Hadiri Sidang Syahganda Nainggolan, Gatot Berpesan agar Hakim Berlaku Adil
Merdeka.com - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo hadir dalam sidang lanjutan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Duduk di bangku depan kursi pengunjung, Gatot terlihat mengenakan pakaian warna hitam.
Dalam sidang siang tadi, agendanya adalah pembelaan terdakwa melalui kuasa hukum. Gatot mengatakan agar penegak hukum dapat berlaku adil sesuai dengan sumpah jabatan dan amanah Undang-undang Republik Indonesia.
"Saya hanya mengingatkan saja tentang Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Gatot usai persidangan, Kamis (8/4).
-
Siapa yang memimpin Tim Nanggala? Tim ini dimpin oleh Letnan Poniman Dasuki.
-
Kenapa Ganjar melibatkan mantan Panglima TNI? Selain itu, Ketua Harian Partai Perindo TGB Muhammad Zainul Majdi juga mengisi posisi sebagai wakil ketua TPN Ganjar.
-
Siapa yang menjadi Panglima TNI? Saat Indonesia merdeka, Surono dan kawan-kawannya bergabung dengan Barisan Keamanan Raktay (BKR) di Banyumas. Di sinilah Surono selalu mendampingi Soedirman yang kelak menjadi Panglima TNI.
-
Siapa yang memimpin sidang akhir seleksi Akpol NTT? Sidang akhir dipimpin langsung Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga, Rabu (3/7) kemarin.
-
Siapa yang ditemu Ganjar di Jakarta? Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo ditemani istrinya, Atikoh menemui anak-anak muda di Tim Pemenangan Muda Creative Hub, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
-
Siapa yang menemani Panglima TNI di warteg? Agus Subiyanto datang tanpa menggunakan kawalan yang ketat. Ia jalan hanya dengan satu mobil disetir oleh sahabatnya.
Gatot juga berpesan supaya hakim berbuat adil. "Sehingga, menurut asumsi saya apabila hakim maupun jaksa penuntut umum melaksanakan segala putusan-putusannya karena titipan orang atau pesanan-pesanan, maka hakim atau jaksa menganggap bahwa Tuhannya adalah orang yang memberikan pesanan tersebut, bukan Tuhan Yang Maha Esa," tegasnya.
Dia menuturkan pertanggungjawaban keputusan hakim dan jaksa adalah kepada Tuhan. "Sehingga pertanggungjawaban keputusan hakim dan jaksa bukan pada masyarakat, tapi pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya hanya ingatkan itu saja," katanya.
Dia berkeyakinan bahwa jaksa dan hakim adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Sehingga mudah-mudahan segala putusan berdasarkan fakta peradilan tidak dipengaruhi apapun juga. "Karena putusan itu akan dipertanggungajwabkan pada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu Wa Ta'ala," pungkasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Syahganda dituntut hukuman 6 tahun penjara dalam perkara penyebaran berita bohong terkait Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law dengan, Kamis (1/4).
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahnan Tanjung. Dia menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Seusai persidangan, Syahnan memaparkan alasannya menuntut Syahganda 6 tahun penjara. Hal yang memberatkan, kata dia, terdakwa tidak berterus terang. "Tapi dalam fakta, baik dari fakta saksi ahli maupun dokumen yang ada dalam barang bukti, kami sudah cukup yakin petunjuk rangkaian itu bahwa terdakwalah pelakunya," jelasnya.
Selain itu, kata Syahnan, Syahganda juga telah mengakui bahwa akun media sosial twitter yang digunakan untuk menyiarkan berita bohong itu adalah miliknya. "Dia terbukti secara valid dengan bukti twitter dia mengakuinya sendiri, itu memang buatan dia, dan tidak bisa dituduh orang lain twitter itu karena tidak bisa nama orang lain," sebut Syahnan.
Cuitan Syahganda terkait RUU Omnibuslaw Cipta Kerja dianggap membuat resah masyarakat. Padahal saat itu aturan tersebut baru berupa rancangan dan belum disahkan. "Kalimat yang tidak pas itu yang membuat orang emosi jadi panas, padahal tidak seperti itu. Ada yang dimanipulasi, ada yang disebut padahal nyatanya nggak (benar). Malahan mendukung Omnibus Law itu untuk kepentingan masyarakat yang bagus. Ini yang menjadi buat onar kemudian ribut dan demo," ucapnya.
Syahnan juga membeberkan bahwa terdakwa mengakui belum membaca draft Omnibuslaw. "Fakta kemarin dia mengakui seperti itu (belum membaca draft) karena kan masih RUU. Kenapa belum apa sudah dibilang jelek. Nyatanya DPR menerima," katanya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain meminta Sigit tak lagi ‘bermain’ di Pilkada 2024, Megawati ingin berpesan kepada pucuk tertinggi Korps Bhayangkara itu untuk insaf.
Baca SelengkapnyaBerikut sosok ulama di antara para baret Kopassus yang turut naik rantis.
Baca SelengkapnyaPermintaan tersebut sebagai implikasi permintaan Tim Hukum Ganjar-Mahfud yang meminta Kapolri dihadirkan.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ditanya mengenai netralitas TNI karena Gibran Rakabuming Raka jadi Cawapres.
Baca SelengkapnyaSigit menegaskan bakal berupaya memenuhi hak konstitusinya selama dirinya merasa dibutuhkan keterangannya akan hal tersebut.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo memuji gerak cepat Panglima TNI Agus Subiyanto dalam menangani kasus penganiayaan relawannya.
Baca SelengkapnyaWakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengungkapkan, PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaMendengar kata 'siap', Saldi Isra merasa seperti sedang tatihan tantara
Baca SelengkapnyaPotret kece eks Panglima TNI hadiri undangan mantan Kasau.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan proses peradilan yang melibatkan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi, dilaksanakan terbuka dalam peradilan militer.
Baca SelengkapnyaEks Wakapolri, Komjen Pol (purn) Gatot Eddy Pramono akan menjadi Wakil Ketua TPN Ganjar Pranowo bersama mantan Panglima TNI, Jenderal (purn) Andika Perkasa.
Baca SelengkapnyaYudo memastikan akan menindak tegas setiap prajurit TNI yang memang terbukti bersalah.
Baca Selengkapnya