Haedar Nashir: Tahun Politik Cukup Menguras Energi
Merdeka.com - Muhammadiyah sebagai organisasi keumatan ingin menghadirkan perspektif keagamaan yang damai, toleran, ta'awun atau persaudaraan. Tetapi juga membawa pencerahan untuk umat dan bangsa.
Diakui tahun politik 2019 dinilai begitu menguras energi. Akibatnya, ritme kerja positif menurun dan banyak peluang kerja produktif yang hilang karena energi habis terkuras.
"Jujur, di tengah tahun politik itu cukup menguras energi kita. Sebenarnya kita sering kehilangan ritme dan peluang kerja produktif, karena energinya habis," kata Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Sarasehan Kebangsaan Pra-Tanwir Muhammadiyah di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis (7/2).
-
Apa sikap Muhammadiyah terkait pilpres? Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah menyampaikan sikap politik terkait Pilpres 2024 besok.
-
Apa tema Milad Muhammadiyah tahun ini? Tema Milad tahun ini, 'Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua,' menekankan misi Muhammadiyah dalam memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa memandang perbedaan.
-
Bagaimana Muhammadiyah mengelola tahun politik? Terkait dengan tahun politik, ia menawsirkan Al-Qur'an surah Al-Hasyr ayat 18. Menurutnya, tahun politik itu penting karena kalau umat Islam lari dari politik akan dilindas oleh mereka yang memegang kekuasaan politik dan orang-orangnya tidak memiliki tanggung jawab kecerdasan, kepandaian, serta kejujuran.
-
Siapa Tokoh Besar Muhammadiyah dari Minangkabau? Nama Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau dikenal dengan A.R. Sutan Mansur menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia. Beliau merupakan salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Minang dan berkecimpung di dunia politik semasa perjuangan kemerdekaan.
-
Bagaimana cara membangun toleransi antarumat beragama? Meningkatkan ketaatan pada agama masing-masing adalah prinsip penguatan NKRI. Semakin kuat ketaatan pada agama yang diyakininya, maka makin dalam merasakan arti toleransi.
-
Mengapa KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah? Latar belakang pendirian Muhammadiyah tidak terlepas dari keprihatinan KH Ahmad Dahlan terhadap kondisi umat Islam di Indonesia pada masa itu. Banyak praktik keagamaan yang sudah bercampur dengan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, dan tingkat pendidikan umat Islam pun relatif rendah.
Di tengah suasana politik seperti itu, Muhammadiyah tetap positif melihat politik. Agar warga negara tetap menggunakan hak politiknya yang nantinya disampaikan dalam Pemilu 17 April mendatang.
"Tapi jangan bawa-bawa politik menjadi pertandingan yang keras. Yang melibatkan isu-isu keagamaan, suku, ras, antar-golongan, maupun isu-isu politik yang radikal, karena politik juga bisa radikal," tegasnya.
Kata Haedar, karena orang berpolitik serba memutlakkan maka politik juga bisa radikal. Segala hal yang berawal dari memutlakkan akan melahirkan sikap radikal, politik, ekonomi, budaya dan agama.
Muhammadiyah ingin menjaga perannya sebagai institusi civil society yang netral, dan tidak menjadi partisan. Sehingga tetap menjadi katup pengaman, sekaligus mediator dalam dinamika politik kebangsaan.
Kondisi keberagamaan, kata Haedar, sejauh tidak dibawa-bawa dalam politik partisian, maka arus besarnya masih tetap moderat.
"Karena itu ketika ada benih-benih yang cenderung ekstrem, atau mempolitisasi agama, budaya, kekuasaan dan lain-lain, maka tugas kita, kelompok-kelompok civil society, ormas dan media massa menjunjung tinggi objektivitas. Kita harus menjadi kekuatan kontrol terhadap realitas itu," jelasnya.
Haedar juga mengatakan, bangsa Indonesia memiliki generasi milenial yang besar. Mereka perlu mempunyai harapan, optimisme dan ruang berartikulasi sebagai generasi bangsa. Kaum milenial memiliki potensi besar.
"Tetapi kalau ruangnya sumpek, mereka tidak akan menjadi anak-anak bangsa yang unggul dan berartikulasi maju. Muhammadiyah ingin tetap merawat ini. Mari kita mengajak, menciptakan suasana agar generasi milenial diberi ruang punya optimisme baru dalam berbangsa dan bernegara," katanya.
Haedar Nashir menjadi salah satu narasumber dalam Sarasehan Kebangsaan Pra-Tanwir Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Turut menjadi narasumber Menteri Pendidikan Nasional Muhadjir Effendy, Dewan Penasehat Presiden Malik Fajar, Filsuf Frans Magnis Suseno.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nasir mengajak para peserta Pemilu 2024 untuk mematuhi aturan.
Baca Selengkapnyabuku ini menawarkan semangat dari Haedar soal menjaga keseimbangan
Baca SelengkapnyaMomentum peringatan kelahiran Nabi Muhammad selalu menjadi sumber nilai kebaikan, keutamaan dan keluhuran hidup bersama.
Baca SelengkapnyaSekjen PAN Eddy Soeparno mengapresiasi sikap Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir mengenai izin tambang untuk Ormas Keagamaan.
Baca SelengkapnyaPersoalan tambang adalah bidang usaha sebagaimana umumnya dan itu bisa dilakukan oleh Muhammadiyah.
Baca SelengkapnyaMasyarakat memiliki ketahanan lebih terhadap narasi kebangkitan khilafah karena lebih percaya organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Baca SelengkapnyaKPU sebelumnya menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaHaedar meminta semua pihak harus menghormati pilihan rakyat dan menerima hasil Pemilu dengan sikap legowo, dan kesatria.
Baca SelengkapnyaHaedar meminta semua pihak menjaga diri dan jangan sampai terjadi pencideraan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaHaedar Nashir menyinggung persoalan Undang-undang (UU) yang sering tarik ulur hingga adanya UU diputuskan dalam tempo singkat.
Baca SelengkapnyaZayed Award yang diberikan kepada Muhammadiyah dan NU menjadi berkah bagi 2 Ormas islam terbesar di Indonesia
Baca SelengkapnyaMengingat adanya perbedaan pandangan politik selama proses Pemilu lalu berpotensi menimbulkan polarisasi
Baca Selengkapnya