Grasi Jokowi kepada pembunuh berencana kecewakan keluarga korban
Merdeka.com - Sulastri Yahya (60) masih merasa sedih dan terpukul atas kematian suaminya Agusni Bahar, dan anaknya Dodi Haryanto tahun 2012 lalu. Kesedihan dan kekecewaannya pun bertambah ketika Presiden Joko Widodo memberikan pengampunan terhadap Dwi Trisna Firmansyah alias Dwi.
Dwi merupakan salah seorang pelaku pembunuhan sadis terhadap Agusni Bahar dan Dodi Harianto di toko ponsel Jalan Kaharudin Nasution, Pekanbaru. Namun, hukuman mati yang diputuskan Pengadilan Tinggi Pekanbaru menjadi hukuman seumur hidup setelah mendapat grasi dari Presiden Jokowi kepada Dwi.
Sulastri yang didampingi anaknya, Riah Rahmat Setiadi (21) dan adik iparnya, Musniza (43) yang merupakan adik kandung korban (Agusni Bahar), mengatakan, grasi yang diberikan Presiden RI ke-7 tersebut telah mencederai rasa keadilan bagi dirinya.
-
Bagaimana masyarakat berharap Presiden Prabowo menjalankan amanah nya? 'Selamat atas amanah besar yang diberikan kepada Bapak Prabowo dan Bapak Gibran! Semoga di bawah kepemimpinan Anda berdua, bangsa Indonesia semakin maju, dan kehidupan masyarakat semakin sejahtera, damai, serta penuh keadilan.'
-
Kenapa berita tentang Prabowo di Pilpres 2024 disebar? 'Tingkat elektabilitas Prabowo Gibran kini begitu tinggi, pasangan ini diprediksi akan menang. Karena itu pembusukan politik mulai diembuskan untuk merusak kredibilitas Prabowo,' tegas Yusril.
-
Siapa yang menyampaikan harapan untuk Pilkada 2024? Hal itu disampaikan inisiator Desak Anies, yang juga Koordinator Media Ubah Bareng, Ghifari Fachrezi. Kata pria 26 tahun ini, anak muda akan lebih merasa didengar dan dilibatkan.
-
Bagaimana Hemas Nura merespon berita tersebut? Hemas Nura memuji sang suami di kolom komentar karena telah melunasi rumahnya, dan juga mendoakan agar rezeki sang suami selalu lancar.
-
Kenapa Wali Kota Medan berharap muktamar membawa kebaikan? “Tentu kita berharap muktamar yang dilaksanakan nantinya membawa kebaikan bagi bangsa Indonesia,“ kata Wali Kota Medan Bobby Nasution.
-
Kapan Puan Maharani menanggapi wacana bersatu di putaran kedua pilpres 2024? 'Insyallah (berkolaborasi antara kubu 1 dan kubu 3). Kita lihat saja gimana nanti kedepan ini,' kata Puan, saat diwawancarai di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1).
"Saat sidang di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung, kami telah menyampaikan bukti kuat keterlibatan para pelaku. Mengapa sampai di Presiden, kok dengan mudahnya memberikan grasi kepada pembunuh sadis itu," ujar Sulastri kepada merdeka.com, Senin (16/3) di Kejari Pekanbaru.
Bukti tersebut, kata dia, berupa rekaman percakapan antara pelaku Candra dengan pelaku lainnya, yang terekam dalam memory card milik pelaku Candra. Sulastri pun menyerahkan transkrip rekaman yang telah disalin di kertas kepada sejumlah wartawan.
"Dalam transkrip tersebut jelas, kalau para pelaku telah kerap melakukan pembunuhan dan mereka saling mengenal satu sama lain," kata Sulastri, seraya memperdengarkan rekaman tersebut.
Sementara itu anak korban, Rian, mengatakan memory card tersebut ditemuinya dalam sebuah toples, saat dirinya bersama anggota keluarga yang lain membersihkan rumah pasca peristiwa nahas menimpa ayah dan kakaknya tersebut.
"Sebelum kejadian, Candra (pelaku) pernah menanyakan ke saya, apakah saya ada melihat memory card miliknya. Saat itu, saya mengatakan tidak ada. Usai kejadian, saya temukan di dalam sebuah toples," kata Rian.
Sementara, adik korban Musniza, mengatakan dari bukti rekaman tersebut, membuktikan tidak ada alasan pembenar terhadap Presiden Joko Widodo dalam mengabulkan grasi terpidana mati, Dwi Trisna menjadi hukuman seumur hidup.
Karena, dari informasi yang diterimanya melalui media, kalau yang menjadi pertimbangan presiden para terdakwa tidak saling mengenal, baru pertama melakukan aksi pembunuhan, dan telah meminta maaf kepada keluarga korban.
"Dari rekaman tersebut jelas, kalau para pelaku saling kenal, pernah melakukan aksi pembunuhan sebelumnya, dan tidak pernah meminta maaf kepada keluarga baik pelaku sendiri maupun pengacaranya," jelas Musniza.
Meski demikian, Musniza menyatakan kalau hingga kini pihak keluarga belum menerima salinan petikan keputusan grasi dari Presiden tersebut.
