Gugatan warga Dolly Rp 270 M ke Pemkot Surabaya ditolak majelis hakim
Merdeka.com - Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) yang mengaku mengatasnamakan warga Dolly melayangkan gugatan 'class action' ke Pemkot Surabaya dan Satpol PP ini pascapenutupan eks-lokalisasi Jarak-Dolly, beberapa waktu lalu.
Mereka menuntut agar Pemkot membayar ganti rugi Rp 270 miliar kepada warga Jarak -Dolly sebab telah melakukan perampasan hak ekonomi masyarakat yang kehilangan mata pencaharian atau penurunan penghasilan, tanpa ada persiapan dan konsep peralihan sumber kehidupan masyarakat sekitarnya.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Dwi Purnomo menolak gugatan yang mengatasnamakan warga eks-Lokalisasi Dolly kepada Pemerintah Kota Surabaya karena tidak memenuhi syarat formal gugatan 'class action'.
-
Siapa yang menjadi korban diskriminasi? Contohnya, seperti diskriminasi yang ditujukan kepada orang keturunan etnis Tionghoa di Indonesia.
-
Siapa yang dituduh sebagai orang ketiga? Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menyalahkan Salshabilla Adriani, seorang artis muda lainnya, yang disebut-sebut sebagai orang ketiga dalam hubungan mereka.
-
Siapa yang terlibat dalam Tilik Warga? 'Untuk itu kami siap bekerja sama dengan pengurus Lentera Jiwa yang bertugas memberikan pelayanan kepada warga kami yang belum sembuh dari penyakit ini,' kata Sarju dikutip dari ANTARA.
-
Siapa yang ditemuinya di Surabaya? Ketika mengunjungi Surabaya, KD menyempatkan diri untuk bertemu dengan Azriel, yang saat ini sedang menjalani studi S2 di kota tersebut.
-
Siapa yang dituduh sebagai pelakor? Dituding Jadi Pelakor Momen tersebut bermula ketika Dinar Candy dituduh sebagai pelakor oleh Ayu Soraya, istri sah Ko Apex.
-
Mengapa orang melakukan diskriminasi? Dari segi psikologi, seseorang yang melakukan sikap diskriminasi, mungkin dipengaruhi oleh faktor sejarah atau masa lalu. Bisa jadi, orang yang melakukan diskriminasi, pernah mendapatkan perlakuan yang berbeda dan tidak adil oleh orang lain.
"Mengadili, menyatakan bahwa gugatan kelompok yang diajukan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima," kata hakim Dwi Purnomo, saat membacakan putusan di PN Surabaya, Senin (3/9).
Gugatan perdata yang diajukan 'class action' warga eks-Lokalisasi Dolly-Jarak ke Pemkot Surabaya sebesar Rp 270 miliar ini tidak dapat diterima.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai gugatan kelompok yang dilayangkan, tidak memenuhi syarat formal gugatan 'class action" sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 tahun 2002.
"Syarat-syarat formal gugatan class action tidak terpenuhi untuk melakukan gugatan," ungkapnya.
Di samping itu, hakim juga menegaskan bahwa penggugat dapat mengajukkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keputusan Pemkot Surabaya melakukan penutupan eks-lokalisasi Jarak - Dolly.
"Untuk penutupan Dolly dapat diajukan gugatan Tata Usaha Negara," ucapnya.
Atas penolakan tersebut Naen Suryono mewakili pihak penggugat akan mengajukan perlawanan lewat upaya hukum kasasi.
"Kami akan melakukan perlawanan di tingkat kasasi. Tidak mungkin kami melakukan gugatan TUN atas penutupan Jarak -Dolly, sebab batas waktu gugatan TUN sudah jauh terlampaui yakni 90 hari setelah Pemkot Surabaya melakukan penutupan Jarak-Dolly pada 2014 lalu," ujarnya.
Sementara itu, kubu warga Jarak-Dolly yang menolak prostitusi dibuka kembali yang didampingi Banser dan GP Ansor dalam surat penolakan menyebutkan. Bahwa, gugatan yang dilayangkan 12 orang tersebut hanyalah untuk kepentingan pribadi penggugat. Terbukti dari 12 penggugat tersebut adalah pemilik usaha rumah karoke di daerah Jarak Dolly.
Menurut Supadi salah satu di daerah Dolly mempertanyakan KTP para pendemo yang mengatasnamakan warga Dolly tersebut. "Coba sampean tanya mereka, KTP nya orang mana itu, kami semua tidak kenal. Orang luar semua itu," ungkapnya.
Lebih lanjut Supadi mengatakan, industri rumahan di daerah Jarak-Dolly itu memang ada. Dan jumlahnya ditaksir sekitar 100 orang. "Di dolly itu banyak home industrinya, hampir 100 orang tenaga kerjanya. Itu ketua home industrinya," tuturnya.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tuntutan warga ini merupakan permasalahan yang muncul pada sejak 2019
Baca SelengkapnyaSehingga eksekusi bisa kembali dilaksanakan sesuai dengan keputusan pengadilan.
Baca SelengkapnyaKejadian ini bermula dari dugaan pemalsuan data ahli waris Warga Dago Elos yang bersengketa dengan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Baca SelengkapnyaKorban penggusuran Dukuh Pakis curhat nasib yang ia alami usai rumahnya digusur. Ia kebingungan hendak tinggal di mana.
Baca SelengkapnyaSelain itu, mereka juga mempertanyakan siapa yang akan menghuni Kampung Susun Bayam jika warga pindah ke Rusun Nagrak.
Baca SelengkapnyaKuasa Hukum Jokowi dan Iriana, Otto Hasibuan menyampaikan, sebenarnya ada 3 gugatan yang mengganggu kliennya.
Baca SelengkapnyaMerasa tidak adil, warga di Jalan Juanda Kota Medan menolak dan menggugat pembangunan underpass.
Baca Selengkapnya"kita sudah dapat SK calon penghuni, sudah dapat nomor unit, terus mau ngapain di pindahkan ke Nagrak? terus kampung susun yang sudah jadi buat apa?”
Baca SelengkapnyaEmpat orang yang terdiri dari warga dan mahasiswa yang terluka dalam kericuhan yang terjadi
Baca SelengkapnyaDjamaluddin mengaku tidak mengetahui siapa orang yang telah mengeroyok Bodhiya
Baca SelengkapnyaOrang tua murid SDN Pocin 1 merasa kecewa dengan putusan PTUN Bandung yang menolak gugatan mereka.
Baca SelengkapnyaKepolisian akhirnya menerima laporan warga Dago Elos perihal pemalsuan data yang sebelumnya disebut ditolak hingga berujung bentrok.
Baca Selengkapnya