Gugatan ke MK jadi jurus baru Setya Novanto coba lepas dari jerat kasus e-KTP
Merdeka.com - Tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto telah tiga kali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam tiga panggilan KPK itu, Ketua Umum Partai Golkar itu dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Sultion Anang Sugiana Sudiharjo (ASS) dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dalam surat yang dikirimkannya kepada KPK, Setnov berdalih pemanggilan dirinya sebagai Ketua DPR harus atas seizin Presiden. Karenanya, Setnov tak akan hadir jika KPK belum mendapatkan izin dari Presiden.
Hari ini, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Setnov. Namun, kali ini Ketua DPR itu bakal diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Kapan sidang DKPP terkait KPU digelar? Ketua KPU, Hasyim Asy'ari saat mengikuti sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan pihak pengadu Nus Wakerkwa di Gedung DKPP, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
-
Siapa yang ditetapkan tersangka oleh KPK? Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus Harun Masiku.
Belum diketahui apakah Setnov akan menghadiri panggilan KPK hari ini. Namun, berdasarkan keterangan kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Setnov tidak akan memenuhi panggilan KPK sampai ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review yang baru saja dilaporkan terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Seperti diketahui, Setnov melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Senin (13/11) kemarin, mengajukan gugatan ke MK terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2.
Pasal 12 ayat (1) huruf b dalam UU KPK tersebut berbunyi "Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri".
Sementara, pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait penyidikan. Ayat 1 dalam pasal tersebut berbunyi "Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini".
Sedangkan ayat 2 dalam pasal tersebut berbunyi, "Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka".
Fredrich Yunadi mengatakan salah satu alasan judicial review ke MK untuk menghindari kesalahpahaman atas wewenang KPK terhadap Setnov yang merupakan Ketua DPR.
"Daripada kita ribut lalu debat kusir, lebih baik saya uji di MK biar MK akan memberikan pertimbangan atau putusan sekiranya apa yang sebenarnya jadi acuan penegak hukum baik," kata Fredrich Fredrich di Gedung MK, Senin (13/11) lalu.
Fredrich merujuk kepada UUD 1945 pasal 20 a ayat 3 mengenai hak imunitas terhadap anggota DPR. Pasal 20 a ayat 3 pada UUD 1945 tersebut berbunyi "Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas".
Dari pasal tersebut, dia menyebut tidak ada alasan KPK memanggil Setnov. Sebab, yang bersangkutan tengah menjalani tugas legislatif.
"Kami juga sekarang mengatakan bahwa klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap apakah beliau bisa ditabrak atau dikesampingkan dari UUD hak imunitas daripada Pak Setya Novanto," katanya.
Namun, dua pakar hukum tata negara yakni Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun memiliki pandangan berbeda dengan kubu Setnov.
Yusril Ihza Mahendra menilai, Pasal 46 UU KPK dengan jelas mengesampingkan hak imunitas anggota DPR dari proses hukum. Yusril juga menyatakan penyidikan terhadap Setnov harus terus berjalan tak terpengaruh dengan gugatan yang diajukan. Menurut Yusril, Pasal 46 dalam UU KPK menegaskan Setnov bisa ditarik untuk pemeriksaan.
"Ada prosedur khusus untuk kepentingan penyidikan itu untuk ketentuan menunggu itu dikesampingkan. Sejauh menyangkut korupsi bisa lakukan penyidikan," ujar Yusril ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (14/11) kemarin.
Yusril melihat gugatan yang diajukan pihak Setya Novanto itu proses yang menarik. Sebab, gugatan yang diajukan pihak Setya Novanto sama dengan ketika KPK menolak menghadiri Pansus DPR ketika kewenangan hak angket tengah diuji di MK.
"Biar saja MK nanti kasih seperti apa keputusannya," katanya.
Sementara, Refly Harun mengatakan KPK bisa saja memanggil paksa Setnov untuk diperiksa memiliki hak imunitas. Bahkan, menurutnya, KPK diperbolehkan menahan Setnov jika tidak kooperatif, menghilangkan alat bukti dan berupaya menghalangi proses penyidikan.
"Jangankan pemanggilan paksa, menahan pun tidak ada persoalan," ujar Refly di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Refly menjelaskan, hak imunitas anggota DPR memiliki pengecualian. Hak imunitas itu, kata Refly, tidak berlaku jika anggota DPR membuka perkara yang dinyatakan tertutup ke publik dan terlibat tindak pidana khusus seperti korupsi.
"Tapi sekali lagi, hak imunitas tidak pernah berlaku untuk kasus korupsi. Itu perlu dicatat. Hak imunitas tidak pernah berlaku untuk kasus korupsi apalagi kasus korupsi yang disidik oleh KPK," katanya.
Oleh karena itu, Refly meminta Setnov untuk memberikan contoh baik dengan hadir dalam pemeriksaan KPK. Setnov disarankan tidak berlindung di izin presiden atau hak imunitas.
Soal Setnov melalui tim kuasa hukumnya menyatakan bakal terus mangkir dari panggilan KPK sampai MK mengeluarkan putusan atas gugatan uji materi UU KPK, Refly menegaskan berdasarkan prosedur di MK, KPK tetap bisa menyidik Setnov meski uji materi UU KPK masih diuji dan belum keluar putusan.
"Kalau misalnya pihak Setya Novanto dalam hal ini membangkang. Maka KPK bisa melakukan upaya paksa. Termasuk menahan. Sampai ada putusan MK yang menyatakan pasal itu tidak berlaku," katanya.
Gugatan Setnov ke MK atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2 ini menjadi 'jurus' baru Setnov dalam melawan KPK. Sebelumnya, Setnov melakukan perlawanan ke KPK melalui jalur praperadilan.
Seperti diketahui, status tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi proyek e-KTP yang dikeluarkan KPK terhadap Setnov saat ini merupakan kali kedua. Pada penetapan tersangka untuk pertama kalinya, Setnov melakukan upaya hukum dengan menempuh jalur praperadilan.
Hampir dua minggu berjalan, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan mengabulkan sebagian permohonan Setnov dalam praperadilan. Dalam putusan tersebut, Hakim Cepi menyatakan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Setnov tidak sah secara hukum. Setnov pun bebas dari status tersangka.
"Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto yang dikeluarkan terhadap termohon tidak sah," kata Hakim Cepi, Jumat (29/9).
Namun KPK tak mau menyerah. Yakin memiliki bukti kuat, KPK pada Jumat (10/11) lalu kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka di kasus e-KTP untuk kali kedua.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaMenurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaAlex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov.
Baca SelengkapnyaHamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Saya Kira Semua Akan Alami Tekanan
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo menyebut Presiden Jokowi pada 2017 pernah memintanya menghentikan kasus korupsi Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca Selengkapnya