Formappi Nilai DPR Mendorong Pemerintah Menambah Utang
Merdeka.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengevaluasi kinerja DPR masa sidang (MS) I tahun sidang (TS) 2020-2021. Salah satunya mengevaluasi fungsi DPR mengenai anggaran yang belum optimal.
"Tentang penyerapan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) negara non kementerian pada APBN TA 2020, tidak semua komisi DPR bersama mitranya melakukan pembahasan. Melalui penelusuran laporan singkat yang diunggah dalam laman resmi DPR, Formappi hanya menemukan Komisi IV, V, VI, dan VIII yang melakukan pembahasan," kata Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma dalam diskusi evaluasi kinerja DPR: Kinerja Abnormal di era new normal, Kamis (5/11).
Selain itu, dia menambahkan, terhadap serap anggaran K/L APBN 2020, komisi-komisi DPR hanya bersikap datar-datar saja. Sekadar memberikan apresiasi, memahami, menerima, meminta, mendorong, dan mendesak terhadap mitra kerjanya. Padahal serap anggaran K/L sampai dengan Agustus 2020 masih rendah.
-
Bagaimana DPR mendukung kinerja Kejagung? 'Tentunya Komisi III selalu memantau serta mengapresiasi kinerja setiap insan Adhyaksa, di mana pun mereka berdinas. Karena mengemban amanah menjadi penegak hukum itu memang tidak mudah. Pastinya ada berbagai godaan dan rintangan yang terus merintangi kinerja jaksa.'
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang diapresiasi DPR dari Kejagung? 'Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah. Penerapan restorative justice juga terus meningkat setiap tahunnya. Dan selain itu, penyelenggaraan Adhyaksa Awards 2024 malam ini pun merupakan wujud nyata inovasi yang hebat dari Pak Jaksa Agung, pertama dalam sejarah. Ini bisa jadi daya pacu bagi seluruh jajaran untuk berlomba-lomba meningkatkan prestasi dan melayani masyarakat,' ujar Sahroni
-
Kenapa DPR nilai efek jera belum optimal? 'Saya rasa masih ada yang kurang optimal di pencegahan dan juga penindakan. Maka saya minta pada pihak-pihak yang berwenang, tolong kasus seperti ini diberi hukuman yang berat, biar jera semuanya. Jangan sampai karena masih remaja atau di bawah umur, perlakuannya jadi lembek. Kalau begitu terus, akan sulit kita putus mata rantai budaya tawuran ini,' jelasnya.
-
Apa yang diapresiasi oleh DPR? Mengomentari hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni ikut mengapresiasi.
"Serapan anggaran paling tinggi hanya mencapai 65,55% pada Kementerian Pertanian. Sekalipun begitu tidak tampak adanya usaha keras dari DPR agar serapan anggaran TA 2020 dipercepat dan diperbesar sehingga mencapai target sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Selanjutnya, tutur Leo, APBN TA 2021 yang disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU pada penutupan MS I TS 2020-2021 juga menarik untuk dicermati. DPR menyepakati asumsi dasar makro ekonomi, khususnya ekonomi di tahun 2021 sebesar 5,0 persen dan inflasi berada di 3,0 persen.
Menurutnya, dalam keadaan normal saja target pertumbuhan ekonomi sebesar itu harus dilakukan dengan ekstra keras, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum tentu berakhir tahun 2021. Demikian pula kesepakatan tingkat pengangguran terbuka yang dipatok di angka 7,7 persen sampai 9,1 persen dan tingkat kemiskinan di kisaran 9,2 sampai 9,7 persen.
"Optimisme adalah sesuatu yang baik, namun jika nanti tidak sesuai realitas tentunya DPR bertanggung jawab karena telah memberi persetujuannya," ucapnya.
Leo mengungkapkan, optimisme tersebut tidak didukung oleh anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran program PEN disepakati tahun 2021 hanya Rp372,3 triliun. "Dimana jumlah ini hanya separuh dari anggaran program PEN 2020 sebesar Rp695,2 triliun," katanya.
Dia melanjutkan, dalam pembahasan postur APBN 2021, DPR juga tidak berhasil menekan pemerintah untuk memperbesar pendapatan dan menurunkan belanja negara. Justru sebaliknya, dimana target pendapatan yang diajukan pemerintah sebesar Rp1.776,4 triliun diturunkan sebesar Rp32,8 triliun menjadi Rp1.743,6 triliun.
Sementara, belanja negara dinaikkan dari target pemerintah sebesar Rp2.747,5 triliun menjadi Rp2.750,0 triliun atau meningkat Rp2,5 triliun. Dengan demikian, defisit APBN 2021 semakin besar dari sejumlah Rp971,2 triliun atau 5,50 persen dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 1.006 triliun atau 5,70 persen dari PDB.
"Pembiayaan atas defisit ini diantaranya dengan utang, karena itu DPR dapat dikatakan mendorong pemerintah menambah utang," pungkasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Permintaan tambahan anggaran dari anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini dinilai akan membebani anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Baca SelengkapnyaTaryono menambahkan, pengesahan 1 RUU dari 47 Daftar RUU Prioritas 2024 merupakan potret buram kinerja legislasi DPR.
Baca SelengkapnyaPuan mengatakan PDIP tetap mendukung jalannya pemerintahan Prabowo, meski tidak menempatkan kader di kabinet.
Baca SelengkapnyaPadahal, sebelumnya jumlah kabinet dibatasi hanya 34 menteri.
Baca SelengkapnyaDPR Banyak Dapat Kritik dari Rakyat, Puan Maharani ungkap sederet poin kritiknya.
Baca SelengkapnyaPuan memastikan kebijakan fiskal APBN Tahun Anggaran 2025 untuk menyediakan ruang fiskal bagi pemerintahan berikutnya.
Baca SelengkapnyaPuan juga mengapresiasi kinerja DPR selama lima tahun ini karena adanya peningkatan kerja dan citra.
Baca SelengkapnyaKepada seluruh anggota dewan juga, Puan mengingatkan agar DPR semakin dituntut untuk cepat bertindak dalam merespons urusan-urusan rakyat
Baca SelengkapnyaPada kesempatan yang sama, Mensos juga memaparkan capaian kinerja tahun 2023, dengan serapan anggaran sebesar 64,36%.
Baca SelengkapnyaTambahan anggaran tersebut digunakan untuk mencapai target setoran dividen yang diminta pemerintah sebesar Rp90 triliun di 2025.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi VI DPR Herman Khaeoron menanggapi masukan masyarakat terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
Baca SelengkapnyaAnggota DPR memarahi Ketua KPU terkait berbagai hal dalam rapat Komisi II.
Baca Selengkapnya