Hakim Semprot Arif Rachman Tak Ada Naluri Curiga Kawal Autopsi Jenazah Brigadir J
Merdeka.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyemprot saksi Mantan Wakaden B Biro Paminal Divpropam Polri, Arif Rachman Arifin karena tak punya naluri curiga saat diperintah mengawal proses autopsi jenazah Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu dilayangkan Hakim Anggota Djuyamto yang merasa heran dengan Arif karena tidak ada naluri rasa curiga ketika diperintah Kaden A Ropaminal Divpropam Polri, Agus Nurpatria untuk mengawal proses autopsi.
"Penting bagi saya sebenarnya saudara mengetahui kejanggalan sejak kapan, kan tadi di awal saudara menceritakan di awal ketika diperintahkan oleh Terdakwa Agus untuk pengamanan otopsi tadi ya terus ketemu dengan Kombes Susanto. Bukan orang Paminal kan?" tanya Djuyamto saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12).
-
Apa itu pertanyaan? Definisi dari pertanyaan adalah sebuah ekspresi keingintahuan seseorang akan sebuah informasi yang dituangkan dalam sebuah kalimat tanya.
-
Siapa yang bisa membuat pertanyaan? Pertanyaan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling umum dalam kehidupan sehari-hari kita.
-
Kenapa pertanyaan penting? Mereka menjadi jembatan antara kita dengan informasi, pemahaman, bahkan tawa.
-
Mengapa pertanyaan penting? Pertanyaan memiliki peran yang sangat penting dalam proses komunikasi manusia. Sebagai alat untuk mendapatkan informasi, memperjelas konsep, atau merangsang pemikiran, pertanyaan dapat menjadi kunci untuk memperdalam pemahaman kita tentang dunia sekitar.
-
Siapa yang perlu merespons? Pada saat anak mulai menggunakan kata-kata kasar atau mengumpat, orangtua sebaiknya tidak diam saja dan harus langsung meresponsnya.
-
Siapa yang bertanggung jawab? Faktor kelalaian petugas menjadi penyebab utama terjadinya tragedi ini. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya komunikasi antara petugas stasiun dan masinis, yang menyebabkan ketidakpahaman mengenai posisi kereta.
"Siap," kata Arif seraya membenarkan soal perintah tersebut.
"Tapi waktu itu sesuai Keterangan saudara Kombes Susanto itu melarang dan bahkan memerintahkan untuk menghapus dokumen-dokumen ya. Sebelum itu apakah saudara sempat mengambil dokumen?" tanya hakim kembali.
"Dari saya sempat yang mulia (mengambil dokumen autopsi)," kata Arif.
"Itu saudara hapus akhirnya?" ujar hakim.
"Hapus yang mulia," jawab Arif.
Karena itulah, Djuyamto menyemprot Arif lantaran tak punya rasa curiga lantaran dari awal disuruh mengamankan proses autopsi. Namun setelah hasil autopsi jenazah Brigadir J didapat fotonya malah diperintahkan untuk dihapus.
"Itu tadi justru menimbulkan pertanyaan bagi saya saudara kan ditugaskan dalam konteks pengamanan otopsi karena saudara orang paminal, bagaimana saudara nanti akan melaporkan kepada pimpinan saudara," kata Djuyamto.
"Hal ini yang memberi perintah saudara Pak Agus kalau saudara gak punya dokumen-dokumen untuk melaporkan bahan laporan, keterangan saudara kepada Agus yang memerintahkan kan Kombes Santo ada Provos bahan sendiri, lalu dari situ mestinya saudara sudah bisa dong ada hal yang tidak benar disini betul tidak?" cecarnya.
"Izin jawab yang mulia. Jadi pada saat itu disampaikan oleh Pak Agus koordinasi dengan Pak Santo segala sesuatunya nanti kita dari Pak Santo 'pelaporannya pun nanti satu pintu Rif ada perintahnya begitu," jelas Arif.
Meski telah dijelaskan Arif, Majelis Hakim tetap mencecar soal naluri kecurigaan saksi. Karena adanya kejanggalan namun tidak melakukan apapun. Padahal, sosok Arif yang sempat menjabat sebagai Kapolres dua kali seharusnya punya naluri tersebut.
"Saya tanya saudara jujur saja pernah menjadi Kapolres dua kali di tempat di Karawang di Jember. Naluri sebagai seorang penyidik ketika seperti itu saudara sudah muncul apa belum," kata Djuyamto.
"Jujur waktu itu belum yang mulia karena belum tau kejadiannya apa," ucap Arif.
Hakim pun menasihati Arif yang seharusnya sebagai penyidik saat itu memiliki rasa curiga atau skeptis atas apa yang terjadi. Terlebih sosok Arid yang telah berkiprah lebih dari 20 tahun di Korps Bhayangkara.
"Kalo sudah tau kejadiannya tidak seperti ini, naluri sebagai seorang penyidik justru selalu curiga pada hal yang itu menurut saya karena saudara polisi sudah lebih dari 20 tahun belum tahu?" tanya Djuyamto.
"Belum tau," singkat Arif.
"Bukan soal perintahnya yang saya tanya saudara sebagai penyidik harusnya ada apa ini tapi ya terserah saudara," tanda Hakim menyudahi.
Adapun Arif dalam perkara ini turut diperiksa sebagai saksi mahkota dan juga sebagai terdakwa perkara dugaan obstruction of justice pembunuhan Brigadir J. Ia diperiksa untuk terdakwa Brigjen Hendra Kurnia, dan Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama
Mereka pun didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
RN sudah tidak bernyawa dengan kondisi seutas tali tambang melilit di bagian leher korban
Baca SelengkapnyaTeman Seangkatan Kenang Sosok Briptu Rian, Polisi yang Dibakar Istri di Mojokerto
Baca Selengkapnyakorban ditemukan hari Jumat (22/9) sekitar pukul 13.10 Wita. Dia diduga tertembak senjata api jenis HS-9 dengan nomor Senpi HS178837 yang tengah dibersihkannya.
Baca Selengkapnya