Hakim Agung dukung surat edaran MA, PK hanya bisa sekali
Merdeka.com - Hakim Agung Artidjo Alkostar menilai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 7 Tahun 2014 tentang pembatasan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) sangat tepat dijadikan dasar hukum. Artidjo pun mendukung pengajuan PK boleh dilakukan hanya satu kali saja, tidak berkali-kali.
"Satu kali itu saya kira dasarnya kuat (SEMA), UU kita sendiri. Jadi untuk itu yang tepat itu SEMA," ujar Artidjo di Istana Negara, Rabu (7/1).
Apalagi kata Artidjo, dasar hukum yang dikeluarkannya SEMA itu sangat kuat merujuk pada UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA. "Dasar hukum kita kuat, dua UU, UU kuasa kehakiman dan UU MA," ujarnya.
-
Kapan sidang pertama? Sidang cerai perdana Reinaldo Martin dan Juliette Angela baru saja digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
-
Apa makna Sila Ke-1? Makna sila ke 1 yang berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa' adalah bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bertuhan dan memercayai keberadaan Tuhan.
-
Bagaimana cara memastikan surat suara sah? Setelah menerima, pemilih harus mengecek surat suara tersebut untuk memastikan bahwa tanda tangan Ketua KPPS sudah tertera dengan jelas sebagai tanda pengesahan.
-
Apa ciri khas surat suara sah? Kriteria surat suara pemilu yang sah sesuai dengan Pasal 54 PKPU Nomor 3 Tahun 2019 antara lain harus terbuat dari bahan kertas tidak mudah robek dan tahan air, memiliki ukuran yang sesuai, terdapat cap dan atau tanda tangan Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta memiliki tanda tangan anggota PPS yang menandai bahwa surat suara tersebut telah digunakan.
-
Bagaimana UU Pemilu memastikan keadilan? Dalam menyelenggarakan Pemilu, Penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip:• Mandiri• Jujur• Adil• Berkepastian Hukum• Tertib• Terbuka• Proporsional• Profesional• Akuntabel• Efektif• Efisien
-
Dasar hukum apa yang mengatur pemilu di Indonesia? Dasar hukum pemilu yang ada di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Namun demikian, Artidjo tidak bisa membenarkan dasar hukum SEMA itu dapat langsung bisa dijadikan eksekusi. Sebab, katanya, terdapat putusan MK terkait pengajuan PK berkali-kali itu. Menurut Artidjo, di lingkungan Mahkamah Agung yang dijadikan dasar hukum adalah SEMA, tidak bisa diterapkan pada putusan MK.
"UU kita sendiri yang kita pakai. Jadi dengan demikian tak bisa cuma beberapa tahun, apa dasarnya? jadi reasoningnya itu kedua uu menyebutnya hanya satu kali," ujarnya.
Artidjo mengatakan sangat disayangkan putusan MK yang membolehkan pengajuan PK berkali-kali tersebut dimanfaatkan oleh para terpidana mati narkoba. Artidjo juga tidak ingin pengadilan Indonesia dinilai tidak memiliki wibawa atas kasus tersebut.
"Jadi maksud kita, saya ini kan sering mengadili narkoba beberapa kilo. Jadi apakah kita membiarkan negara kita jadi anu, hukuman pidana itu kan tugasnya menjaga wibawa marwah negara kita. Supaya wibawa kita tak dilecehkan pengedar narkoba itu atau penjahat lain harus ada ketegasan. Negara kita harus dijaga," ujar Artidjo.
Putusan MK yang membolehkan pengajuan PK lebih dari satu kali itu disyaratkan adanya novum baru. Namun, MK justru menghapus syarat novum baru yang didasarkan pada pengetahuan konstitusional bersyarat di dalam KUHAP. Alhasil, celah ini yang dipakai terpidana mati narkoba untuk mengajukan PK.
Atas hal ini, Artidjo menilai sangat jarang terpidana mati mengajukan novum. Tapi akibat adanya penghapusan pasal itu di KUHAP, Artidjo khawatir terpidana mati narkoba justru membuat seolah-olah produk novum.
"Itu jarang, saya belum menemukan itu. Novum itu hal baru yang tidak ditemukan pada persidangan sebelumnya. Jangan novum itu dibuat baru misalnya pernyataan ini atau itu. Itu produk baru, produk baru itu bukan novum. Novum itu dulu ada tapi belum ditemukan. Orang sekarang itu seolah novum itu produk baru. Itu bukan novum," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, MK telah menghapus Pasal 268 ayat (3) KUHAP sehingga membolehkan PK diajukan berkali-kali. Putusan tersebut sudah final dan wajib diikuti oleh semua lembaga negara, termasuk juga MA dan apabila tidak ditaati maka hal itu termasuk pembangkangan terhadap konstitusi.
"Secara lebih tegas bisa dikatakan ketidakpatuhan terhadap putusan MK merupakan disobedience atau pembangkangan terhadap putusan MK. Kalau itu terjadi maka itu adalah pelanggaran konstitusi," ujar Arief di kantornya, Jakarta, Senin (5/1).
Arief mengatakan, MK merupakan lembaga penafsir konstitusi tertinggi yang setiap putusannya bersifat final. Sehingga, menurut dia, setiap putusan MK tidak boleh ditafsirkan sendiri oleh lembaga lain sesuai kewenangannya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengucapan putusan pada hakikatnya adalah penyampaian pernyataan dan pendapat hakim yang harus dihormati.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Senin (1/4)
Baca SelengkapnyaKemendagri siap menjalankan putusan MK tersebut sebab bersifat final dan mengikat (final and binding).
Baca Selengkapnya