Gawat Darurat Kasus Kekerasan Seksual pada Anak dan Cara Mencegahnya
Merdeka.com - Nahas ABG putri berusia 13 tahun di Cilincing, Jakarta Utara. Dia menjadi korban pemerkosaan oleh sekelompok orang di Hutan Kota Jakarta Utara.
Mirisnya lagi, keempat pelaku pemerkosaan ternyata masih anak di bawah umur. Rentang usia para pelaku antara 11-14 tahun atau masuk kategori praremaja.
Psikolog Anak dan Remaja Gisella Tani Pratiwi menjelaskan, pada usia tersebut anak akan mengalami perubahan. Mulai dari perubahan fisik, biologis, hingga psikologis.
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
-
Siapa yang menjadi korban tawuran pelajar di Jakarta? Dahulu, korbannya tidak hanya sesama pelajar, namun juga para guru juga rentan menjadi sasaran.
-
Dimana anak-anak dikorbankan? Sejauh ini, para peneliti baru bisa mengidentifikasi sisa-sisa 64 anak dari total 106 anak yang ditemukan pada 1967, di sebuah tangki air bawah tanah yang dikenal sebagai chultun, di situs Chichén Itzá, Meksiko Selatan.
-
Bagaimana korban terjebak ke dalam budak seks? Korban yang baru lulus SMK tidak berpikir panjang untuk menemui pelaku lantaran dijanjikan pekerjaan untuk mengelola kafe di Kota Solo. Ternyata ini hanya modus pelaku. Selama lima bulan, sejak Mei-September 2022, korban disekap dan disetubuhi pelaku berinisial JM itu.
-
Kapan pemerkosaan itu terjadi? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Apa bentuk pelecehan yang dilakukan pelaku? Dia mengatakan korban sempat takut untuk mengaku hingga akhirnya pihak keluarga membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengecekan.'Yang bersangkutan menyampaikan takut. Setelah itu keluarga korban mengecek ke rumah sakit dan ternyata betul korban hamil, dan diakui oleh korban bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri,' kata dia, seperti dilansir dari Antara.
"Anak praremaja atau remaja mulai memiliki dorongan seksual, perubahan mood, ketertarikan ke lawan jenis, dan cenderung berperilaku secara emosional karena perkembangan otak yang belum menyeluruh," kata Gisella kepada merdeka.com, Kamis (22/9).
Anak masa tersebut sedang menjalani peralihan dari anak-anak menuju remaja. Mereka perlahan lepas dari identitas sebagai seorang anak dan memasuki masa remaja. Sehingga, mau tidak mau, mereka harus menciptakan identitas baru sebagai remaja.
Gisella menjelaskan, dalam masa peralihan yang kritis ini, anak seringkali merasa tersesat. Mereka kemudian butuh tuntunan serta bimbingan dalam mencari jati diri yang hilang. Oleh karena itu, perlu orang tua untuk memainkan peran sebagai pendamping bagi anak agar mereka tidak salah menentukan arah.
"Jika bimbingan ini absen, maka (anak) akan rentan melakukan perilaku seksual yang tidak sehat dan bahkan (melalui) kekerasan dengan menyerang orang lain," ucap Gisella.
Dia menambahkan, pemenuhan kebutuhan anak akan pendidikan juga menjadi langkah tepat untuk mencegah perilaku yang menyimpang.
"Jika remaja memiliki sarana dan kesempatan yang baik untuk mengembangkan diri dan mengekspresikan diri melalui sarana seperti sekolah atau institusi pendidikan lain, maka sedikit banyak akan mengurangi kemungkinan remaja melakukan beragam perilaku yang berbahaya," ujar dia.
Penyebab Anak Terlibat Kekerasan Seksual
Sejumlah faktor membuat anak di bawah umur bisa terlibat dalam aksi kekerasan seksual. Menurut Endang, salah satu paling berpengaruh yaitu faktor keluarga.
"Keluarga kurang mengawasi dan kurang mengajarkan nilai-nilai dan moral. Sehingga anak tidak mampu mengontrol perilakunya," ujar Endang.
Selain keluarga, faktor memengaruhi lainnya yakni kemudahan akses konten dewasa di internet, serta faktor lingkungan sekitar tempat tinggal anak yang buruk.
Pemerkosaan yang terjadi di salah satu hutan kota di Cilincing, Jakarta Utara ini menjadi pengingat betapa penting menanamkan moral bagi generasi muda. Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengkritik keras kegagalan orang dewasa dalam kasus ini.
"Baik pelaku maupun korban adalah anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang secara utuh berupa perhatian dan pendampingan yang lengkap dalam masa-masa kritis remaja," ucap dia ketika berbincang dengan merdeka.com.
Menurut Devie, ketika anak diberikan kebebasan mengakses internet, maka anak berhadapan langsung dengan beragam konten di dalamnya. Mulai dari yang positif hingga negatif, termasuk pula konten seksual.
"Mereka karena setiap hari sudah dijejali konten-konten tersebut akan melihat sebagai sesuatu yang biasa saja. Bahkan mendorong mereka untuk melakukan percobaan terhadap apa yang mereka tonton. Jadi tidak cukup memberikan tontonan, (orang dewasa) harus juga memberikan tuntunan," tutupnya.
