IDI Tolak Eksekusi Kebiri Kimia, Anggota DPD Usul Eksekutor Dokter Kepolisian
Merdeka.com - Hukuman kebiri kimia kepada terdakwa pemerkosa 9 anak di Mojokerto akan menjadi babak baru upaya perlindungan anak di Indonesia. Anggota DPD RI Fahira Idris menilai, hukuman yang baru pertama kali diterapkan ini adalah bentuk keseriusan negara yang telah mengategorikan kekerasan seksual kepada anak sebagai kejahatan luar biasa setara dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan korupsi.
"Ini peringatan keras bagi semua predator anak di mana saja Anda berada. Lebih baik bertobat karena saya yakin hukuman kebiri kimia ini akan menjadi pertimbangan hakim-hakim lain di seluruh Indonesia untuk mengadili kasus predator atau pemerkosa anak lainnya. Tidak ada ruang bagi predator anak di negeri ini," kata Fahira melalui keterangan pers di Jakarta, Jakarta (27/8).
Dia mengapresiasi gebrakan yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto yang dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya karena tegas menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang awalnya Perppu tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini keluar karena ada keterdesakan semakin maraknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.
-
Mengapa DPR RI minta pelaku dihukum berat? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4).
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana DPR ingin cegah pelecehan? 'KemenPAN-RB harus segera membuat aturan spesifik demi menghadirkan ruang kerja yang aman bagi para ASN. Aturan-aturan ini penting agar pelecehan yang sebelumnya seringkali dianggap lazim, bisa diberantas dan dicegah. Kita tidak mau lagi ada ruang abu-abu dalam kasus pelecehan ini,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (25/3).
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
Dalam UU ini, sambung Fahira, selain sanksi hukum maksimal terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak mulai dari hukuman mati dan seumur hidup, terdapat juga tambahan hukuman kebiri kimia bagi terdakwa yang terbukti menjadi predator anak.
"Saya mengapresiasi PN Mojokerto dan PT Surabaya atas gebrakan ini. Putusan kebiri kimia pertama ini menandakan negara hadir untuk memerangi kekerasan terhadap anak yang angkanya terus meningkat. Saya yakin, kebiri kimia ini berdampak signifikan terhadap upaya kita menurunkan dan menghilangkan kekerasan seksual terhadap anak," tukas Senator Jakarta ini.
Terkait terkait sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur yang menolak menjalankan kebiri kimia, Fahira meminta Menteri Kesehatan dan pihak terkait mencari jalan keluar agar kebiri kimia bisa terlaksana karena sudah merupakan perintah pengadilan dan amanat UU Perlindungan Anak. Opsi menggunakan dokter dari satuan kepolisian untuk melakukan kebiri kimia bisa menjadi salah satu pertimbangan.
Sebagai informasi, Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, harus menjalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti melakukan perkosaan terhadap 9 anak. Selain itu Aris juga didenda Rp 100 juta, subsider 6 bukan kurungan. Putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY dan tertanggal 18 Juli 2019.
Jangan Lewatkan:
Ikuti Polling Setuju Atau Tidak Paedofil Dihukum Kebiri Kimia? Klik disini
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Fikri mengatakan bahwa semangat dan amanat pendidikan nasional adalah menjunjung budi pekerti yang luhur.
Baca SelengkapnyaPuan meminta aparat kepolisian untuk menindak tegas semua pelaku KDRT dan kekerasan terhadap perempuan juga anak tanpa toleransi.
Baca SelengkapnyaDPR meminta polisi mengusut secara tuntas kasus bunuh diri dokter muda mahasiswa PPDS Undip yang bunuh diri diduga karena bullying.
Baca SelengkapnyaNafa Urbach meradang dengan kasus pencabulan yang terjadi di panti asuhan.
Baca SelengkapnyaMenteri Arifah meminta agar masyarakat makin peduli dengan kondisi anak-anak di sekitarnya. Jika kepedulian masyarakat terbentuk, anak-anak akan lebih terjaga.
Baca SelengkapnyaDorongan revisi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab anggapan pemberian kontrasepsi bagi remaja membuka peluang seks bebas bagi pelajar.
Baca SelengkapnyaPenyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca SelengkapnyaIDI Jabar memastikan praktik itu bukanlah tradisi yang seharusnya ada.
Baca SelengkapnyaDudung menambahkan, ia tidak keberatan jika ada lembaga lain yang meminta peradilan koneksitas. Ia justru mendorong hal tersebut.
Baca SelengkapnyaAulia Risma ditemukan tewas di kamar kosnya pada Agustus lalu.
Baca SelengkapnyaDPR menilai tidak pantas jika korban rudapaksa dipaksa damai.
Baca Selengkapnya