ICW Sebut Dominasi PDIP di Parlemen saat Agenda Pelemahan KPK
Merdeka.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyoroti soal posisi PDIP partai politik (parpol) besutan Megawati Soekarnoputri yang kerap mendominasi di parlemen, tatkala terjadi agenda untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bisa dilihat, katanya, dari peran PDIP yang mendominasi pada saat DPR mengajukan Hak Angket maupun revisi Undang-undang KPK yang menjadi akar masalah utamanya dan mendapatkan kritik dari masyarakat.
"Kalau kita lihat struktur kepanitiaan angket, dan pengusul pengubahan UU KPK, maka kita menemukan fakta bahwa kader partai politik yang saat ini sedang mendominasi DPR yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) paling banyak menyetujui soal hak angket dan revisi UU KPK," kata Kurnia saat webinar yang disiarkan lewat channel youtube Sahabat ICW, Kamis (21/10).
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
-
Siapa yang ditugaskan PDIP untuk melobi PKB? Pada tanggal 8 Juni 2024 itu, saya ditugaskan oleh DPP PDIP untuk menjalin komunikasi dengan PKB. Saya lalu bertemu dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. PDIP dan PKB lalu bersepakat menjalin kerja sama di Pilkada Jakarta. PKB akan mendukung Anies Baswedan sebagai calon gubernur, kami meminta posisi wakil gubernur,' kata Basarah dalam keterangannya diterima di Jakarta, Minggu (17/11).
-
Apa fokus gugatan PDIP ke MK? Dia mengatakan, dalam gugatan ke MK, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang diumumkan KPU, tetapi akan fokus pada kecurangan yang terstrukur sistematis masif (TSM).
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Siapa yang terlibat dalam pembentukan UU KIP? “UU KIP dulu kan dibahas dengan Komisi I DPR, jadi enggak nyambung dengan Komisi III-nya. Menghasilkan Komisi Informasi Pusat, memang belum dikonstruksikan menjadi lembaga quasi peradilan.
Kurnia pun menyebut data yang telah dimuat oleh berbagai media ini, mencatat setidaknya dalam isu pengajuan Hak Angket KPK oleh DPR terdapat sebanyak 26,1 persen struktur kepanitiaan diisi dari PDIP. Kemudian untuk data partai lain yaitu, Partai Golkar 21,7 persen; Partai Gerindra 17,4 persen; PAN 13 persen; NasDem dan PPP 8,7 persen; serta Hanura 4,3 persen.
Sementara sama halnya terkait usulan revisi UU KPK yang kala itu banyak menerima penolakan, lanjut Kurnia, didominasi PDIP berdasarkan data dari berbagai pemberitaan di media masa juga tercatat ada dua kader PDIP yang menjadi pengusul revisi undang-undang tersebut.
Sementara sisanya, masing-masing satu pengusul dari partai PPP, NasDem, PKB dan Partai Golkar. "Apakah partai lain tidak terlibat, terlibat tentu maka dari itu saya tampilkan data-datanya," kata Kurnia.
"Tetapi komposisi itu-lah yang menarik untuk ditelisik lebih lanjut, justru ditemukan ada dominasi dari parpol yang setuju dengan kebijakan-kebijakan kontroversi yang ditolak masyarakat pada saat itu," tambahnya.
Atas data-data yang dipaparkan, Kurnia merasa bingung atas sikap partai berlogo banteng tersebut. Pasalnya, dalam beberapa kali kesempatan, Ketua Umum PDIP Megawati kerap menyebut dirinyalah yang membentuk KPK. Namun di sisi lain, ketika terjadi pelemahan, partainyalah yang mendominasi.
"Jadi diwaktu yang sama ketua umum PDIP, Bu megawati selalu mengatakan KPK itu yang dibentuk, dan bentuk adalah dirinya ketika menjabat sebagai presiden.Tentu menjadi perdebatan, kenapa justru KPK misalnya dibentuk Bu Megawati tetapi struktur yang berpotensi melemahkan KPK di dukung PDIP," ujarnya.
"Semestinya, kalau ada potensi pelemahan KPK partai itulah yang menjadi bagian garda terdepan menolak pelemahan KPK. Bukan justru turut menjadi bagian yang mengambil kebijakan kontroversi dan didebatkan sama masyarakat luas," tambahnya.
Klaim Megawati Soal Pendiri KPK
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengingatkan bahwa dirinyalah yang pada saat menjabat sebagai Presiden RI ke 5 mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikannya, sebagai penegasan kepada seluruh peserta maupun kader yang mengikuti Sekolah Partai Angkatan I PDIP dalam rangka persiapan Pilkada 2020.
