan-kawan untuk terus mengabdi bagi masyarakat di perbatasan Indonesia. Baginya dia mau terus menghidupkan hati nuraninya lewat perjuangan yang diyakininya.
"Kita sebagai mahasiwa harus bersumbangsih ke masyarakat, bahkan ketika sudah lulus harus jaga hati nurani kita" ujarnya antusias. Indonesia, tentu butuh banyak Kartini muda seperti Fitri. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Norma masuk dalam 43 guru peraih penghargaan dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Guru dan Tenaga Kependidikan.
Baca SelengkapnyaDi Tanzania, Ibu Imakulati menjadi pendidik bagi anak-anak agar mereka bisa hidup mandiri.
Baca SelengkapnyaBahkan, para guru ini harus menggunakan perahu untuk menuju ke tempat sekolah tersebut.
Baca SelengkapnyaPerjalanan ke tempat bertugasnya itu harus ditempuh dengan penuh perjuangan.
Baca SelengkapnyaAwalnya, ia merasa tugas ini berat karena perjalanan yang melelahkan dan fasilitas yang terbatas, namun kenyataannya berbeda dari yang dibayangkannya.
Baca SelengkapnyaPerjuangan guru yang mengajar di sekolah terpencil ini viral di tiktok, berangkat lewati jalan berlumpur hingga muara.
Baca SelengkapnyaJajanan dan uang dari Fuji tersebut dibagikan untuk anak-anak Papua yang berada di Distrik Kombut.
Baca SelengkapnyaDi tengah kesibukannya, ada kalanya ia sebagai manusia biasa merasa lelah.
Baca SelengkapnyaBerikut momen haru anak nelayan dari Pulau Terluar berhasil menjadi Polwan.
Baca SelengkapnyaDalam proyek tersebut itu Sertu Fadli harus menyambung pipa dari Pulau Una-Una ke Desa Pulau Enam
Baca SelengkapnyaDi saat teman sepermainannya menjawab bakal jadi abdi negara, dia justru memberi jawaban yang tak terduga sekaligus menggelitik.
Baca Selengkapnya