Hari Pers Dunia, jurnalis Bandung 'sentil' polisi soal intimidasi
Merdeka.com - Puluhan awak media tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bandung menggelar aksi di Taman Vanda, Jalan Merdeka, Bandung. Mereka memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom) setiap 3 Mei.
Peserta aksi berasal dari Pewarta Foto Indonesia (PFI), Wartawan Foto Bandung (WFB) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung. Wartawan peserta aksi terdiri dari wartawan media cetak, online, televisi, dan wartawan foto.
Mereka mengusung berbagai poster dan spanduk berisi pesan tuntutan untuk menegakkan kebebasan pers dan berekspresi.
-
Siapa yang mengungkapkan kekhawatiran soal demokrasi di Indonesia? Sama halnya dengan Omi, Koordinator Pertemuan Alif Iman Nurlambang mengaku dengan situasi terkini yang menyebut demokrasi Indonesia sedang diontang-anting. Ia mengatakan bahwa sesuai temuan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) diduga ada intervensi dari lembaga eksekutif ke lembaga yudikatif.
-
Dimana kejadian polisi mengancam warga? Peristiwa itu terjadi di Palembang, Senin (18/12) pukul 11.30 WIB.
-
Apa tujuan warga demo? Dilansir dari akun Instagram @merapi_uncover, mereka mengadakan arak-arakan itu dengan tujuan 'Mberot Jalan Rusak' di sepanjang Jalan Godean.
-
Bagaimana polisi menanggapi demo buruh? Polisi saat ini sudah melakukan rekayasa lalu lintas. Adapun, exit tol Cikarang dialihkan ke exit tol lain seperti Bekasi Barat maupun Cibitung.
-
Apa yang diminta oleh massa demo? Dalam aksinya, mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
-
Kenapa polisi tersebut mengancam warga? 'Kau belum tahu di keluarga aku banyak yang jadi polisi ye, kau belum tahu dengan aku ye,' kata pelaku mengancam korban.
Dalam aksi yang dimulai pukul 09.00 WIB itu, perwakilan dari PFI, WFB dan AJI Bandung menyampaikan orasinya di taman, berseberangan dengan Markas Polrestabes Bandung dan Kantor Wali Kota Bandung.
Orasi ditujukan kepada kepolisian, khususnya Satuan Brimob Polda Jabar, yang saat kerusuhan Lapas Banceuy, Sabtu (23/4) lalu, diduga mengintimidasi dan mengancam seorang jurnalis foto, Bambang Prasetyo alias Ibeng. Dalam orasinya, Ketua WFB, Djuli Pamungkas mengatakan, wartawan bertugas menyampaikan fakta dan informasi yang benar.
"Keluarga kami, Ibeng, mendapat perlakuan tak menyenangkan. Rekan Bapak (polisi) mengintimidasi dan mengancam Ibeng. Hari-hari tak lagi cerah jika tidak ada kebebasan," kata Djuli.
Djuli juga menyerukan, ada tiga beban dihadapi wartawan saat meliput di lapangan. Yaitu tugas menyampaikan kebenaran kepada publik, keselamatan keluarga dan anak, hingga terkadang bertaruh nyawa.
Sekretaris AJI Bandung, Tri Joko Heriadi, membeberkan sejumlah kasus pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi terjadi di Kota Bandung belakangan ini. Antara lain upaya pembatalan pementasan teater Tan Malaka di IFI Bandung.
Lakon itu akhirnya bisa dipentaskan setelah Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, menjamin pementasan. Setelah adanya jaminan itu, aparat kepolisian baru berjaga-jaga. Namun, langkah Pemerintah Kota Bandung maupun kepolisian dianggap terlambat. Tri menyatakan, seharusnya tugas pemerintah daerah dan kepolisian mencegah, sebelum terjadi pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi.
"Peran pemerintah dan polisi sebagai aparat hukum harus menjamin kebebasan berekspresi setiap warga negara, termasuk jurnalis," kata Tri.
Aksi berlangsung damai itu ditutup dengan pembacaan tujuh poin pernyataan sikap. Mereka mengutuk segala tindakan kekerasan terhadap jurnalis, lembaga, atau pribadi yang menyampaikan ekspresinya.
Kedua, menuntut penghentian kekerasan terhadap jurnalis oleh semua pihak. Ketiga, Kepolisian Daerah Jawa Barat diminta segera mengklarifikasi dan mencabut ancaman serta intimidasi terhadap jurnalis, oleh anggota Brigade Mobil bertugas saat kerusuhan Lapas Banceuy.
Keempat, menghentikan impunitas dan mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi pada jurnalis. Kelima, melindungi dan melayani segenap warga negara hendak memperoleh informasi dan menyampaikan ekspresinya, lewat berbagai media selama tidak bertentangan dengan dasar negara.
Publik diminta selalu memberikan kritik terhadap media massa, dengan mengacu pada undang-undang pers. Terakhir, seluruh jurnalis diminta selalu menjunjung dan menerapkan kode etik dalam menjalankan tugasnya. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada Juli 2023 misalnya, seorang jurnalis media asing yang meliput penambangan nikel di Halmahera Tengah menjadi korban intimidasi petugas keamanan perusahaan.
Baca SelengkapnyaSebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca SelengkapnyaMenjadi jurnalis perempuan yang meliput sepak bola bak dua mata pisau berlawanan. Pada satu sisi bisa memperoleh kemudahan, tapi bisa juga jadi korban kekerasan
Baca SelengkapnyaSudah seyogyanya semua pihak dapat memahami esensi dari suatu gelaran acara, terlebih bagi aparat penegak hukum.
Baca SelengkapnyaSeorang jurnalis mendapat perlakuan tak menyenangkan saat meliput di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Teluk Youtefa.
Baca SelengkapnyaSebanyak 10 pelaku yang awalnya tak dikenal kini sudah diketahui identitasnya dan segera ditangkap.
Baca SelengkapnyaKorban dihalang-halangi saat melakuan peliputan. Telepon genggam dirampas dan di banting oleh orang tak dikenal (OTK).
Baca SelengkapnyaDirektur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aparat kepolisian kembali bersikap brutal kepada para pengunjuk rasa
Baca SelengkapnyaAjudan Heru Budi dinilai erap menghalang-halangi kerja jurnalistik awak media.
Baca SelengkapnyaPara mahasiswa di Ibu kota tersebut menyatakan siap adu argumentasi dengan Prabowo
Baca SelengkapnyaIa pun meminta rekan-rekannya untuk berkomunikasi melalui nomor rumahnya atau nomor sang istri.
Baca SelengkapnyaKompolnas sudah melayangkan surat klarifikasi kepada Kapolda Sulsel. Namun belum direspons.
Baca Selengkapnya