"Saya sangat sedih kalau dari kalangan PDIP ada yang diambil oleh KPK. KPK itu saya yang buat loh, jangan lupa. Kalau tidak percaya nanti lihat saja pembentuk KPK," tutur Megawati saat berikan arahan pembukaan melalui virtual, Jumat (21/8).
Dia pun mengungkapkan alasannya membentuk lembaga anti rasuah tersebut, karena sebagai bentuk pendisiplinan masyarakat terutama untuk memberantas korupsi yang marak dilakukan kalangan elite.
"Itu saya buat KPK untuk mendisiplinkan kita kalangan pemimpin dan rakyat. Tapi kan kebanyakan mana ada rakyat yang bisa korupsi? Yang korupsi itu pasti kalangan elite, itulah saya mau teken untuk didirikannya KPK memberantas korupsi," tegas Megawati.
Lebih jauh, dia menilai bahwa pendirian KPK juga diikuti dengan semakin baiknya sistem ketatanegaraan di Indonesia. Namun, Megawati mengatakan bahwa tetap ada hal yang masih perlu perbaikan.
"Mengapa saya mau membuat KPK, karena mekanisme ketatanegaraan Indonesia ini semakin hari sudah semakin tertata dari sisi ekonomi itu sudah sudah sangat rapi. Walaupun masih perlu diperbaiki," ujarnya.
Berikut penggalan hasil wawancara yang dipaparkan Wijayanto dalam slide presentasinya. Pertama, Pasukan Bayaran Revisi UU KPK "Terlepas dapat fee atau segala macem itu urusan belakangan menurut saya, sama halnya yang di sisi kontra, mereka juga menyiapkan tim buzzingnya kok, tim influencer juga kok. Bohonglah, mas, kalau nggak ada itu, bohong. Itu sah, dalam demokrasi digital itu sah-sah aja."(Wawancara dengan Arjuna, 3 Februari 2021).
Pola Rekrutmen, "Kemaren itu kan isunya itu kan, kita kan dapat informasi, mas. Saya dapat informasi kaya itu WA ini dari beberapa temen to yang ada dalam grup itu ngasih tau itu kita kumpul yuk, kita kumpulin pasukan kaya gitu loh, mas. Informasinya kaya gini, yaudah kita juga oke kalau gitu. Kita sepakat ya, kita share juga kaya gitu, akhirnya kan nyebar ke semua kelompok kelompok buzzer kaya gitu. Nah kan buzzer kan punya kelompok kelompok gitu, nah akhirnya nyebar nyebar ya yaudah akhirnya viral" (Wawancara dengan Duryudana, 19 Februari 2021).
Lalu soal isu polemik di KPK, semisal KPK Sarang Taliban, "Kalau mas mau tahu, ada faksi polisi, ada faksi Kejaksaan, dan faksinya Novel. Nah, yang dituduh KPK sarang Taliban itu yang di faksi Novel. Karena apa, dia dekat dengan Abdullah Hehamahua," (Wawancara dengan Arjuna).
Dari ketiga contoh tersebut, Wijayanto menilai jika dampak dari tindakan pasukan cyber tersebut turut memanipulasi opini publik di media sosial yang dimana hal tersebut telah membuat kemunduran bagi demokrasi
"Ini satu refleksi yang lebih luas kemunduran demokrasi di Asia Tenggara. Ternyata internet yang dulunya, menjadi fasilitator bagi demokrasi seperti peruntuhan Suharto. Justru menjadi fasilitator kemunduruan pengertian demokrasi baru, seperti Indonesia dan juga seperti negara otoriter yang menggunakan media sosial dan internet," jelasnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Djarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.
Baca SelengkapnyaPDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.
Baca SelengkapnyaFraksi PKS menjadi satu-satunya partainya yang menolak revisi UU IKN.
Baca SelengkapnyaIsi pertemuan membahas beberapa poin. Termasuk soal RUU Desa.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Pilkada dinilai menguntungkan individu atau kelompok tertentu sehingga dianggap merupakan bentuk korupsi kebijakan.
Baca Selengkapnya10 Partai Politik (Parpol) yang berpeluang untuk masuk ke DPR RI pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 ini.
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP, MH Said Abdullah, menilai tidak masalah jika parlemen didominasi pendukung Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaPKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.
Baca SelengkapnyaPDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.
Baca SelengkapnyaKomisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Pemerintah dengan Komisi II DPR menyetujui penetapan revisi PKPU Nomor 8 tahun 2024 terkait keputusan Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaPKS Usul Pimpinan DPR Diisi Seluruh Fraksi, Cak Imin: Prosesnya Agak Sulit
Baca SelengkapnyaSampai Tanya Puan, Megawati Heran Revisi UU MK Dikebut saat DPR Reses
Baca Selengkapnya