Himpitan ekonomi memaksa ratusan warga Sangau Kalbar jadi WN Malaysia
Merdeka.com - Demi memenuhi kebutuhan hidup karena minimnya sarana dan prasarana publik di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, hampir separuh dari jumlah penduduk Dusun Gun Tembawang, Desa Gun Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar, berpindah menjadi warga Malaysia.
"Dulunya, di Gun Tembawang penduduknya cukup ramai. Tapi karena himpitan ekonomi, separuh penduduk pindah menjadi warga negara Malaysia," kata Kepala Dusun Gun Tembawang Marselius Gaut, Selasa (6/11). Dikutip dari Antara.
Dusun Gun Tembawang merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Desa Sepit, Sarawak, Malaysia. Menurut Marselius Gaut, kalau tidak terjadi perpindahan, jumlah penduduk lebih dari 300 jiwa atau kurang lebih 65 Kepala Keluarga.
-
Di mana kesenjangan terjadi? Masalah kesenjangan ini tidak hanya terjadi dalam aspek sosial masyarakat, tetapi juga berbagai aspek lainnya. Mulai dari kesenjangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kesenjangan digital.
-
Kenapa warga Kampung Manggal merantau? Kondisi seperti ini membuat banyak warga Kampung Manggal merantau ke luar daerah. Mereka akan kembali lagi ke kampung tersebut saat musim tanam telah tiba.
-
Siapa yang terdampak kesenjangan? Dampaknya dapat dirasakan oleh individu dan kelompok yang kurang beruntung, seperti penurunan kualitas hidup, ketidakadilan, perasaan terpinggirkan, dan kesulitan untuk meraih kesempatan yang sama dengan kelompok yang lebih beruntung.
-
Siapa saja penduduk Pulau Masakambing? Mengutip Instagram @jantungnusantara, penduduk pulau ini merupakan suku Bugis dan suku Madura.
-
Siapa penduduk Kampung Melikan? Mayoritas warganya merupakan petani pisang dan penyadap getah pinus.
-
Kenapa kesenjangan terjadi di masyarakat? Kesenjangan dalam masyarakat bisa terjadi akibat berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
"Namun karena sudah banyak yang pindah sekarang hanya 175 jiwa dan 30 KK saja," katanya.
Pria berumur 57 tahun itu menjelaskan kepindahan penduduk tersebut disebabkan adanya perkawinan silang antarwarga Gun Tembawang dengan warga Malaysia. Hal lain disebabkan mata pencarian, di mana warga Gun Tembawang pergi bekerja ke Malaysia dan menjadi warga negara di sana.
"Saya juga mendapat istri orang Malaysia dan kami 10 bersaudara, lima orang sudah menjadi warga negara Malaysia dan lima orang lainnya masih bertahan di Desa Gun Tembawang. Termasuk saya tetap memilih menjadi warga Indonesia. Karena NKRI bagi saya harga mati," tegas Marselius.
Walau demikian Marselius meminta kepada pemerintah baik daerah maupun pusat untuk lebih memperhatikan nasib masyarakat di daerah perbatasan. "Kami di sini minim akses pelayanan publik, seperti kesehatan, pendidikan dan pembangunan ekonomi. Sebagai anak bangsa ini kami merasa belum merdeka jauh dari kelayakan hidup," ujar dia.
Sementara bila ada warga yang sakit, maka mau tidak mau harus ke Malaysia untuk berobat. "Sekolah ke Malaysia, beli kebutuhan sehari-hari ke Malaysia semua kami disini tergantung ke Malaysia. Saya sendiri hampir bosan untuk meminta pemerintah memperhatikan nasib kami," katanya.
Menurutnya jalan yang ada kalau bukan karena TNI yang membangun maka sampai kapan pun Desa Gun Tembawang tidak memiliki jalan. Walau dengan kondisi seperti itu, hanya jalan itulah yang menjadi urat nadi bagi masyarakat.
"Pembukaan jalan itu dibangun oleh pemerintah pusat melalui TNI sebagai jalan untuk melakukan patroli. Ini bermanfaat buat kami bila pulang pergi ke Malaysia dalam satu hari. Kenapa harus ke Malaysia karena itu yang paling dekat dibandingkan ke Entikong," katanya.
Ia mengakui, hingga saat ini karena sulit dan jauh serta besarnya ongkos transportasi ke kota kecamatan dan kabupaten membuat sebagian warga belum bisa mengurus dokumen kependudukan. "Mungkin tidak sampai 50 persen warga kami memiliki KTP, KK dan surat identitas lainnya," kata Marselius.
Kondisi seperti itu tentu saja menyulitkan warga memiliki surat identitas untuk membangun dan lebih berkembang sebagai warga negara Indonesia. Berkat keberadaan TNI barulah ada perubahan walaupun tidak secara signifikan.
Ia menambahkan, banyak yang sudah warga rasakan sejak adanya pos penjagaan dari pasukan TNI di wilayahnya. Selain menjaga keamanan batas wilayah NKRI, TNI juga membantu berbagai hal yang dibutuhkan masyarakat.
"Kami berharap sekali pemerintah tidak hanya tinggal diam melihat kesulitan yang saat ini kami hadapi," katanya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.
Baca SelengkapnyaSaat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi
Baca SelengkapnyaWarga susah mendapatkan barang produksi dalam negeri di pulau ini.
Baca SelengkapnyaWarga harus berjuang keras untuk mendapatkan air di tengah bencana kekeringan.
Baca SelengkapnyaDulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Baca SelengkapnyaRata-rata rumah kontrakan ditempati orang yang kerja di proyek pembangunan Kota Nusantara
Baca SelengkapnyaPerubahan iklim telah membuat Dusun Rejosari Senik, yang dahulu dihuni 225 kepala keluarga (KK), kini ditinggalkan penduduknya.
Baca SelengkapnyaTernyata di balik luasnya dataran tinggi Sibolangit terdapat sebuah permukiman kecil bernama Kampung Buah Nabar.
Baca SelengkapnyaAir laut yang terus meninggi diduga merupakan dampak dari pembangunan.
Baca SelengkapnyaSaat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaBawaslu pastikan WNI yang tinggal tepat berada di tapal batas negara Indonesia dan Malaysia, tetap memiliki hak untuk memilih
Baca SelengkapnyaBegini penampakan gerbang perbatasan Indonesia-Malaysia via desa terakhir di Sambas. Simak ulasannya berikut ini.
Baca Selengkapnya