"Kalau sudah kita terima, kita akan tahu apakah pertimbangan tersebut disampaikan pelaku kepada pengacaranya, atau pengacaranya yang pandai-pandai. Kalau ada kebohongan disana, akan kita laporkan ke polisi," kata Musniza, yang juga berprofesi selaku pengacara tersebut.
Musniza berharap, dalam kesempatan ini agar pemberitaan yang beberapa hari beredar dapat berimbang, dan Presiden Jokowi juga mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. "Pak Presiden harus adil menyikapi hal ini. Kami akan surati presiden setelah mendapatkan salinan petikan grasi," pungkasnya.
Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang dipimpin Ida Bagus Dwiyantara SH, Selasa (25/9/2012) silam menyatakan kalau ketiga terdakwa, yakni Candra Purnama alias Hendra (yang bekerja pada korban), Andi Paula dan Dwi Trisna Firmansyah, terbukti melanggar Pasal 340 junto Pasal 55 KUHP tentang pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama.
Putusan tersebut dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru dan Mahkamah Agung (MA). Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni hukuman penjara selama seumur hidup.
Peristiwa pembunuhan yang dilakukan terhadap korban sangat sadis ini terjadi Senin (16/4/12) silam, sekitar pukul 05.30 WIB. Para terdakwa bersama dengan Rohim yang masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), membunuh korban di Toko Ponsel Niagara Jalan Kaharuddin Nasution, Kecamatan Bukitraya, Pekanbaru.
Agusni yang sedang sholat subuh itu, dipukul tengkuknya pakai kayu balok oleh Rohim. Akibatnya korban tersungkur di atas sajadah di lantai dua Ruko. Saat tersungkur itu, korban sempat memberikan perlawanan dan bergumul dengan Rohim. Namun datang Andi Paula membantu Rohim dan langsung membacok korban.
Tidak sampai disitu, Rohim kemudian membacok beberapa kali di bagian kepala dan leher korban hingga akhirnya korban Agusni tewas bersimbah darah. Mendengar ada suara keributan, anak korban bernama Dodi yang mendengar adanya keributan langsung keluar dari kamarnya.
Namun Dodi juga dibacok oleh terdakwa Hendra bersama Dwi Trisna Firmansyah berulang kali. Akibatnya, Dodi pun tewas seketika itu juga.
Setelah membunuh kedua korban, pelaku juga menguras harta korban. Diantaranya, satu unit mobil jenis Daihatsu Terios, 2 unit motor, 12 unit handphone, voucher, STNK, BPKB dan 3 tas yang berisi uang.
Hasil rampokan itu, dijual terdakwa melalui Suroso (yang telah divonis satu tahun penjara) di Palembang. Hingga akhirnya, para terdakwa berhasil dibekuk Jajaran Polresta Pekanbaru.
Dan pada tanggal 13 Februari 2015, Presiden Joko Widodo, mengabulkan grasi yang diajukan salah seorang pelaku, yakni Dwi Trisna Firmansyah, sebagaimana yang dimohonkan Penasehat Hukumnya, Asep Ruhiat SAg SH MH. Petikan putusan tersebut menyatakan kalau ada perubahan jenis pidana dari pidana mati yang dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup.
Sementara, terhadap kedua terpidana lainnya, Candra Purnama alias Hendra dan Andi Paula, dipastikan akan dieksekusi. Hal tersebut, setelah upaya permohonan grasinya ditolak Presiden Joko Widodo.
"Dua pelaku lainnya, tetap dieksekusi mati. Namun untuk pelaksanaan eksekusinya, kita menunggu instruksi dari Kejaksaan Agung," kata Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari Pekanbaru, Ferly Sarkowi di kantornya. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabar terakhir, Koptu HB sudah diperiksa. Tetapi hingga kini status hukum terhadapnya masih mengambang.
Baca SelengkapnyaDiduga, pelaku tega menghabisi nyawa juniornya untuk menguasai barang berharga milik korban karena yang bersangkutan terlilit pinjaman online.
Baca SelengkapnyaTerungkap fakta terbaru kasus suami bunuh dan cor jasad istrinya di dalam rumah di Jalan Kandea II, Kelurahan Bontoala Tua, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan, setiap lima tahun sekali dipastikan Pemilu akan terus terjadi.
Baca SelengkapnyaKeluarga juga menyebut Kombes Irwan pernah meminta keluarga korban mengiklaskan kematian GRO. Hal itu membuat korban curiga ada sesuatu yang tak beres.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta kode etik jurnalistik terus dipegang teguh.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta kepada masyarakat untuk tidak lagi mengeluarkan ujaran kebencian dan menyebarkan berita bohong.
Baca SelengkapnyaTerkait dugaan keterlibatan anggota TNI, KSP juga belum bisa berkomentar lebih jauh.
Baca SelengkapnyaTerungkapnya dugaan keterlibatan wartawan dalam mengintervensi kasus ini bermula dari pengakuan seorang kerabat keluarga korban berinisial S.
Baca Selengkapnyapenyelesaian Tragedi Kanjuruhan dan Tragedi Unlawful Killing KM 50 penting dilakukan
Baca SelengkapnyaKubu pelaku telah melaporkan pengacara dan keluarga korban dengan ancaman Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dan pidana umum KUHP.
Baca SelengkapnyaSaat tersangka A tiba di lokasi, mereka bersorak dan berteriak.
Baca Selengkapnya