Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Hidayat Nur Wahid: Berlebihan Kalau People Power Dikaitkan dengan Makar

Hidayat Nur Wahid: Berlebihan Kalau People Power Dikaitkan dengan Makar Muktamar I Ikatan Ulama dan Dai. ©2014 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid meminta kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar jangan menakuti rakyat dengan tuduhan makar jika nanti turun ke jalan menolak hasil Pemilu 2019. Menurutnya, jika aksi unjuk rasa menolak hasil Pemilu dituduh aksi makar maka cukup berlebihan.

"Kalau itu dikaitkan dengan tuduhan makar ya saya kira juga berlebihan. Karena kan demokrasi memberi ruang untuk menghadirkan kritik, menghadirkan informasi. Informasi perlu diklarifikasi," jelasnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5).

Hidayat menyampaikan, dugaan curang yang kubu Prabowo-Sandi alamatkan kepada KPU telah direspons dan diperbaiki. Beberapa kesalahan input dalam Situng juga telah dilakukan perbaikan.

Karena itu, menurut Hidayat, sebaiknya Kapolri mengajak semua pihak menaati hukum dan melaksanakan hukum dengan sebaik-baiknya.

"Jangan ditakut-takuti dengan tuduhan makar dan lain sebagainya. Makar itu bukan urusan sederhana, makar itu terkait dengan gerakan massal untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Ini hanya mengkritisi terkait dengan masalah Pemilu dan memang banyak masalah. Kalau dituduh makar menurut saya berlebihan," jelasnya.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan bahwa people power atau unjuk rasa dalam skala besar ada mekanismenya. Jika ajakan people power tak sesuai dengan mekanisme yang berlaku, maka dapat dianggap makar. Demikian dipaparkan Kapolri saat menghadiri rapat dengan Komite I DPD RI, di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5).

Tito menjelaskan, jika ada klaim kecurangan dalam Pemilu 2019 dan disikapi dengan sejumlah aksi, aksi tersebut diperbolehkan sepanjang sesuai dengan UU tahun 1998 yang mengatur kebebasan berekspresi. UU ini juga mengadopsi ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) dimana diatur ada empat pembatasan yaitu tidak mengganggu ketertiban publik, tidak mengganggu hak asasi, etika dan tidak boleh mengancam keamanan nasional.

Dalam UU, pembatasan ini diterjemahkan dalam Pasal 6 dimana setiap aksi tidak boleh mengganggu HAM, mengganggu publik, mengindahkan etika moral, persatuan dan kesatuan bangsa.

"Kalau melanggar poin Pasal 6 maka itu akan dapat dibubarkan. Itu diatur dalam Pasal 15. Pelanggaran dalam Pasal 6, pelanggar hukum dapat dibubarkan," jelasnya.

Jika dalam proses pembubaran pelaku aksi melakukan perlawanan terhadap petugas yang sah, cara penanganan telah diatur dalam KUHP dimana bisa dikenakan pidana. Mekanisme unjuk rasa juga diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 tahun 2012.

"Ada batasan-batasan yang tidak diperbolehkan, mengganggu ketenangan umum, mengganggu pemerintah. Secara rigid harus dikoordinasi jam berapa sampai jam berapa. Ini harus melalui koordinasi, enggak bisa disebar lewat WA disebar kumpul di tempat ini. Unjuk rasa harus diberi tahu dulu. Harus ada surat, nanti Polri lakukan tanda terima. Kalau itu tidak diindahkan, kita lakukan SOP mulai dari yang soft sampai hard. Sesuai keperluannya," jelas Kapolri.

"Kalau seandainya ada ajakan untuk pakai people power, itu mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat, harus melalui mekanisme ini. Kalau tidak menggunakan mekanisme ini, apalagi kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu Pasal 107 KUHP jelas. Ini adalah undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Itu bahasanya jelas. Yaitu perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah, maka ada ancaman pidananya," lanjutnya.

Jika terjadi makar, kata Tito, penegak hukum dengan bantuan unsur lain seperti TNIakan melakukan penegakan. "Kalau ternyata memprovokasi, atau menghasut untuk melakukan upaya pidana, misalnya makar itu pidana. Kalau ada provokasi dilakukan makar itu ada aturan sendiri UU Nomor 46 Pasal 14 dan 15 atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran," papar Tito.

"Misal bilang kecurangan tapi buktinya tidak jelas, lalu terjadi keonaran, maka masyarakat terprovokasi. Maka yang melakukan bisa digunakan pasal itu, ini seperti kasus yang sedang berlangsung, mohon maaf, tanpa mengurangi praduga tak bersalah, kasus Ratna Sarumpaet. Itu menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran," pungkasnya.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai, Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.

