IBC: Sanksi Dewas KPK Buat Lili Pintauli Cuma Dagelan
Merdeka.com - Indonesia Budget Center (IBC) menilai, putusan pelanggaran etik berupa potongan gaji 40 persen oleh Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar tidaklah membuat efek derita.
"Seberapa membuat efek derita yang kuat karena pelanggarannya itu (sanksi 40 persen), yang kita coba kita lihat ini lucu gitu ya malah menjadi sebuah dagelan," sebut Direktur Eksekutif IBC Roy Salam dalam konferensi pers koalisi masyarakat sipil terkait 'Putusan Dewas KPK Cederai Keadilan Publik', Rabu (1/9).
Hal itu karena, lanjut Roy, gaji yang dipotong 40 persen, setiap bulan selama satu tahun terbilang sangat ringan. Karena, Lili masih mengantongi pendapatan lebih dari Rp112 juta per bulan angka total gaji tersebut sebagaimana tertuangan dalam Pasal 3 PP Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
-
Apa yang dilaporkan IPW kepada KPK? Laporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) atas dugaan gratifikasi Rp100 miliar dengan terlapor mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo harus dipisahkan dari politik.
-
Siapa Ketua Dewan Syuro PKB? Diketahui, Ma'ruf Amin kembali dipercaya menjabat Ketua Dewan Syuro DPP PKB berdasarkan hasilMuktamar ke-VI yang digelar di Nusa Dua Bali, Minggu (25/8) lalu.
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Apa sanksi yang diterima Ketua KPU? 'Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan,' kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di kantor DKPP RI, Jakarta Pusat.
Roy merincikan jika uang sebesar Rp112 juta itu meliputi take home pay atau yang diterima setiap bulan, yakni gaji pokok Rp4,6 juta; serta beberapa tunjangan yakni jabatan Rp20 juta; kehormatan Rp2 juta; perumahan Rp34 juta; dan transportasi Rp27 juta. Selain itu ada pula tunjangan non take home pay berupa asuransi kesehatan dan dana pensiun sebesar Rp23 juta.
"Bagi IBC ada tiga menilai putusan ini yang ringan banget, karena rasa-rasanya 40 persen kaya gede banget. Tetapi kalau dilihat gaji pokoknya ya 40 persen Rp1,85 juta dari Rp4 juta sekian. Tetapi yang diterima anggota ini kan banyak sekali setiap bulan (Rp112 juta)," ujarnya.
Sehingga, Roy menjelaskan, jika potongan sebesar 40 persen dari gaji pokok yang sebesar Rp1,85 juta. Maka Lili hanya berkurang sekitar 2 persen dari gaji uang take home pay Rp89 juta yang dikantongi setiap bulannya.
"Jadi angka ini hanya sekitar 2 persen dari take home pay yang diterima pejabat, dalam hal ini posisi wakil ketua dari Rp89,46 juta setiap bulan. Ini take home pay, walaupun penghasilan dan tunjangan fasilitas itu lebih dari Rp112 juta," sebutnya.
"Jadi saya melihat hukuman ini tidak memberikan hukuman efek jera sama sekali. Jadi akal sehat kita kaya diganggu banget kok bisa seorang melanggar sanksi berat kemudian diberikan hukumannya dibandrol 40 persen gaji," lanjutnya.
Oleh sebab itu, Roy mendesak, agar Lili Pintauli sadar diri dan sebaiknya mundur dari posisi jabatannya. Karena pelanggaran etik yang diterimanya telah membuat lembaga anti rasuah tersebut tercoreng.
"Jadi harusnya sadar dong, sebagai penyelanggara negara ini sudah tidak benar, tidak benar bagi anak cucu dan bangsa Indonesia. Maka lebih baik saya (Lili) mundur," ujarnya.Sebelumnya, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Gaji pokoknya dipotong sebesar 40 persen setiap bulannya selama satu tahun.
Dewas menyatakan, Lili terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku lantaran menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK. Dia berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial. Padahal, KPK sedang mengusut dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Tanjung Balai yang menyeret nama Syahrial.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatarongan Panggabean saat membacakan amar putusan Lili, Senin (30/8).
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri dinyatakan bersalah melanggar etik.
Baca SelengkapnyaFirli Bahuri dinyatakan terbukti bersalah melanggar etik karena bertemu dengan Eks Mentan SYL.
Baca SelengkapnyaDewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hasil kinerjanya selama lima tahun menjabat sejak tahun 2019.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Nurul Ghufron dijatuhkan hukuman berupa teguran dan pemotongan gaji
Baca SelengkapnyaDewas KPK mengatakan tidak ada hal yang meringankan dari Firli.
Baca SelengkapnyaDewas KPK akan menyerahkan hasil putusan sidang pelanggaran etik Firli kepada Polda Metro Jaya jika diperlukan.
Baca SelengkapnyaGugatan Firli bukan ditolak oleh majelis hakim, melainkan hanya tidak dikabulkan.
Baca SelengkapnyaHasil rapat pleno putusan DKPP diputuskan pada hari Selasa tanggal 2 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaDKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua dan Anggota KPU RI.
Baca SelengkapnyaHaris menyebut, Firli tak hadir lantaran masih mengikuti proses sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Baca Selengkapnya"Menyatakan praperadilan oleh pemohon (Firli Bahuri) tidak dapat diterima," kata Hakim tunggal Imelda Herawati
Baca SelengkapnyaPeneliti ICW Kurnia Ramadhana meminta Jokowi menundanya hingga Dewan Pengawas KPK menyelesaikan sidang dugaan tiga pelanggaran etik Firli Bahuri.
Baca Selengkapnya