Hoax beredar di medsos, Facebook & Twitter harus bertanggung jawab
Merdeka.com - Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo mengkritisi, terhadap perusahaan-perusahaan media sosial yang sepertinya membiarkan isu-isu SARA atau HOAX ke masyarakat Indonesia. Sebab, selain peran pemerintah ia menegaskan perusahan itu harus juga bertanggungjawab atas hal itu.
"Sejak kasus Buni Yani, saya tidak melihat Facebook atau Twitter itu bertanggungjawab atas informasi yang tersebar," ujarnya di acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8).
Menurutnya, perusahaan itu juga diuntungkan dengan penyebarannya.
-
Bagaimana Polisi Pekanbaru melibatkan admin medsos untuk cegah hoax? Polresta Pekanbaru mengambil langkah inovatif dengan melibatkan admin media sosial publik dalam upaya mencegah hoaks dan isu sara selama Pemilu 2024.Kolaborasi ini terwujud dalam diskusi santai antara Satreskrim Polresta Pekanbaru, dipimpin oleh Kasat Reskrim Kompol Bery Juana Putra, dan sejumlah admin media sosial di salah satu kafe di Pekanbaru.
-
Bagaimana Kominfo tangani isu hoaks? Kementerian Kominfo telah melakukan pemutusan akses atas konten yang teridentifikasi sebagai isu hoaks. Pemutusan akses ditujukan agar konten hoaks tidak tersebar luas dan merugikan masyarakat.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang membuat berita hoaks? Menurut NewsGuard, situs-situs ini mengklaim diri mereka sebagai sumber berita lokal yang independen, namun tidak mengungkapkan afiliasi partisan atau asing mereka.
-
Apa isi hoaks yang beredar? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
"Media sosial itu ada perusahaannya (yang memiliki), bukan seperti lapangan bola yang bisa dipakai begitu saja. Semakin banyak yang baca informasi itu, semakin menguntungkan dia karena bisa menaikkan harga saham perusahaan," katanya.
Oleh karenanya, ia meminta kepada perusahaan medsos ikut bertanggung jawab dengan penyebaran HOAX ini. Terlebih, penyebaran HOAX telah mengakibatkan masyarakat Indonesia semakin terpecah belah dalam beberapa tahun belakangan.
"Satu-satunya yang diuntungkan dari hoax itu adalah media sosial. Sekali lagi, dalam pemahaman saya yang menyebarkan hoax itu adalah mesin yang mereka kelola," tuturnya menekankan. Saya kira perusahaan medsos harus ikut bertanggung jawab," ujarnya.
"Di Jerman, perusahaan medsos itu harus membuka unit layanan hoax. Kalau Facebook ada hoax, maka 1x24 jam harus dihapus. Kalau enggak dihapus akan ada denda. Tapi masih proposal. Seharusnya Facebook atau Twitter itu jadi subyek hukum di Indonesia," tambahnya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi I DPR Sukamta menegaskan, kalau pemerintah memang harus membuat aturan yang mengikat dalam koridor hukum. Hanya saja, pemerintah hingga kini belum membuat aturan turunan yang mengatur lebih rinci mengenai pertanggungjawaban perusahaan medsos.
"Sebenarnya ada dalam UU ITE kita, bukan hanya pemilik akun tapi perusahaan yang mengelola. Hanya saja pemerintah belum membuat PP (Peraturan Pemerintah)," kata Sukamta.
Dalam kesempatan tersebut, Sukamta mengatakan jika penanganan kasus Saracen harus ditangani pihak kepolisian dengan sebaik-baiknya.
"Urusan Saracen ini harus ditangani dengan sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya," tutup Sukamta. (mdk/rhm)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
YouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaKementerian Komunikasi dan Informatika tengah mengkaji untuk memblokir media sosial X yang memperbolehkan unggahan konten pornografi di platform itu.
Baca SelengkapnyaMendag bilang Tiktok Indonesia siap patuh pada peraturan tersebut.
Baca SelengkapnyaMenteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) menganggap platform media sosial kurang pro aktif berkomunikasi dengan pemerintah terkait pemberantasan judi online.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaSelain platform sosial media, Menkominfo juga mengultimatum pihak Internet Service Provider (ISP) untuk aktif memberantas judi online.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaPemerintah Indonesia tak segan-segan memblokir X jika terbukti melegalkan penyebaran video porno.
Baca SelengkapnyaPolisi membebaskan tersangka karena alasan tidak menemukan niat jahat.
Baca SelengkapnyaTim cek fakta independen antara lain Mafindo, Perludem hingga AFP Indonesia.
Baca Selengkapnya