Sanksi Anak Pelaku Kekerasan Seksual
Polisi menitipkan empat anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) pelaku pemerkosaan ke panti rehabilitasi Cipayung, Jakarta Timur. Mereka tidak ditahan lantaran masih kategori di bawah umur. Hal ini sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Desakan untuk merevisi Undang-Undang tersebut sempat dilontarkan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan berpandangan, sistem peradilan pidana anak berlaku saat ini sudah memegang prinsip best interest of the child atau kepentingan terbaik sang anak. Prinsip tersebut telah disepakati secara internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu konvensi hak anak.
Polisi, lanjut Pohan, sudah mengikuti aturan dengan tidak melakukan penahanan terhadap empat ABH tersebut. Melainkan menitipkan keempatnya ke panti rehabilitasi.
"Di bawah 14 tahun tidak dimungkinkan untuk pidana penjara. Karena pidana penjara dipandang tidak tepat dan bahkan dapat membahayakan tumbuh kembang anak," katanya.
Meskipun tidak bisa dihukum pidana penjara, keempat ABH dapat diberikan pembinaan bersifat rehabilitatif. Misalnya kewajiban mengikuti pendidikan formal atau pelatihan dalam jangka waktu tertentu.
"Ini mungkin terasa ringan, tetapi perlu disadari bahwa (pembinaan) ini untuk anak yang belum berusia 14 tahun," ujar dia.
Pohan meyakini, kerja sama orang tua ABH dengan Kementerian Sosial dalam melakukan pembinaan mampu mengurangi potensi anak untuk mengulangi perbuatannya.
Upaya Pemerintah
Pemerintah telah mengambil langkah responsif terkait kasus pemerkosaan melibatkan anak di bawah umur ini. Sebagaimana diatur dalam Pasal 94 UU Nomor 11 Tahun 2012.
"Di pasal 94 Undang-undang tersebut tentang pentingnya melakukan koordinasi. Jadi kementerian PPPA melakukan koordinasi lintas sektor dengan lembaga terkait," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar kepada merdeka.com, Kamis (22/9).
Koordinasi dilakukan KemenPPPA berkaitan dengan sinkronisasi perumusan kebijakan mengenai langkah pencegahan, penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial.
"Setiap kali ada pelaku anak dalam kasus tertentu yang tidak ditahan, tentu kebijakan seperti itu kita koordinasikan melalui sinkronisasi perumusan kebijakan. Jadi langkah kita bicara soal usulan revisi dan semacamnya," ujarnya.
Selain itu, KemenPPPA juga menjalankan fungsi dalam menyediakan kebutuhan layanan. Layanan diberikan kepada korban dan keempat ABH.
"Melalui pelaksanaan teknis P2TP2A sudah ada yang melakukan pendampingan. Pendampingan di proses pemeriksaan, visum, asesmen awal, pengukuran psikologis awal dan kebutuhan lainnya," tutur Nahar.
Adapun KemenPPPA melakukan pengukuran psikologis awal terhadap korban dan empat ABH untuk melihat dampak psikologis akibat kejadian tersebut.
Terkait pendekatan kepada korban, Nahar mengatakan, KemenPPPA telah mengerahkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) DKI Jakarta bertemu langsung dengan remaja putri berusia 13 tahun tersebut.
"Kami tidak langsung, mengkoordinasikan dengan unit layanan di daerah. Dalam hal ini UTP DKI Jakarta sudah (bertemu dengan korban)," ucapnya.
Reporter: Michelle Kurniawan
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang remaja perempuan berinisial N (12), warga Ciputat, Tangsel, viral mengalami tindak penganiayaan yang diduga pelaku anak-anak yang tidak dikenali.
Baca SelengkapnyaRemaja Putri 16 Tahun di Flores Timur Digilir 12 Pria, Seorang Pelaku Berusia Anak-Anak
Baca SelengkapnyaSeorang siswi kelas satu SMP di Kabupaten Siak digilir 6 remaja pria saat pulang sekolah.
Baca SelengkapnyaKorban SH juga dicekoki konten pornografi yang dipertontonkan pelaku melalui layar handphonenya.
Baca SelengkapnyaMiris, Siswi SMA di Tapanuli Tengah jadi Korban Pemerkosaan 10 Laki-laki
Baca SelengkapnyaKetiga pelaku kini ditahan di Rutan Mapolres Buleleng.
Baca SelengkapnyaAksi penyekapan dan pemerkosaan secara bergiliran selama tiga hari oleh 10 pelaku terhadap siswi SMP di Lampung Utara, Lampung, NA (15), sudah terencana.
Baca SelengkapnyaSelama disekap korban tidak diberi makan dan minum, hanya disuruh menenggak minuman keras
Baca SelengkapnyaPelaku berusia 70 tahun itu sudah tetapkan sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaViral video bullying anak perempuan yang diduga masih pelajar sekolah menengah pertama (SMP).
Baca SelengkapnyaVideo dugaan pelecehan seksual yang dilakukan remaja terhadap bocah perempuan yang masih duduk di bangku TK viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaKorban dalam keadaan mabuk sempat diinapkan di rumah salah satu pelaku.
Baca Selengkapnya