Haris Azhar: Tuntutan Rendah Penyerang Novel Aneh tapi Wajar, Mereka Sekadar Boneka
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, karena sebatas boneka untuk mengakhiri kasus ini.
"Sejak awal saya memang sudah bersuara meragukan kedua orang ini sebagai pelaku. Karena hasil investigasi kami, bukan mereka yang berciri pelaku kejahatan terhadap Novel. Keduanya dipasang untuk mengakhiri polemik kasus Novel yang tidak kunjung jelas," tegas Haris saat dihubungi merdeka.com, Jumat (12/6).
Dia mengakui jika pada persidangan kali ini sangat kental terdapat unsur rekayasa, karena beberapa kejanggalan yang terjadi dalam persidangan dan dakwaan jaksa terhadap kedua terdakwa yang alakadarnya.
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Bagaimana cara kuasa hukum mengarang cerita alibi tersangka? Bahkan terungkap dipersidangan bahwasanya kuasa hukum datangi salah satu saksi untuk mengarang cerita terkait alibi tersangka saat itu.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Bagaimana modus dugaan korupsi gas air mata? 'Dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merk tertentu. Itu satu hal,' ucap Agus juga mendesak agar KPK mengusut dugaan kasus korupsi pada pelontar gas air mata tersebut.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Apa kasus yang sedang diselidiki? Pemerasan itu berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan tahun 2021 yang tengah ditangani KPK.
"Nuansa rekayasa sangat kental. Terbukti, sebagaimana ciri pengadilan rekayasa, banyak keanehan dalam persidangan. Dalam persidangan terhadap kedua terdakwa ini, misalnya, lawyer para polisi ini adalah polisi juga. Kan ini konflik kepentingan," katanya.
Kedua, pada persidangan telah mengabaikan hasil dokter yang menyatakan Novel diserang air keras, tak digunakan dalam persidangan. Jaksa menyebut dalil soal air keras hanya berasal dari pengakuan kedua terdakwa tanpa bukti forensik apapun.
"Tanpa bukti forensik. CCTV tidak dihadirkan dalam persidangan. Sejak awal penanganan, polisi klaim sudah mendapati hasil CCTV sekitar wilayah tempat tinggal. Ini hanya beberapa kejanggalan saja," katanya.
"Jadi, tuntutan rendah ini aneh tapi wajar. Aneh, karena kejahatan yang kejam kok hanya dituntut rendah, jika mereka diyakini pelaku. Wajar, ya karena memang sekadar boneka saja," tambahnya.
Sejak awal, katanya, Tim Advokasi Novel Baswedan mengemukakan bahwa terdapat banyak kejanggalan dalam persidangan ini. Pertama, dakwaan Jaksa seakan berupaya untuk menafikan fakta kejadian yang sebenarnya
"Sebab, Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan. Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia. Sehingga Jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," tegasnya.
"Kedua, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan Jaksa di persidangan. Dalam pantauan Tim Advokasi Novel Baswedan setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan di Persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Tiga saksi itu pun juga diketahui sudah pernah diperiksa oleh Penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian. Namun, Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini. Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," bebernya.
Ketiga, lanjutnya, peran penuntut umum terlihat seperti pembela para terdakwa. Menurut Andi, hal ini dengan mudah dapat disimpulkan oleh masyarakat ketika melihat tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa.
Tak hanya itu, tambahnya, saat persidangan dengan agenda pemeriksaan Novel pun Jaksa seakan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Penyidik KPK. Semestinya, Jaksa sebagai representasi negara dan juga korban dapat melihat kejadian ini lebih utuh, bukan justru membuat perkara ini semakin keruh dan bisa berdampak sangat bahaya bagi petugas-petugas yang berupaya mengungkap korupsi ke depan.
"Persidangan kasus ini juga menunjukkan hukum digunakan bukan untuk keadilan, tetapi sebaliknya hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman 'alakadarnya', menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku. Padahal jelas menurut Pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendampingan hukum baru dapat dilakukan bilamana tindakan yang dituduhkan berkaitan dengan kepentingan tugas," katanya.
Kubu Novel Anggap Ada Kepentingan Mafia
Sebelumnya, Kuasa hukum Novel Baswedan, Andi Muhammad Rezaldy menilai, sandiwara hukum yang menimpa kliennya selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat akhirnya terkonfirmasi. Hal itu lantaran dua terdakwa penyerang Novel Baswedan dituntut satu tahun penjara.
Andi mengatakan, tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tak berpihak pada korban kejahatan. Terlebih ia menilai, ini adalah serangan brutal kepada penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elit mafia korupsi dan kekerasan," katanya dalam siaran pers yang diterima, Kamis (11/6).
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jaksa menyebut penasihat hukum terdakwa berupaya menyembunyikan kebenaran dengan mengalihkan isu, ke arah isu Papua
Baca SelengkapnyaRafael Alun terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Baca SelengkapnyaTerdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca SelengkapnyaDalam suratnya, Hajidin meminta keadilan atas kasus yang menjerat kliennya
Baca Selengkapnya