Hakim Ingatkan Dua Mantan Sespri Napoleon Soal Kesaksian Berbeda dengan BAP
Merdeka.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara dugaan suap penghapusan nama Djoko Tjandra di daftar red notice interpol, atas terdakwa Mantan Kadiv Huminter Irjen Pol Napoleon Bonaparte pada Kamis (19/11).
Dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Hatta Ali, Hakim Ketua Muhammad Damis mengingatkan kepada dua saksi selaku mantan Sekretaris Pribadi (Sespri) Kadiv Huminter Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Fransiskus Arya Dumais dan Dwijayanti Putri, lantaran memberikan kesaksian yang berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Saya ingatkan ke saudara, karena cabut keterangan tanpa alasan. Sebetulnya alasan yang dibetulkan secara yuridis, lalu lupa silakan enggak usah dipaksakan untuk diingat. Tetapi itu bukan alasan cabut keterangan, alasan cabut bisa karena dia dipaksa baik secara psikis ditekan dan sebagai itu baru beralasan," ujarnya.
-
Siapa yang cabut laporan? Meskipun Rinoa Aurora Senduk mencabut laporan dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya.
-
Bagaimana proses pencabutan laporan? Sementara terkait dengan pencabutan laporan Aurora, Susatyo mengatakan belum menerima nota kesepakatan damai dari kedua belah pihak.'Saya mendapatkan informasi ya (Aurora cabut laporan), tapi saya belum melihat hitam di atas putihnya tentang perdamaian antara pelapor dan terlapor,' ucap Susatyo
-
Gimana alibi didukung? Saksi, catatan CCTV, atau bukti lainnya dapat menjadi elemen yang memperkuat alibi.
-
Apa yang diklaim dihapus? Beredar unggahan di media sosial yang mengeklaim bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
-
Kenapa fakta penting dalam berita? Tanpa fakta, sebuah berita akan kehilangan kredibilitasnya dan berpotensi menyesatkan pembaca atau penonton.
-
Kenapa Banpres ditimbun? Saat ditemukan, sembako yang dikubur kondisinya sudah membusuk. Ketika digali pun menimbulkan aroma yang cukup menyengat. Sembako yang ditemukan terdapat tulisan bantuan presiden yang dikoordinir Kemensos (Kementerian Sosial).
Damis menjelaskan, pencabutan keterangan yang telah tertuang dalam BAP tidaklah serta merta bisa dicabut. Karena kedudukan berita acara tidak bisa diabaikan begitu saja, lantaran secara hukum BAP merupakan sebuah alat bukti.
"Sekarang saya klarifikasi mohon ketegasan saudara (Fransiskus dan Dwijayanti) bahwa saudara sudah disumpah, saya ingatkan ancaman pidana memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan lebih berat dari pada apa yang disangkakan ke terdakwa," tegasnya.
Merespon hal itu, Fransiskus mengakui bila apa yang disampaikannya dalam BAP lebih mengacu kepada rekaman CCTV. Yang membuat dirinya fokus terhadap apa yang disampaikan ke sebagaimana CCTV.
"Kami lebih fokus yang di CCTV dan kami berusaha mencocokan apa yang kami ingat," jelasnya.
Atas hal itu, Damis menegaskan kepada saksi untuk memastikan mana keterangan yang benar, apakah dalam BAP atau kesaksian pada persidangan kali ini.
"Lalu mana yang benar, yang mana?" katanya.
"Hari ini yang benar," jawab Fransiskus.
"Bagaimana nasib keterangan yang saudara sampaikan dalam BAL?," balas Damis.
"Saya kembalikan ke yang mulai," kata Fransiskus.
"Saudara saya ingatkan sebagian dari keterangan saudara berdua menyebabkan perkara ini P21. Tidak terjadi surat dakwaan ini kalau tanpa ada kontribusi keterangan terdakwa di BAP. Itu loh masalahnya itu memberi keterangan seperti ini memberikan kezaliman kepada orang," imbuh Damis.
