Hakim: Tidak ada ongkos biaya perkara di MK
Merdeka.com - Sebagian kuasa hukum rupanya tidak memahami secara baik isi permohonan dalam sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu terlihat adanya bunyi petitum yang dibacakan Kuasa Hukum Pasangan Calon Luther Walilo dan Beay Adolf, Lambok Lumbun Gaol di Pilkada Yalimo, Papua, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan di MK.
Menanggapi itu, Hakim MK I Dewa Gede Palguna menegaskan tidak ada ongkos perkara dalam sidang di MK.
"Di Petitum Anda Nomor 8 disebutkan 'menghukum termohon dengan membayar ongkos perkara'. Petitum ini menyesatkan, tidak ada ongkos biaya perkara di MK," ujar Palguna dalam persidangan di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (11/1).
-
Siapa yang mengajukan gugatan praperadilan? Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman mengabulkan permohonan gugatan sidang praperadilan oleh pihak pemohon yakni Pegi Setiawan terhadap Polda Jabar.
-
Siapa yang meminta tebusan USD 8 juta? 'Mereka minta tebusan USD 8 juta,' ujar dia.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Siapa yang diminta membayar pungutan Rp10 juta? Miris, seorang warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Desa Kendayakan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, batal menerima bantuan bedah rumah dari pemda setempat.Bukan tanpa alasan warga bernama Ahmad Turmudzi (49) itu tidak jadi mendapatkan bantuan renovasi. Sebab, agar perbaikan bisa dilaksanakan dirinya diduga harus membayar uang pungutan sebesar Rp10 juta.
Palguna menjelaskan, jika pemohon membayar transportasi dari Yalimo, Papua, ke Jakarta untuk mengikuti sidang PHP di MK, hal tersebut bukanlah biaya perkara. Menurutnya, biaya tersebut merupakan biaya transportasi yang memang menjadi tanggung jawab pemohon.
"Jangan sampai dipikir nanti biaya transportasi termasuk biaya perkara yang dibebankan kepada termohon," ungkap dia.
Sebagaimana diketahui, dalam pokok permohonan, Kuasa Hukum Pemohon Lumbun Gaol mengungkapkan bahwa pasangan calon nomor urut 3 (Er Daby-Lakius Peyon) telah melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di 110 TPS yang tersebar di 4 distrik atau kecamatan dengan jumlah 24.490 DPT.
"Berdasarkan keterangan saksi kami, ditemukan pemungutan suara dilaksanakan 8 Desember 2015 malam (sehari sebelum hari pemungutan) di empat distrik ini. Distrik tersebut antara lain Abenaho di 65 TPS, Benawa di 9 TPS, Welarek di 29 TPS dan Elelim di 7 TPS," beber Lumbun.
Karena itu, pihaknya, meminta MK untuk membatalkan penetapan rekapitulasi hasil pilkada oleh KPU dan meminta KPU setempat untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 110 TPS yang tersebar empat distrik. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masalah tersebut, seperti saksi ahli yang tidak hadir, karena hanya dibayar Rp1 juta. Padahal saksi ahli tersebut meminta bayaran Rp20 juta
Baca SelengkapnyaLPSK mengajukan retitusi kepada Mario Dandy sebesar Rp120 miliar. Nilai tersebut dihitung bedasarkan tiga komponen yang ditujukan kepada terdakwa.
Baca Selengkapnya