Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Hari-Hari Jalani Isolasi Mandiri: Melawan Stigma Buruk, Dalam Kondisi Terpuruk

Hari-Hari Jalani Isolasi Mandiri: Melawan Stigma Buruk, Dalam Kondisi Terpuruk Isolasi mandiri pasien Covid-19 di Stadion Patriot. ©2020 Merdeka.com/Iqbal Nugroho

Merdeka.com - Indra (bukan nama sebenarnya) masih mengingat jelas saat pertama kali Covid-19 menyambangi rumah dan menjangkiti keluarga kecilnya. Sore itu, smartphone sang istri berdering. Sebuah pesan singkat via WhatsApp masuk. Pesan yang ditunggu-tunggu sekeluarga.

Pengirimnya, klinik tempat sang istri melakukan tes Swab antigen. Mereka sekeluarga terkejut dan terpukul. Membaca isi pesan. Tertulis istrinya positif Covid-19. Meski sudah ada firasat karena melihat kesehatan istri yang menurun.

"Sebelum itu sudah merasakan, tanggal 30 Juni gejala seperti radang tenggorokan, batuk, meriang," kata dia kepada Merdeka.com, Jumat (23/7).

Orang lain juga bertanya?

Rasa tak percaya berkelindan dengan cemas dan takut. Indra sempat bertanya-tanya dalam kalut. Bagaimana mungkin dia dan keluarga bisa terjangkit. Dia merasa sudah sangat disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes). Mencegah virus jahat singgah di rumah.

"Dari awal pandemi prokes tidak kendor. Awalnya kita juga heran darimana kita bisa masuk. Padahal di lingkungan keluarga kita tidak lelah ingatkan prokes," ujar dia.

Sebagai kepala keluarga, Indra harus mengambil tindakan segera. Mengingat Indra memiliki bayi dan ibunda yang tinggal bersama. Dengan berat hati, Indra meminta istrinya isolasi mandiri. Menggunakan satu kamar yang ada di rumah.

Indra memutuskan melakukan tes mandiri pada malam harinya. Sementara ibu dan anaknya melakukan tes pada keesokan harinya. Hasilnya mereka pun terkonfirmasi positif.

"Tanggal 2 (Juli) anak juga orang tua dites. Hasilnya positif. Tanggal 2 kita semua isolasi mandiri di rumah," jelas dia.

Ada sejumlah alasan yang mendorong Indra memilih menjalani isolasi mandiri di rumah. Salah satunya karena mereka tidak mengalami gejala berat. Sang ibu dan anak bahkan tanpa gejala.

Alasan lain, Indra mengaku takut jika harus menjalani isolasi mandiri di fasilitas kesehatan, seperti RS Wisma Atlet. Banyaknya pasien yang dirawat dengan rupa-rupa gejala, ditakutkan berefek negatif secara psikologis.

"Karena lihat banyak yang sakit takutnya kita yang mau menjaga imun biar pulih, malah imunnya jadi menurun," urai dia.

kegiatan pasien otg di stadion patriot chandrabhaga

Cemas dan Takut Datang Silih Berganti

Bagi Indra, menjalani isolasi mandiri di rumah bukan lah hal yang mudah. Rasa cemas dan takut tetap saja muncul. Sejumlah pikiran buruk datang silih berganti.

Berbagai skenario bila kondisi memburuk tak berhenti mampir di benak. Apalagi sang istri punya penyakit bawaan. Bayangan-bayangan menakutkan itu diperparah dengan munculnya kabar situasi di masyarakat yang tidak menentu. Rumah sakit penuh dan kelangkaan tabung oksigen.

"Akhirnya coba kontak dokter di rumah vaksinasi dekat rumah. Tempat saudara kerja. selama awal-awal isolasi, kita konsultasi sama dokter itu. Itu agak sedikit menenangkan. Karena kita dipandu untuk menjalankan isolasi yang benar dan baik."

Situasi lingkungan tempat tinggal juga menjadi pertimbangan. Masih banyak masyarakat sekitar yang belum memahami Covid-19. Kurangnya pemahaman membuat mereka memperlakukan para penderita Covid dengan penuh rasa curiga serta cenderung memandang negatif. Hal inilah yang membuat dia memutuskan tidak melapor ke ketua RT.

"Karena kebanyakan orang-orang di sini, kalau ada orang yang kena cenderung untuk dijauhi. Takutnya ketika kita lapor dan jadi konsumsi publik, setelah kita sembuh atau saat sedang isolasi mandiri justru kita dapat stigma buruk dari orang sekitar," ujar.

Indra pun mengalaminya. Sikap negatif justru datang dari orang-orang terdekat, sanak saudara dan kerabat sendiri. Menjauhi atau menunjukkan bahasa tubuh yang tidak mengenakkan sejak tahu dia dan keluarga terpapar Covid-19.

