ICW Soal Vonis Djoko Tjandra: Layak Divonis Seumur Hidup
Merdeka.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis hukuman 4,5 tahun penjara kepada Joko Sugiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kurang tepat. Seharusnya dengan dua perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan suap penghapusan red notice, Djoko layak dijatuhi hukuman seumur hidup.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai problematika rendahnya hukuman yang menjerat Djoko. Sebagaimana dalam regulasi ketentuan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor baik pemberi maupun penerima maksimal hanya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan/atau denda Rp250 juta.
"Pasal yang menyoal tentang pemberi suap hanya dapat diganjar hukuman maksimal lima tahun penjara. Padahal, model kejahatan yang dilakukan oleh Joko S Tjandra layak untuk dijatuhi vonis seumur hidup," ujar Kurnia dalam keterangannya, Selasa (6/4).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Apa kasus yang sedang dihadapi KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Apa yang sedang diselidiki KPK? Didalami pula, dugaan adanya penggunaan kendali perusahaan tertentu oleh saksi untuk mengikuti proyek pengadaan di Kementan RI melalui akses dari Tersangka SYL,' ungkap Ali.
Terlebih, dia memandang selain yang bersangkutan telah melarikan diri dari proses hukum vonis perkara cassie Bank Bali. Djoko Tjandra juga terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap penegak hukum, Mulai dari Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, hingga Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.
"Bahkan, tindakan Joko S Tjandra yang dengan mudah memasuki wilayah Indonesia untuk mengurus pendaftaran Peninjauan Kembali ke Pengadilan telah meruntuhkan wajah penegakan hukum Indonesia," tegasnya.
Berangkat dari permasalahan regulasi ini, ICW mengusulkan agar ke depan, pembentuk UU segera merevisi UU Tipikor. Setidaknya untuk mengakomodir Pasal pemberi suap kepada penegak hukum (Jaksa atau Polisi) agar diatur secara khusus.
"Misalnya memasukkan pidana penjara maksimal seumur hidup. Agar ke depan, jika ada pihak yang melakukan perbuatan sama seperti Joko S Tjandra, dapat dipenjara dengan hukuman maksimal," jelasnya.
Selain itu, Kurnia juga menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan diam dan terkesan menjadi penonton dalam perkara surat jalan palsu, red notice, hingga Fatwa MA yang ketiganya turut menyeret Djoko Tjandra.
"Kepada KPK agar tidak hanya diam dan menonton penanganan perkara ini. ICW turut pula curiga terhadap surat perintah supervisi yang diterbitkan oleh KPK sepertinya hanya sekadar formalitas belaka. Sebab, sampai saat ini praktis tidak ada hal konkret yang dilakukan KPK terhadap perkara Joko S Tjandra," ujarnya.
Lebih lanjut, Kurnia menuntut agar KPK terus melakukan tindak lanjut dengan masuk lebih jauh guna menyelidiki dan menyidik pihak-pihak lain yang belum diusut oleh Kejaksaan maupun Kepolisian.
"Misalnya menelisik siapa pihak yang berada di balik Pinangki Sirna Malasari sehingga bisa bertemu dan menawarkan bantuan kepada Joko S Tjandra. Hal itu penting, sebab, sampai saat ini ICW masih meyakini masih ada oknum-oknum lain yang belum tersentuh oleh Kejaksaan maupun Kepolisian," imbaunya.
Vonis 4,5 Tahun Djoko Tjandra
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis terdakwa Joko Sugiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dengan hukuman empat tahun enam bulan penjara serta denda Rp100juta subsider enam bulan atas perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan suap penghapusan red notice.
Vonis yang dibacakan Hakim Ketua Muhammad Damis tersebut, lebih berat, daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti hukuman kurungan selama enam bulan,"kata Damis saat membacakan amar putusan, Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/4).
Vonis tersebut dinilai karena Djoko terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama berdasarkan beberapa hasil pemeriksaan terhadap keterangan saksi, barang bukti, dan rekam jejak digital yang telah dihadirkan dan menjadi fakta dalam persidangan, sebagai tindakan suap dan pefukatan jahat.
Sementara, Damis menyebutkan hal-hal hal-hal yang memberatkan terdakwa yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi yang grafiknya menunjukkan peningkatan, berupaya menghindari putusan hukum tetap serta tindakannya merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
"Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersifat sopan dalam persidangan dan terdakwa sudah berusia lanjut," ujarnya.
Atas perannya dalam perkara suap Fatwa MA dan Pengurusan Red Notice, Djoko dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 dan 2 KUHP).
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Irjen Napoleon terhindar dari sanksi pemecatan sebagai anggota Polri.
Baca SelengkapnyaNamun Tessa memastikan proses penyidikan dan pencarian terhadap Harun Masiku akan tetap berjalan.
Baca SelengkapnyaMeski begitu, Rudianto tidak menjelaskan lebih jauh perihal perkara yang dimaksud.
Baca SelengkapnyaJohanis Tanak mangkir pemeriksaan Dewas KPK lantaran mengajukan cuti.
Baca SelengkapnyaSelain di MA, masih ada sisa jejak langkah hukum Ghufron yang tersisa, yakni di PTUN dan juga di Bareskrim Mabes Polri.
Baca SelengkapnyaKapolda Metro Jaya Irjen Karyoto merespons desakan mundur buntut mandeknya kasus pemerasan Ketua KPK, Firli Bahuri.
Baca SelengkapnyaHal memberatkan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara bersih dan bebas dari korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca SelengkapnyaKaryoto mengatakan soal pencopotan dirinya kewenangan penuh dari Kapolri selaku atasan yang berhak merotasi jabatan anggota
Baca SelengkapnyaAdapun penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dengan mengulik keterangan dari 146 saksi.
Baca SelengkapnyaKPK diminta tidak mengabaikan hak konstitusional dari setiap tersangka untuk mengajukan gugatan praperadilan.
Baca SelengkapnyaPembacaan putusan sebelumnya dijadwalkan berlangsung Kamis (14/9), namun ditunda karena Johanis Tanak tak hadir.
Baca SelengkapnyaKuasa hukum Donny menyatakan penggeledahan itu tidak disertai surat izin dari hakim dan ketika itu status kliennya hanya saksi.
Baca Selengkapnya