Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Gus Ipul sebut kemajuan kota diukur dari indeks kebahagiaan

Gus Ipul sebut kemajuan kota diukur dari indeks kebahagiaan Gus Ipul. ©2016 merdeka.com/moch. andriansyah

Merdeka.com - Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyebut, maju tidaknya kota diukur dari indeks kebahagiaan masyarakatnya. Sayangnya, terkait masalah ini Indonesia masih kalah dengan Malaysia dan Singapura.

Hal ini disampaikan Gus Ipul saat menghadiri Seminar Pembangunan Perkotaan Berbasis Komunitas di Kampus C Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat (11/11).

Menurut Gus Ipul, meski pembangunan di sebuah kota dilakukan besar-besaran, jika masyarakatnya masih tidak bahagia, maka pembangunan dianggap kurang berhasil.

"Jadi keberhasilan pembangunan itu bisa dilihat seberapa jauh bisa membuat masyarakatnya senang," ucapnya.

Pendapatan perkapita sebuah keluarga juga turut menentukan sukses pembangunan. "Jika indikator pendapatan yang kita terima Rp 1,8 juta ke atas, maka bisa dikatakan relatif bahagia. Sebaliknya, pendapatan di bawah itu, dikatakan kurang bahagia," katanya.

Menurutnya, ada dua cara meningkatkan pendapatan, yaitu menaikkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran. "Kalau mengurangi pengeluaran, maka harus memperbaiki transportasi publik, dan trotoar," katanya.

"Sehingga masyarakat tidak perlu naik angkot. Jadi, mengurangi pengeluaran masyarakat bisa dilakukan dengan pembangunan infrastruktur," sambungnya.

Gus Ipul mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut ada 10 kriteria kota disebut sukses pembangunannya. 10 kriteria itu antara lain; masalah pendidikan, kesehatan, keharmonisan keluarga, waktu luang, pendapatan dan lain-lain.

Di lain sisi, kemajuan kota juga harus memiliki identitas. Kata Gus Ipul masalah ini menjadi penting.

"Karena kota yang ideal itu, di samping pendapatan dan pekerjaan, identitas sosial budaya juga melekat. Sehingga identitas tidak hilang," ungkap dia.

Sayang, sambung Gus Ipul, indeks kebahagian masyarakat di Indonesia masih kalah dengan Malaysia dan Singapura. Untuk itu, Indonesia harus membenahi seluruh indikator yang bisa membawa masyarakatnya bahagia.

"Masalah pendidikan misalnya. Sekarang ini, rata-rata pekerja kita sekolahnya tujuh tahun. Kalau bisa sebelas tahun. Ternyata semakin tinggi pendidikan, maka orang semakin bahagia. Itu kesimpulan indikator tentang pendidikan. Makin sehat, semakin bahagia. Semakin banyak pendapatan, semakin bahagia dan seterusnya," paparnya.

Gus Ipul kembali menegaskan, kabupaten dan kota harus mampu memacu potensi daerahnya, agar memiliki prioritas pembangunan yang akan menjadi ikon daerah.

"Di Banyuwangi misalnya. Banyuwngi memilih pariwisata sebagai prioritas. Maka yang lain-lain mengikuti. Kalau Mojokerto industrinya. Pariwisatanya mengikuti yang berbasis industri. Jadi ini tergantung wali kota dan bupatinya masing-masing," tandas Gus Ipul. (mdk/dan)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Survei Terbaru: Indonesia Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia
Survei Terbaru: Indonesia Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia

Hasil ini berdasarkan Ray Dalio’s Great Powers Index 2024.

Baca Selengkapnya
Kepala BKKBN: Kita Ini Miskin, Tetapi Bahagia dan Masih Bisa Bersyukur
Kepala BKKBN: Kita Ini Miskin, Tetapi Bahagia dan Masih Bisa Bersyukur

Berdasarkan iBangga, skor indeks kebahagiaan tercatat sebesar 72

Baca Selengkapnya
Survei: Ridwan Kamil Gubernur dengan Kepuasan Publik Paling Tinggi di Pulau Jawa
Survei: Ridwan Kamil Gubernur dengan Kepuasan Publik Paling Tinggi di Pulau Jawa

Ridwan Kamil berbeda tipis dengan kinerja Khofifah Indar Parawansa

Baca Selengkapnya
Sering Dapat Penghargaan, Begini Kisah Inspiratif Wali Kota Madiun Maidi
Sering Dapat Penghargaan, Begini Kisah Inspiratif Wali Kota Madiun Maidi

Sejak Maidi menjabat wali kota, Kota Madiun dapat ratusan penghargaan tingkat provinsi hingga internasional.

Baca Selengkapnya
Benarkah Indonesia Negara Paling Bahagia di Dunia? Ini Fakta dan Indikatornya
Benarkah Indonesia Negara Paling Bahagia di Dunia? Ini Fakta dan Indikatornya

Faktanya, selama dua dekade terakhir, kebahagiaan yang dilaporkan sendiri di Amerika telah menurun, terutama di kalangan generasi muda.

Baca Selengkapnya
Mengukur Tingkat Kepuasan Masyarakat atas Kinerja Jokowi, Harga Kebutuhan Pokok & Korupsi Pejabat Jadi Sorotan
Mengukur Tingkat Kepuasan Masyarakat atas Kinerja Jokowi, Harga Kebutuhan Pokok & Korupsi Pejabat Jadi Sorotan

Meski tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi cukup tinggi, ada lima kondisi masyarakat di era Jokowi yang menjadi perhatian.

Baca Selengkapnya
Andika di Debat Pilkada Jateng: Indeks Pelayanan Publik 3 Tahun Terakhir Memburuk
Andika di Debat Pilkada Jateng: Indeks Pelayanan Publik 3 Tahun Terakhir Memburuk

Andika membuka data, ada 10,47 persen warga di Jateng miskin. Menurutnya, hal itu perlu ditekan sampai dengan nol.

Baca Selengkapnya
Anies: Ketimpangan Itu Nyata, Pembangunan Itu Tentang Manusia Bukan Infrastruktur
Anies: Ketimpangan Itu Nyata, Pembangunan Itu Tentang Manusia Bukan Infrastruktur

Capres Anies Baswedan menyatakan ketimpangan sangat nyata ditemukan di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Jokowi: Indeks Kualitas Udara di IKN 6, Jakarta 190
Jokowi: Indeks Kualitas Udara di IKN 6, Jakarta 190

Padahal, standar kualitas udara yang baik berada di angka 0-50.

Baca Selengkapnya
Gus Ipul Cerita Strategi Pembangunan dan Tata Kelola Pemkot Pasuruan
Gus Ipul Cerita Strategi Pembangunan dan Tata Kelola Pemkot Pasuruan

Gus Ipul Cerita Strategi Pembangunan dan Tata Kelola Pemkot Pasuruan

Baca Selengkapnya
4 Tahun Beruntun, Pemkot Pasuruan Kembali Raih Opini WTP
4 Tahun Beruntun, Pemkot Pasuruan Kembali Raih Opini WTP

Penghargaan diterima langsung Gus Ipul dan Mas Adi di Sidoarjo, Jawa Timur.

Baca Selengkapnya
Cak Imin Ingin Bangun 40 Kota Selevel Jakarta, Pakar Tata Kota: Berat untuk Diwujudkan
Cak Imin Ingin Bangun 40 Kota Selevel Jakarta, Pakar Tata Kota: Berat untuk Diwujudkan

Untuk bisa mencapai level seperti Jakarta, tentu bukan hal mudah terlebih karena kapasitas fiskal Jakarta yang sangat besar.

Baca Selengkapnya