"Ada keluarga yang menjauhi kita. Minggir lah atau tiba-tiba pegang masker. Saya tidak bisa menyalahkan juga, itu hak orang," imbuh dia.

Dalam kondisi seperti itu, mau tidak mau dia dan keluarga harus mencari cara agar tetap bertahan dan menang melawan Covid-19. Semua kebutuhan mereka penuhi lewat platform digital. Mulai dari pengobatan hingga pemenuhan kebutuhan pokok.

Di tengah keadaan yang serba mendesak seperti, lanjut dia, beruntung sejumlah orang mengulurkan tangan membantunya dan keluarga. Tetangganya justru lebih peduli, sumber penghiburan bagi mereka sekeluarga.

"Mereka ngasih dukungan, kirim makanan, buah, vitamin, hampir setiap hari. Selain kita memenuhi kebutuhan makanan dan vitamin via online tadi. Dari dalam rumah kita saling menguatkan. Menghindari membaca informasi yang menakutkan. Kita perbanyak yang menghibur diri," jelas Indra.

isolasi mandiri pasien covid 19 di stadion patriot

Dengan kesabaran dan motivasi untuk cepat sembuh, mereka melewati hari-hari isolasi mandiri. Hingga akhirnya diputuskan selesai. "Anak dan mama (isolasi) 10 hari karena tanpa gejala," urai dia.

Sang istri menjalani isolasi mandiri selama 13 hari. Sementara dirinya memutuskan melakukan isolasi mandiri hingga 18 hari meski sudah dinyatakan negatif di hari ke 14. Lantaran masih ada sedikit gejala.

Dia mengakui, banyak pelajaran didapat selama menjalani isolasi mandiri. Salah satu yang terpenting menjaga kekuatan mental. Sebab katanya, ketika kita mampu mengendalikan rasa takut dan cemas yang datang silih berganti. Di situlah muncul kekuatan untuk semangat sembuh dan sehat.

Belum lagi ketika diharapkan dengan lingkungan yang tidak memberikan dukungan. Dia berharap Pemerintah diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang memberikan dukungan moral dan bebas stigma bagi para penderita dan penyintas.

"Karena tidak enak sekali kondisi kami menghadapi stigma orang sekitar, terutama keluarga sendiri. Ada yang menjauh, terkesan menjaga jarak ketika ngobrol bahkan tidak menegur. Itu kami alami sekarang," tandas dia.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal Hikikomori, Budaya Isolasi Diri pada Anak Muda di Jepang
Mengenal Hikikomori, Budaya Isolasi Diri pada Anak Muda di Jepang

Budaya hikikomori semakin marak terjadi di Jepang. Namun, apakah itu sebenarnya?

Baca Selengkapnya
Stigma adalah Stereotip Negatif, Ketahui Faktor dan Karakteristiknya
Stigma adalah Stereotip Negatif, Ketahui Faktor dan Karakteristiknya

Stigma dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik secara personal maupun institusional.

Baca Selengkapnya
Apa itu Narsistik Terselubung? Gejala Mental yang Sering Terjadi tapi Tak Banyak Diketahui
Apa itu Narsistik Terselubung? Gejala Mental yang Sering Terjadi tapi Tak Banyak Diketahui

Narsistik terselubung sering dijumpai namun banyak yang tidak menyadari. Yuk, simak penjelasan lengkapnya!

Baca Selengkapnya
Hikikomori, Mengapa Orang Jepang Memilih Mengisolasi Diri?
Hikikomori, Mengapa Orang Jepang Memilih Mengisolasi Diri?

Hikikomori melibatkan penarikan diri dan menghindari aktivitas sosial selama enam bulan hingga bertahun-tahun, bahkan terkadang tanpa komunikasi keluarga.

Baca Selengkapnya
Pasien Mpox Bisa Isolasi Mandiri di Rumah, Ini Syaratnya
Pasien Mpox Bisa Isolasi Mandiri di Rumah, Ini Syaratnya

Pasien yang terjangkit virus cacar monyet (Mpox) tak harus dirawat inap.

Baca Selengkapnya
Avoidant Personality Disorder adalah Gangguan Kepribadian Menghindar, Ketahui Penyebab dan Cara Mengatasinya
Avoidant Personality Disorder adalah Gangguan Kepribadian Menghindar, Ketahui Penyebab dan Cara Mengatasinya

Penderita gangguan ini kerap merasa tidak berharga dan memiliki rasa malu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya
Apa Itu Perilaku Pasif-Agresif dan Tanda-tandanya Seseorang Sedang Melakukannya
Apa Itu Perilaku Pasif-Agresif dan Tanda-tandanya Seseorang Sedang Melakukannya

Perilaku pasif-agresif merupakan hal yang bisa terjadi baik secara sadar atau tidak. Kenali tanda dan cara mengatasinya.

Baca Selengkapnya