Hari Pers Nasional dan kekerasan terhadap jurnalis
Merdeka.com - 9 Februari 1946 menjadi salah satu tonggak bersejarah dalam dunia jurnalisme di Tanah Air. Di waktu tersebut, beberapa wartawan berkumpul di Societeit Sasana Soeka, Surakarta atau kini lebih sering disebut Monumen Pers Nasional.
Dari perkumpulan tersebut lalu dibentuklah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Organisasi pers pertama pasca Indonesia merdeka. Sejak saat itu 9 Februari ditetapkan sebagai hari lahir PWI. Melalui Surat Keputusan Presiden No 5/1985, tanggal 9 Februari kemudian dijadikan Hari Pers Nasional (HPN).
Tahun ini peringatan Hari Pers Nasional (HPN) digelar di Bengkulu. Sejumlah pejabat penting, pemimpin media, perwakilan negara tetangga hingga Presiden SBY dijadwalkan akan hadir.
-
Siapa pelopor pers nasional? Ya, jawabannya adalah Tirto Adhi Soerjo.
-
Kenapa Tindak Pidana Pemilu bisa mengancam demokrasi? Pemilu adalah fondasi bagi negara demokratis, dan tindakan kriminal yang terkait dengan proses ini dapat mengancam kesejahteraan masyarakat dan stabilitas politik.
-
Apa saja tantangan media siber di pemilu? Tantangan inilah yang akan dihadapi media massa dalam menghasilkan jurnalisme berkualitas.
-
Dimana jurnalis paling banyak terbunuh? Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengatakan selama 12 bulan terakhir 128 jurnalis dan pekerja media telah tewas selama perang di Gaza.
-
Bagaimana Polresta Pekanbaru kawal surat suara? Personel Polresta Pekanbaru mengawal ketat pendistribusian logistik berupa surat suara Pemilu 2024. Logistik itu dipastikan aman hingga sampai ke gudang logistik KPU Pekanbaru, Jalan Kaharuddin Nasution.
-
Siapa yang paling banyak menewaskan jurnalis? Serangan Zionis Israel ke Gaza telah menewaskan lebih banyak jurnalis dibandingkan konflik manapun sepanjang tiga dasawarsa terakhir, kata CPJ.
Namun di tengah perayaan tersebut, salah satu masalah krusial ternyata masih terus menghantui para insan pers. Kekerasan terhadap jurnalis.
Kekerasan terhadap pers hingga kini masih terus terjadi. Padahal kasus-kasus lama hingga kini juga belum terpecahkan.
Catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, sejak Januari hingga Mei 2013, telah terjadi sedikitnya 25 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kekerasan terhadap jurnalis berulang karena negara terus memberikan impunitas terhadap para pelakunya.
Praktik impunitas terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang kini terjadi merupakan kelanjutan praktik impunitas dalam delapan kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi sejak 1996.
Delapan kasus pembunuhan jurnalis itu yang kasusnya tak terselesaikan adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997) dan Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999).
Juga ada Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003) dan Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006).
Sementara Adriansyah Matrais Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).
Meski menjadi salah satu pilar demokrasi, nyatanya pers hingga saat ini masih dalam posisi yang sangat rawan menjadi objek kekerasan bahkan pembunuhan. Lalu apa makna peringatan Hari Pers Nasional jika hingga saat ini pers masih sering mendapat intimidasi saat melakukan tugas jurnalistik?
Bahkan beberapa wartawan harus menjadi martil saat melakukan tugas peliputan berita. Mereka dibunuh, mayatnya dibuang dan hingga saat ini kasusnya belum terungkap.
Hari ini menyambut Hari Pers Nasional, merdeka.com akan mengulas cerita-cerita wartawan yang menjadi martir. Mereka gugur saat menjalankan tugasnya, jurnalistik. Selamat membaca.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ninik pun meminta kepada siapapun agar memahami dan bisa menghormati kerja-kerja dari jurnalis.
Baca SelengkapnyaKejagung dan Dewan Pers memperkuat kolaborasi dalam upaya melindungi jurnalis dari kekerasan dan intimidasi.
Baca SelengkapnyaGanjar mengingatkan, kebebasan pers dijamin oleh negara
Baca SelengkapnyaMedia saat ini harus bisa menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman untuk terus dapat eksis.
Baca SelengkapnyaPada peringatan Hari Kebebasan Pers diharapkan dapat melindungi seluruh lapisan yang berkecimpung di dalamnya.
Baca SelengkapnyaPrabowo menyampaikan terima kasih atas dukungan dan kerja sama rekan-rekan media
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaSebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca SelengkapnyaAnggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaDewan Pers mengadakan riset Indek Kemerdekaan Pers untuk Tahun 2023 secara nasional.
Baca SelengkapnyaPada Juli 2023 misalnya, seorang jurnalis media asing yang meliput penambangan nikel di Halmahera Tengah menjadi korban intimidasi petugas keamanan perusahaan.
Baca SelengkapnyaKetua AJI Jakarta, Afwan Purwanto mengatakan kasus kali ini merupakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terus berulang menjelang tahun politik 2024.
Baca Selengkapnya