Gugat UU Narkotika ke MK, Penanam Ganja Nilai Frasa Pohon Timbulkan Disparitas Hukum
Merdeka.com - Penanam ganja di rumah bernama Ardian Aldiano mengajukan Pengujian Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mempersoalkan frasa pohon dalam penjelasan undang-undang tersebut.
Kuasa hukum pemohon Singgih Tomi Gumilang dalam sidang perdana secara daring di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (2/11), mendalilkan frasa pohon dalam Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 tidak dimaknai sehingga dapat menimbulkan disparitas hukum.
"Tidak dimaknai-nya frasa pohon dalam Penjelasan Pasal 111 dan Pasal 114 dikhawatirkan akan menimbulkan banyaknya disparitas hukum dalam pemeriksaan-pemeriksaan persidangan yang lain-lain selain pemohon," tutur Singgih Tomi Gumilang.
-
Dimana pohon bonsai terlarang berada? Jika pendaki melewati jalur Ajisaka, maka pohon besar ini berada di sisi kawasan tersebut.
-
Apa yang unik dari pohon ini? Pohon prasejarah ini mengingatkan pada beberapa pohon pakis, tumbuhan berbiji, dan tumbuhan berbunga, tetapi pembeda utamanya terletak pada jumlah daun yang jauh lebih banyak dan susunan pertumbuhan yang unik.
-
Apa itu Pohon Andalas? Pohon Andalas pertama kali ditemukan pada abad ke-19.
-
Bagaimana paku merusak pohon? Ketika ditancapkan paku ke pohon, jaringan luar yang ada di batang pohon yang seharusnya berguna untuk melindungi jaringan dalam pohon, lama-kelamaan bisa membuat bakteri masuk.
-
Bagaimana pohon ini ditemukan? 'Fosil tumbuhan jarang ditemukan dalam sejarah bumi. Bahkan lebih jarang lagi kita dapat menemukan fosil pohon dengan daun mahkota tiga dimensi yang masih utuh. Kita dapat menghitung jumlah kemunculan fosil tumbuhan pada Paleozoikum Akhir dengan satu tangan, di mana batang pohon diawetkan dengan daun tajuk yang menempel. Dan pohon kecil yang kami temukan hanyalah satu dari segelintir fosil pohon yang daunnya masih menempel pada batangnya.'
-
Apa itu pohon berjalan? Pohon berjalan atau walking tree adalah fenomena unik yang telah menjadi objek penelitian sejak tahun 1980-an.
Ia menuturkan pemohon kini sedang dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Surabaya sebagai terdakwa atas tindakannya menanam 27 tanaman ganja. Menurut dia, terdapat perbedaan yang mencolok dari tanaman ganja yang hanya memiliki tinggi 3-40 sentimeter dengan definisi pohon sebagai tumbuhan yang mempunyai akar, batang dan tajuk yang jelas dengan tinggi minimum 5 meter.
Untuk itu, pemohon melalui kuasa hukumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika bertentangan dengan UUD 1945.
Selanjutnya kuasa hukum pemohon mengusulkan agar pohon dalam undang-undang tersebut dimaknai sebagai tumbuhan yang mempunyai akar, batang dan tajuk yang jelas dengan tinggi minimum 5 meter.
Menanggapi permohonan itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempertanyakan frasa yang dimintakan untuk didefinisikan lantaran Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika hanya berisi "cukup jelas".
"Yang didefinisikan itu apanya? Tidak ada kata apapun di dalam 'cukup jelas' itu, selain 'cukup jelas'. Anda minta definisi-nya ada definisi pohon, kan tidak ada di situ kata pohon, yang ada kan 'cukup jelas' saja," ujar Enny Nurbaningsih.
Untuk itu, pemohon diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonan hingga dua pekan kemudian.
Terbelit kasus hukum lantaran menanam 27 pohon ganja, seorang terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya mengajukan uji materiil terhadap pasal yang menjeratnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uniknya, dia mempersoalkan frasa "pohon" ganja dalam pasal pada undang-undang narkotika yang didakwakan padanya.