Baca Selengkapnya
Mengenal People Power dalam Politik, Ini Sejarah dan Pengaruhnya
Mengenal People Power dalam Politik, Ini Sejarah dan Pengaruhnya

People Power adalah gerakan rakyat menggulingkan kekuasaan otoriter.

Baca Selengkapnya
Momen Rektor Hingga Ratusan Dosen Muda di Yogyakarta Ikut Turun ke Jalan Tolak Revisi UU Pilkada
Momen Rektor Hingga Ratusan Dosen Muda di Yogyakarta Ikut Turun ke Jalan Tolak Revisi UU Pilkada

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid sempat membacakan puisi berjudul 'Sak Karepmu' di depan ribuan massa aksi Jogja Memangg

Baca Selengkapnya
Pimpin Upacara HUT ke-79 RI di Lenteng Agung, Megawati Singgung Penguasa Belenggu Kedaulatan Rakyat
Pimpin Upacara HUT ke-79 RI di Lenteng Agung, Megawati Singgung Penguasa Belenggu Kedaulatan Rakyat

Megawati menyoroti konstitusi yang ikut dibelokkan penguasa demi kepentingan pribadi.

Baca Selengkapnya
Mahfud MD: Cara Kita Berhukum Saat Ini Agak Rusak, Buat UU Sesuai Selera Elite
Mahfud MD: Cara Kita Berhukum Saat Ini Agak Rusak, Buat UU Sesuai Selera Elite

Mahfud akan menata hukum akan negara Indonesia kembali dalam keadaan baik-baik saja.

Baca Selengkapnya
Said Didu Demo RUU Pilkada Depan MK: Tahun '98 Konstitusi Dikuasai Lembaga Resmi, Sekarang Dikuasai Keluarga
Said Didu Demo RUU Pilkada Depan MK: Tahun '98 Konstitusi Dikuasai Lembaga Resmi, Sekarang Dikuasai Keluarga

Said menegaskan, masyarakat harus bergerak turun ke jalan dan jangan kembali sebelum kedaulatan rakyat berhasil diambil kembali.

Baca Selengkapnya
Belum Resmi Mulai Dibuka, Muktamar PKB Sudah Didemo Massa Bawa Spanduk 'Tangkap Muhaimin'
Belum Resmi Mulai Dibuka, Muktamar PKB Sudah Didemo Massa Bawa Spanduk 'Tangkap Muhaimin'

Tempat unjuk rasa dari lokasi Muktamar PKB sekitar 1,5 kilo meter, massa aksi diadang oleh aparat kepolisian dah pecalang

Baca Selengkapnya
Hasto: Yang Lain Mobilisasi Kepala Desa, Maka Ganjar Tidur di Rumah Rakyat
Hasto: Yang Lain Mobilisasi Kepala Desa, Maka Ganjar Tidur di Rumah Rakyat

Hasto mengatakan bahwa pasangan yang diusung PDIP, PPP, Hanura, dan Perindo ini lahir otentik dari gerakan rakyat.

Baca Selengkapnya
‘Cari Keadilan Lewat MK, Bukan Mengerahkan Massa Turun ke Jalan’
‘Cari Keadilan Lewat MK, Bukan Mengerahkan Massa Turun ke Jalan’

Semua pihak diminta menghormati proses di MK yang sedang berjalan saat ini

Baca Selengkapnya
Waspadai Kelompok Tebar Hasutan & Kebohongan saat Ada Demonstrasi di Berbagai Daerah
Waspadai Kelompok Tebar Hasutan & Kebohongan saat Ada Demonstrasi di Berbagai Daerah

Situasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu

Baca Selengkapnya
Mahfud Nilai Cara Berpolitik di Indonesia Kurang Bagus: Setiap Pemilu Bagi-Bagi Jabatan
Mahfud Nilai Cara Berpolitik di Indonesia Kurang Bagus: Setiap Pemilu Bagi-Bagi Jabatan

Menurut Mahfud, Indonesia sudah terlalu banyak menteri di dalam suatu pemerintahan.

Baca Selengkapnya
Ricuh! Demonstran Desak Bubarkan Muktamar PKB Dorong Polisi dan Lempar Botol
Ricuh! Demonstran Desak Bubarkan Muktamar PKB Dorong Polisi dan Lempar Botol

Seperti diketahui, sejumlah massa menggelar aksi unjuk rasa di depan Lapangan Lagoon di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada Sabtu (24/8) sore.

Baca Selengkapnya