Ingin perubahan, warga Cieunteung terjang banjir demi nyoblos
Merdeka.com - Meski dilanda banjir setinggi 60 centimeter, warga Kampung Cieunteung, Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah, tetap menggunakan hak suaranya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung. Warga sekitar tetap mendatangi TPS 61 dan 62 walaupun harus menerjang air.
Salah seorang warga Cieunteung, Agus (37), mendatangi TPS 61 dari rumahnya menggunakan perahu. Dia pun berharap suaranya bisa mengubah masa depan Kampung Cieunteung yang menjadi langganan banjir di saat musim hujan.
"Saya harap bupati terpilih kali ini bisa mengatasi permasalahan di Sungai Citarum sehingga Cieunteung tidak banjir lagi. Warga sudah bosan, jenuh, dengan banjir yang datang tiap tahun," kata Agus di TPS 61, Rabu (9/12).
-
Bagaimana cara warga Dusun Tonjong beradaptasi dengan banjir? Tujuannya apabila banjir telah surut, mereka lebih mudah membersihkan bagian dalam rumah. 'Banjir di sini hampir setiap tahun. Bahkan untuk tahun ini, sejak awal tahun 2024, sudah terjadi empat kali banjir di sini,' kata Damsiri.
-
Apa dampak dari banjir? Banjir tidak hanya menghancurkan rumah dan infrastruktur, tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan.
-
Mengapa banjir bandang terjadi? Di Indonesia sendiri, bencana alam ini sudah marak terjadi di hampir semua titik daerah.
-
Apa yang terjadi akibat banjir di Bandung? Hujan lebat yang melanda Bandung sepanjang Kamis (11/1) lalu menyebabkan bencana banjir hingga vira di media sosial.
-
Bagaimana cara warga Subang menyambut musim hujan? Masyarakat kemudian melakukan sejumlah prosesi adat untuk menyambut datangnya musim penghujan.
-
Kenapa banjir bandang terjadi di Sumbar? Mahyeldi menjelaskan banjir bandang itu disebabkan curah hujan yang terbilang esktrem. Sementara hujan hampir tidak terjadi musim panas. Alhasil hujan ekstrem yang turun memicu banjir bandang dan longsor.
Sementara warga lainnya, Rahmat (39) mengaku rumahnya tengah terendam banjir dengan ketinggian air sepinggang orang dewasa. Meski hanya berjarak 100 meter, dia pun harus berjuang menuju TPS.
"Perahunya sudah penuh, saya turun saja langsung jalan kaki. Keluarga menyusul akan mencoblos agak siang, mengurus banjir di rumah dulu," ucap Rahmat.
Menjelang siang hari, warga Cieunteung yang menuju TPS semakin banyak dan berbondong-bondong. Mereka pun menggunakan perahu dan berjalan langsung menerjang banjir.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sudah dua bulan, ratusan kepala keluarga di wilayah Desa Sukagalih, Jonggol mengalami krisis air bersih.
Baca SelengkapnyaSebelumnya warga sudah sempat memperbaiki jalan tersebut, namun akhirnya rusak kembali.
Baca SelengkapnyaSetiap harinya puluhan ibu-ibu di Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air.
Baca SelengkapnyaPada SDN tersebut, terdapat enam Tempat Pemungutan Suara (TPS), yakni TPS 13, 14, 15, 16, 17, dan 18 Desa Wonorejo
Baca SelengkapnyaKondisi ini sudah dialami warga selama sebulan terakhir.
Baca SelengkapnyaDesa Cengungklung jadi satu-satunya desa pilihan BRI Cabang Bojonegoro yang diikutsertakan dalam kompetisi Desa BRILiaN 2023. Memangnya apa keunggulan desa ini?
Baca SelengkapnyaDulunya kampung ini indah banyak pohon buah dan bioskop. Namun sekarang hampir tenggelam.
Baca SelengkapnyaDulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Baca SelengkapnyaSudah tiga bulan, ratusan warga Desa Sukagalih, Jonggol, Bogor terpaksa memenuhi kebutuhan air dengan mengandalkan aliran Sungai Cihoe.
Baca SelengkapnyaPengendara yang lewat kerap tergelincir karena jalan menjadi kubangan lumpur. Anak-anak sekolah pun terpaksa melepas sepatu saat melintas.
Baca SelengkapnyaSering dilewati truk pengangkut material proyek, dampak buruk dirasakan masyarakat dan lingkungan di Sumedang
Baca Selengkapnya