ICJR Soroti Pasal UU ITE Tentang Melanggar Kesusilaan
Merdeka.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menemukan 768 kasus yang menyangkut pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dari 786 kasus, pasal yang paling banyak menjerat yaitu Pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan sebanyak 286 kasus. Selanjutnya pasal 27 ayat 1 tentang kesusilaan, sebanyak 242 kasus atau sebesar 31,5 persen. Ketiga, pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian atau 217 kasus.
"Dari tahun 2016 hingga Februari 2020, ada 768 perkara di 137 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, putusan bersalah 744 kasus dan pidana penjara 672 kasus," kata peneliti ICJR, Maidina Rahmawati dalam diskusi yang diselenggarakan secara virtual hari ini, Selasa (20/4).
ICJR kemudian menyoroti bunyi pasal 27 ayat 1 mengenai kesusilaan. Sebagai informasi, bunyi Pasal 27 ayat 1 berbunyi: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
-
Siapa yang melanggar kode etik? Diketahui, sanksi tersebut disebabkan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hasyim sebab terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden.
-
Bagaimana hukum mengatur pergaulan antar manusia? Fungsi Hukum Tak hanya tujuan hukum, teryata hukum juga memiliki fungsinya sendiri. Ada beberapa fungsi hukum yang perlu diketahui, diantaranya adalah: - Memberi petunjuk untuk warga dalam pergaulan masyarakat. - Melaksanakan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga dalam bermasyarakat. - Mengatur interaksi serta pergaulan antar manusia guna mencapai kedamaian. - Memberikan jaminan kenyamanan, keamanan serta kebahagiaan kepada masyarakat.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran? IEG mendapati adanya indikasi venue-venue di beberapa kota yang melakukan pelanggaran, yang mana para pelaku usaha ini melakukan kegiatan nonton secara ilegal atau tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu.
-
Bagaimana cara kejahatan siber mendapatkan informasi sensitif? Beberapa pemateri juga menjelaskan mengenai social engineering atau praktik manipulasi psikologis yang dilakukan oleh penyerang (pelaku kejahatan siber) untuk memperoleh informasi sensitif, mendapatkan akses ke sistem atau sumber data yang seharusnya terbatas.
-
Siapa yang menjadi target kejahatan siber? Tidak hanya perorangan yang menjadi target, namun perusahaan besar, pemerintah, hingga institusi finansial juga rentan terhadap serangan ini.
-
Siapa yang harus menutupi tilang elektronik? “Terkadang para konsumen mobil bekas harus menutupi ETLE kalau kebetulan pas mau diperpanjang enggak bisa,“ kata Kepala Seksi (Kasi) Standarisasi STNK Korlantas Polri AKBP Aldo S, di Jakarta, Rabu (12/7).
Maidina kemudian bertanya, apa yang dimaksud dari melanggar kesusilaan. Menurutnya, sampai saat ini UU ITE tidak memberikan penjelasan detail mengenai 'melanggar kesusilaan'.
"Unsur kesusilaan dalam UU ITE tidak jelas merujuk pada bagian mana KUHP. Di KUHP itu ada 2 bab tentang kesusilaan. Sebagai kejahatan di pasal 281-303 dan sebagai pelanggaran di pasal 532-547," ujarnya.
Selain itu, dia juga menyoroti batasan pasal itu. Dalam KUHP, nilai kesusilaan juga harus disesuaikan dengan konteks, tergantung pada tempat terjadinya perbuatan itu. Sedangkan dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE tidak ada batasannya karena konteksnya semua yang disebarkan di internet. Orang yang tidak menghendaki ataupun menghendaki bisa melihat atau mengaksesnya.
"Dalam KUHP konsep melanggar kesusilaan yaitu bila ditujukan untuk umum atau secara terbuka kepada orang lain yang tidak menghendaki. Kalau di internet kan sifatnya luas, tanpa batas," ujarnya.
Untuk itu, dia juga mempermasalahkan setiap kata yang digunakan dalam pasal tersebut. Menurutnya beberapa kata dalam pasal itu akan berdampak pada penerapan yang serampangan. Misalnya kata 'mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diakses'.
Menurutnya, ketiga kata itu tidak memberikan batasan untuk tidak menyerang ranah privat, serta tidak membatasi pelaku untuk tidak menjerat korban. Dia pun mendesak pemerintah untuk merevisi bunyi pasal tersebut.
"Contohnya kasus Baiq Nuril yang menciptakan iklim ketakutan bagi korban KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) yang seharusnya dilindungi," kata Maidina.
Menanggapi desakan masyarakat untuk merevisi UU tersebut, Kabid Materi Hukum Publik Kemenko Polhukam RI, Dado Achmad Ekroni mengatakan bahwa Menko Polhukam sudah membentuk Tim Kajian UU ITE melalui Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021.
Dalam dua bulan ini, kata dia, tim kajian sudah mengundang beberapa pihak seperti pelaku dan pelapor tindak pidana UU ITE, aktivis, praktisi, pers, pengamat, anggota DPR, serta dari Kementerian dan lembaga terkait. Usulan dari pihak-pihak tersebut, kata dia, akan dilaporkan kepada Menko Polhukam.
"Nanti sama Pak Menko Polhukam disampaikan ke Pak Presiden sebagai pertimbangan, perlu atau tidak dilakukan revisi UU ITE, serta perlu atau tidak menyusun implementasinya bagi penegak hukum," ujarnya dalam diskusi yang sama.
Meskipun keputusan revisi UU ITE ada di tangan Presiden, namun kata dia, tim kajian sudah berusaha untuk menyelesaikan kajian implementasi UU ITE supaya tetap bersih, sehat, berkeadilan.
"Sehingga tidak ada lagi pasal yang multitafsir dan digunakan untuk saling melapor sebagai alat kriminalisasi," ujarnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaDemikian pula halnya dengan pengungkapan serta penyebaran informasi tersebut, apakah menyangkut kepentingan privat ataukah kepentingan publik.
Baca SelengkapnyaDPR dan pemerintah menyepakati revisi UU ITE dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.
Baca SelengkapnyaAturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Baca SelengkapnyaRevenge porn adalah fenomena yang semakin mengkhawatirkan di era digital, di mana teknologi memudahkan penyebaran konten pribadi tanpa izin.
Baca SelengkapnyaBudi mengatakan, langkah tegas itu dijalankan untuk memberantas praktik judi online di Indonesia.
Baca Selengkapnya