Ini Hasil Penyelidikan Badan Geologi Terkait Penyebab Bencana Longsor di Natuna
Merdeka.com - Badan Geologi menyampaikan beberapa hal yang menjadi hasil penyelidikan pasca-bencana longsor di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, kepada pemerintah daerah (pemda) setempat. Bencana itu mengakibatkan puluhan warga meninggal dunia.
"Hasil penyelidikan tersebut di antaranya berkaitan dengan morfologi relatif datar dapat digunakan tempat relokasi yang memerlukan pematangan perencanaan dan penyelidikan," kata Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Anjar Pranggawan dalam rapat koordinasi secara daring bersama Pemkab Natuna, dikutip Antara, Jumat (7/4).
Dia mengatakan, diperlukan peningkatan daya dukung tanah yaitu dapat dilakukan dengan cara pemadatan atau pergantian material tanah dan pondasi. Sementara untuk pemanfaatan air tanah, sebaiknya dicarikan sebaran akuifer selain endapan pasir pantai.
-
Siapa saja yang menjadi korban longsor? Empat korban itu yakni; Caisar Sofian (28), Putri Amanda (26), Sofia Putri (10) dan Ghibran Naufa (5).
-
Siapa yang terdampak banjir dan longsor di Pesisir Selatan? Data sementara hingga Senin (11/3), 21.000 keluarga (KK) terdampak dengan kerusakan rumah, fasilitas umum, lahan pertanian dan peternakan, yang ditimbulkan bencana itu.
-
Apa kerugian banjir dan longsor di Pesisir Selatan? Bencana banjir dan longsor di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) diperkirakan menimbulkan kerugian hingga Rp157 miliar.
-
Bagaimana warga Pesisir Selatan terdampak banjir dan longsor? 'Warga sudah kembali ke rumah mereka, namun terkendala air bersih. Untuk bantuan cukup banyak, hari ini juga akan kita distribusikan kepada warga,' tuturnya.
-
Dimana longsor itu terjadi? Pada 6 Februari 2024, terjadi longsor di Dusun Sigadung, Desa Kalitlaga, Pagentan, Banjarnegara.
-
Bagaimana keadaan korban longsor? Sebanyak 23 orang korban banjir dan lonsor di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Rekomendasi Badan Geologi
Selain itu pihak Badan Geologi juga memberikan sejumlah rekomendasi, baik secara struktural dan non struktural, antara lain perbaikan pola tata ruang, vegetasi, drainase, dan penggunaan lahan yang ramah lingkungan.
Selanjutnya hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana secara struktural melakukan edukasi peningkatan kapasitas masyarakat di Pulau Serasan dengan pola 3M, yakni Memantau, Menutup, dan Melaporkan retakan.
"Sosialisasi mitigasi bencana harus terus dilaksanakan secara berkala,” jelas Anjar.
Dia melanjutkan bahwa bencana gerakan tanah terjadi di Pulau Serasan merupakan tipe longsor yang berkembang menjadi aliran rombakan. Gerakan tanah susulan berpotensi terjadi kembali jika terjadi hujan dengan intensitas yang cukup lama dan tinggi.
Menurutnya, dimensi longsor utama di Dusun Genting, Desa Pangkalan di Pulau Serasan mempunyai panjang 752 meter, lebar mahkota 44 meter, tinggi 164 meter, dengan luas area 7,388 hektare.
"Selain longsor utama, ada beberapa daerah yang berpotensi terjadi pergerakan tanah, di antaranya Desa Air Raya, Arung Ayam, Desa Air Ringau, dan beberapa desa lain yang ditetapkan sebagai zona merah,” ujar dia.
Mitigasi Bencana di Natuna
Sementara Sekretaris Daerah Natuna Boy Wijanarko rapat bersama Badan Geologi sebagai tindak lanjut membahas hasil dari penyidikan geologi di Pulau serasan. Hasil penyelidikan itu, kata dia, akan menjadi referensi dalam perencanaan mitigasi bencana di Pulau Serasan yang akan merujuk pada penetapan wilayah zona merah.
"Juga akan menjadi bahan sosialisasi kepada masyarakat terkait relokasi zona merah” kata Boy Wijanarko.
Dia mengutarakan dari penyelidikan ini akan menjadi dasar bagi pemda dalam melakukan relokasi rumah dan penetapan daerah relokasi 147 rumah, satu sekolah SD, dan satu mushola, termasuk akan terus dilakukan pendataan rumah di wilayah rawan bencana sesuai dengan rekomendasi Badan Geologi.
Bencana longsor di Pulau Serasan, Natuna, tanggal 6 Maret 2023 telah mengakibatkan 50 korban jiwa, ribuan warga mengungsi, dan puluhan rumah rusak parah tertimbun tanah.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini, tim SAR gabungan masih melakukan pencarian terhadap sejumlah korban yang dinyatakan hilang.
Baca SelengkapnyaTim gabungan masih berjibaku di lapangan untuk mencari korban yang masih belum ditemukan hingga sore ini.
Baca SelengkapnyaDua Warga Toraja Utara Meninggal Tersapu Tanah Longsor, Satu Masih Hilang
Baca SelengkapnyaUpdate Banjir Bandang Sumbar: 67 Orang Meninggal, 20 Orang Hilang, 44 Luka-Luka
Baca SelengkapnyaBanjir dan Longsor Terjang Pesisir Selatan, 23 Korban Meninggal Dunia & 4 Orang Hilang
Baca SelengkapnyaTim SAR gabungan terus berjibaku menyingkirkan material tanah longsor untuk mencari 10 korban yang masih hilang.
Baca SelengkapnyaUntuk diketahui, 9 dari 19 Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat terdampak bencana akibat intensitas hujan tinggi mengguyur wilayah tersebut pada Kamis (7/3).
Baca SelengkapnyaBencana banjir dan longsor di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) diperkirakan menimbulkan kerugian hingga Rp157 miliar.
Baca SelengkapnyaBanjir tersebut akibat tingginya intensitas curah hujan di wilayah itu pada Sabtu (11/5) malam, sehingga membawa material bebatuan besar serta ranting kayu.
Baca SelengkapnyaLongsor itu terjadi di dua desa di Kabupaten Tana Toraja pada Sabtu (13/4) malam.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Makassar Mexianus Bekabel mengatakan tim SAR gabungan kembali menemukan satu orang korban meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaWilayah Sumedang sebelumnya mengalami gempabumi sebanyak dua kali. Yaitu tanggal 14 Agustus 1955 dan 19 Desember 1972.
Baca Selengkapnya