Harga terus naik, masyarakat tercekik, ke mana mahasiswa?
Merdeka.com - Harga kebutuhan bahan pokok terus merangkak naik. Rencananya tarif listrik juga akan ikut naik per April ini. Rakyat kecil sudah menjerit karena gaji tak naik tapi biaya hidup bertambah.
Namun ada fenomena berbeda kali ini. Nyaris tak ada aksi mahasiswa turun ke jalan memperjuangkan suara rakyat. Hal ini jadi bahasan menarik di sosial media. Mereka mempertanyakan kepedulian mahasiswa. Sungguh berbeda mahasiswa tahun 2015 ini dengan angkatan 66, 74, 77, hingga 98.
Ke mana para mahasiswa?
-
Apa tuntutan mahasiswa saat itu? Lahirlah apa yang dinamakan TRITURA. Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat 1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya 2. Rombak Kabinet Dwikora 3. Turunkan Harga-Harga
-
Apa yang terjadi pada mahasiswa tersebut? Mahasiswa bernama Alwi Fadli tewas ditikam oleh pria inisial P (23) yang hendak menyewa kekasihnya terkait prostitusi online.
-
Mengapa mahasiswa demo di tahun 1965? Para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) itu tidak puas dengan kebijakan pemerintahan Orde Lama. Mereka terus melakukan demonstrasi dan meminta Presiden Sukarno bertindak tegas terhadap PKI dan menteri-menteri yang tidak becus bekerja.
-
Apa yang terjadi pada mahasiswi itu? 'Hasil pemeriksaan fisik sementara kita indikasikan kemungkinan pembunuhan karena terdapat luka terbuka pada beberapa bagian tubuh. Di punggung tangan dan sekitarnya,' kata Rizka.
-
Mengapa demo buruh dilakukan? Elemen buruh melakukan rasa di daerah Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
-
Apa tujuan warga demo? Dilansir dari akun Instagram @merapi_uncover, mereka mengadakan arak-arakan itu dengan tujuan 'Mberot Jalan Rusak' di sepanjang Jalan Godean.
Sosiolog dan juga Wakil Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Musni Umar, menilai mahasiswa saat ini sudah menjadi kaum borjuis. Mereka cuma segelintir kalangan elitis yang kebetulan saja menimba ilmu di universitas.
"Mahasiswa sekarang berbeda. Cenderung pragmatis. Kuliah saja biar cepat lulus dan dapat pekerjaan yang bagus. Yang penting dia senang," kritik Musni Umar kepada merdeka.com, Minggu (15/3).
Musni menambahkan ada jurang pemisah antara mahasiswa dan rakyat kecil. Mahasiswa bukan lagi golongan yang peka pada masyarakat miskin. Hal ini tak lepas dari latar belakang mereka yang berasal dari golongan menengah. Hidup enak dari kecil dan dipisahkan dari masyarakat kecil.
"Kini rasanya tak ada tahta di hati rakyat untuk para mahasiswa ini. Mereka terlalu hedon untuk memahami keadaan rakyat kecil," kata Musni yang semasa mahasiswa pernah ditahan Orde Baru ini.
Musni yang dulu termasuk angkatan 77 ini, menilai ada perubahan besar di kalangan mahasiswa. Dulu Dewan Mahasiswa sering diisi golongan proletar. Mahasiswa yang berayah petani atau pegawai kecil. Karena itu mereka paham dengan Ampera alias Amanat Penderitaan Rakyat. Kini sebaliknya.
Dunia sosial media juga mengubah pola hubungan mahasiswa. Kini mereka sibuk berselfie ria dan update stasus saat makan enak. Namun Musni menilai sosmed tak boleh jadi alasan.
"Di tangan mahasiswa yang punya kepedulian. Sosial media ini malah akan sangat berguna," pesannya.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Teten mengunjungi beberapa pedagang untuk ditanyai perihal toko yang sepi pembeli.
Baca SelengkapnyaMomen sedih siswa Seba Polri dihampiri komandan karena keluarga tak datang.
Baca SelengkapnyaBikin haru, ini momen pedagang jajanan tradisional menangis saat dagangannya diborong.
Baca SelengkapnyaBelakangan ini harga beras melambung tinggi, masyarakat semakin tercekik usai kenaikan yang signifikan.
Baca SelengkapnyaWanita ini perlihatkan kondisi pasar yang sangat sepi jelang Lebaran.
Baca SelengkapnyaTekanan yang dihadapi masyarakat kelas menengah juga tercermin dari indikator penduduk berdasarkan golongan pendapatan.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan sekelompok mahasiswa yang datang ke acara pernikahan dosen dan minta tanda tangan tugas.
Baca SelengkapnyaBagi Gen Z dan milenial, biaya hidup adalah kekhawatiran utama mereka, dan Gen Z juga mengkhawatirkan potensi pengangguran.
Baca Selengkapnya