Uji materiil terhadap frasa "pohon" ganja ini dilakukan oleh terdakwa Ardian Aldiano alias Dino (21). Ia didakwa oleh jaksa penuntut umum karena telah menanam 27 tanaman ganja secara organik. Dia jerat dengan pasal 111 dan pasal 114 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Frasa "pohon" sendiri terdapat dalam pasal 114 ayat 2 yang berbunyi: "Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Kuasa hukum Dino, Singgih Tomi Gumilang mengatakan, kliennya tersebut didakwa karena menanam 27 batang tanaman ganja. Tanaman ganja yang ditanam sang klien itu, memiliki rata-rata tinggi 3 cm hingga 40 cm. Dia dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
"Yang kami minta (uji materiil) itu adalah, memberikan tafsir konstitusi frasa "pohon" pada pasal 114 UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika," katanya dikonfirmasi merdeka.com, Minggu (11/10).
Ia menjelaskan, mengapa kliennya melakukan gugatan tersebut. Pertama, secara konstitusi merasa dirugikan lantaran dalam penegakan hukum di lapangan, menanam ganja dengan ketinggian 5 cm dengan menanam ganja berketinggian 5 meter atau lebih dianggap sama. Padahal, hal ini nantinya akan berimplikasi pada ganjaran hukuman yang harus diterimanya.
"Padahal, dalam undang-undang narkotika ini masih dikenal istilah gramasi (bobot/berat). Jadi bisa dibayangkan, kalau ada tanaman dengan tinggi 5 cm dan 5 meter dianggap sama, ini tentu merugikan klien kami. Sebab, antara ganja bobot 5 gram dengan 1 kilogram, nanti bisa dianggap sama. Ini tentu sangat berpengaruh terhadap hukuman yang nantinya akan diterimanya," tambahnya.
Dia mencontohkan, kasus Fidelis, penanam pohon ganja untuk istrinya yang sakit di Kalimantan hanya mendapat tuntutan 5 bulan dari jaksa dan vonis 8 bulan. Padahal, bila kliennya dikategorikan sebagai penanam, maka telah terjadi disparitas (perbedaan) hukuman.
"Dalam UU narkotika, tidak dikenal bibit tanaman, yang ada adalah pohon. Berapa pun tingginya, disebut pohon. Padahal, tafsir frasa pohon sendiri menurut situs yang saya temukan di website Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta https://dendrology.fkt.ugm.ac.id/2017/08/10/bedanya-herba-perdu-dan-pohon/ berbunyi, tumbuhan yang mempunyai akar, batang, dan tajuk yang jelas, dengan tinggi minimum 5 meter," tandasnya.
Terkait dengan hal ini, pihaknya pun berharap hakim dapat mengabulkan permohonannya tersebut. Sebab, hasil dari uji materiil ini, akan dapat digunakannya sebagai novum (bukti baru) jika nantinya ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Klien kami hanya minta keadilan yang sama dimata hukum. Jangan sampai, kasusnya sama, tapi hukumannya bisa berbeda," tegasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Majelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonannya.
Baca SelengkapnyaPenyelesaian masalah terhadap 537 perusahaan kelapa sawit yang tidak memiliki hak guna usaha (HGU) tuntas pada Desember.
Baca SelengkapnyaDampak ini terasa signifikan bagi tenaga kerja dan petani tembakau, yang selama ini menggantungkan hidup pada industri ini.
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini dinilai tidak hanya berdampak pada industri hasil tembakau.
Baca SelengkapnyaTidak netral yang dimaksud adalah membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada.
Baca SelengkapnyaKenaikan cukai rokok yang tak terkendali juga dapat memunculkan berbagai rokok ilegal.
Baca SelengkapnyaPetani termbakau tegas menolak aturan-aturan yang berdampak pada mata pencariannya.
Baca SelengkapnyaKedua tersangka beserta seluruh barang bukti ganja sudah diamankan di Mapolres Tanah Karo.
Baca SelengkapnyaHal ini karena aturan produk tembakau di RPP Kesehatan dinilai tak sejalan dengan UU yang menaungi bidang pertanian.
Baca SelengkapnyaPada permen LHK 7/2014 dibuat untuk mengatur mekanisme penyelesaian sengketa perdata lingkungan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Baca Selengkapnya