Keterangan Saksi Berbeda dengan BAP
Dalam persidangan, Jaksa menanyakan kepada para saksi atas kesaksiannya yang berbeda dengan BAP yang dibuat pada 8 Agustus lalu. Sebagaimana keterangan pada 28 April sekitar pukul 13.11 Wib, Brigjen Prasetijo Utomo bersama PLH Koordinator Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Abdul Basir Rifai mendatangi Gedung TNCC, Mabes Polri dan keluar pada pukul 15.52 Wib.
"Berarti untuk ini saudara tetap tidak ingat ya, yang Prasetijo bersama Basir itu yang membawa paper bag, yang basirnya memakai baju abu-abu tidak ingat?," tanya jaksa.
"Iya tidak ingat," jawab Fransiskus.
"Berarti untuk keterangan di BAP berbeda?" timpal jaksa.
"Iya (berbeda keterangan hari ini dengan BAP). Itu pak karena seingat saya itu pas bertemu dengan Pak Pras pada tanggal 28 itu tidak bertemu, tapi adanya Pa Tommy," jawabnya.
Hal senada juga diakui Saksi Dwijayanti yang menjelaskan bila keterangan pada 28 April terkait kedatangan Prasetijo dan Basir untuk menemui Napoleon tidaklah benar.
"Begitu juga dengan saudari Dwijayanti? Dalam BAP saudari mengatakan Prasetijo Utomo dan Basir? Sekarang saudari mengatakan keterangan tersebut tidak benar?" tanya jaksa
"Iya betul," jawabnya.
Atas perbedaan keterangan tersebut, dalam persidangan jaksa sempat menyampaikan rencananya untuk menghadirkan penyidik, guna mengetahui keterangan yang berbeda tersebut.
"Terkait perbedaan keterangan antara pemeriksaan dan keterangan saksi Maka kami akan menghadirkan penyidik untuk mengetahui perbedaan keterangan yang berbeda ini," ujar jaksa.
Dakwaan Irjen Pol Napoleon
Sebelumnya, Mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte menjalani sidang perdana kasus suap penghapusan status red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Senin (2/11).
Dalam pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Irjen Napoleon menerima sejumlah uang untuk mengurus label DPO internasional tersebut.
"Telah menerima pemberian atau janji yaitu terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu," tutur jaksa saat pembacaan dakwaan.
Jaksa menyebut jika Irjen Napoleon menerima aliran uang tersebut langsung dari terdakwa Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Dengan cara Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020, surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 05 Mei 2020.
Sementara itu, Tommy Sumardi juga disebut jaksa menerima uang dari Djoko Tjandra. Setidaknya ada 2 kali penerimaan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi. Total uang diterima Tommy Sumardi, yaitu USD 150 ribu atau setara dengan Rp2,1 miliar.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bantah Keterangan Polisi, Hotman Paris Beberkan Bukti Hukum 2 DPO Pembunuhan Vina Cirebon Tidak Fiktif
Baca SelengkapnyaSempat Disebut Hotman Paris, Polda Jabar Benarkan 8 Pembunuh Vina Kompak Cabut BAP
Baca SelengkapnyaJaksa beralasan novum yang diajukan oleh Saka Tatal bukanlah bukti baru.
Baca SelengkapnyaKeluarga sangat keberatan dengan pernyataan pihak kepolisian yang menghilangkan dua nama DPO.
Baca SelengkapnyaKPK melihat adanya perbedaan pandangan yang menyebabkan hakim PN Jakarta Selatan memutuskan gugatan praperadilan mantan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Baca SelengkapnyaKrisna menegaskan kalau Saka Tatal tidak terlibat dalam kasus tersebut, karena pada peristiwa itu kliennya tidak berada di lokasi kejadian.
Baca SelengkapnyaHal ini terjadi dalam sidang perselisihan hasil pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (3/4).
Baca Selengkapnya