Ini pembelaan Mabes Polri soal tewasnya Siyono di tangan Densus
Merdeka.com - Kasus kematian Siyono, warga Klaten Jawa Tengah usai ditangkap Densus 88 hingga kini masih menjadi polemik. Densus dituding melanggar SOP sehingga mengakibatkan suami Suratmi itu meregang nyawa. Berbagai kecaman pun muncul kepada detasemen anti teror itu.
Bahkan Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM Busyro Muqaddas mencurigai adanya upaya kriminalisasi Islam sebagai agama, ajaran dan sistem nilai. Hal tersebut tampak dari pola-pola pemberantasan terorisme yang mirip dengan cara orde baru menghilangkan orang.
"Dulu yang dikorbankan itu rakyat, sekarang sama juga rakyat, dihilangkan nyawanya, tapi lebih spesifik lagi sekarang kriminalisasi Islam. Ada pelibatan simbol Islam yang digunakan polisi. Islam sebagai agama, ajaran dan sistem nilai dikriminalisasi, sekarang umatnya juga," kata Busyro pada wartawan di kantor PP Muhammadiyah, Rabu (30/3) lalu.
-
Kenapa Densus 88 menangkap terduga teroris? 'Kita tidak ingin persoalan di medsos yang dipicu oleh orang-orang seperti itu memberikan kegaduhan di dunia maya yang tidak hanya didalam negeri tapi bisa di luar negeri karena tokoh sekelas atau figur sekelas seperti Paus keramaian di medsos akan mengganggu kegiatan,' ucap dia
-
Bagaimana Densus 88 mengantisipasi ancaman teroris? 'Kita akan lanjutkan penyelidikan dan penyidikan untuk menjawab salah satunya pertanyaan seperti tadi,' ucap dia.
-
Siapa yang diduga dikuntit Densus 88? Adapun dugaan Jampidsus diduga dikuntit oknum Densus 88 saat makan di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.
-
Apa yang ditemukan Densus 88 saat penangkapan terduga teroris? 'Kita temukan barang barang yang terkait propaganda saja seperti penggunaan logo logo, foto-foto, kemudian kata-kata. Logo ISIS misalnya, logo-logo yang merujuk pada tanda tertentu yang biasa digunakan kelompok teror, salah satu misalnya bendera bendera itu ya,' kata dia di GBK, Jumat (6/9).
-
Siapa yang ditangkap Densus 88? Aswin mengatakan, Densus 88 Antiteror akan menggali lebih jauh keterangan dari para pelaku, termasuk mencari barang-barang lain yang berhubungan dengan aksi teror.
-
Siapa yang terlibat dalam penyebaran Islam? Salah satu tokoh terkenal dari Kesultanan Demak adalah Sunan Kalijaga.
Dalam kasus Siyono yang didampinginya, Polri juga tampak tidak memiliki nalar tidak sehat. Setelah membunuh Siyono, Polisi lantas memberikan uang dua gepok untuk membungkam Suratmi.
"Sudah dibunuh, lalu memberikan uang supaya tidak menuntut. Suami dibunuh, istrinya dibungkam, lihat dada suaminya setelah tewas pun tidak boleh," terangnya.
Namun Polisi pun membantah telah melanggar prosedur terkait tewasnya Siyono. Berikut bantahan-batahan polisi terkait tewasnya Siyono:
Polisi geram dituding langgar HAM kasus tewasnya Siyono
Sejumlah pihak menuding Polri telah melakukan pelanggaran HAM atas meninggalnya Siyono. Dia tewas setelah berduel dengan anggota Densus 88 di sebuah mobil.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan geram merasa geram lantaran polisi kerap disudutkan dan disalahkan. Apa lagi, Siyono jelas-jelas terbukti sebagai petinggi di kelompok teroris tersebut.
"Silakan saja seandainya itu memang mau dikatakan melanggar HAM atau lainnya, silakan saja," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/3).
"Tapi kenapa ketika banyak TNI dan Polri jadi korban tidak ada satu orang juga mengatakan melanggar HAM. Justru ketika orang yang jelas-jelas bisa kita buktikan berdasarkan saksi, berdasarkan bukti bahwa dia adalah seorang petinggi teroris dikatakan melanggar HAM dari situ saja Polri sudah disudutkan," keluh dia.
Anton khawatir jika masyarakat terus menyudutkan Polri, tidak menutup kemungkinan hal itu akan mempengaruhi mental anggotanya di lapangan. Jenderal bintang dua ini berharap, masyarakat bisa lebih jernih.
"Apa bila terus begini akan melemahkan mental anggota di lapangan, kita katanya tidak takut teroris tetapi jangan sampai ada satu grand design untuk menyudutkan Polri karena karena memang mereka ahli dalam publikasi dan provokasi dari golongan teroris," ujarnya.
Anton kembali mengingatkan kepada pihak-pihak yang menyudutkan Polri bahwa Siyono merupakan salah satu pejabat di kelompok teroris. Anton dengan tegas mengatakan, jika pernyataannya terkait jabatan Siyono sebagai petinggi teroris di Neo JI bisa dipertanggungjawabkan.
"Itu yang ingin saya ingatkan dan saya pertanggungjawabkan berdasarkan hukum bahwa SY adalah panglima dan kita buktikan dari skema Neo JI (JI baru)," pungkas Anton.
Polisi ngaku tak sengaja bunuh Siyono
Siyono (SY) disebut oleh Mabes Polri sebagai panglima sekaligus komandan rekrutmen kelompok teroris Neo Jamaah Islamiyah (JI). Siyono tewas setelah berduel dengan anggota Densus 88. Banyak pihak menuding polisi sengaja membunuh Siyono.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan membantah jika pihaknya sengaja membunuh Siyono. Mengingat, sejumlah informasi penting yang seharusnya didapat dari Siyono hilang karena kematian tersebut.
"Masalah SY bagi Polri sangat disayangkan karena dengan hilangnya SY ini kita kehilangan informasi. SY saksi kunci, dia juga belum sempat memberikan keterangan di mana senjata itu ada," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/3) lalu.
"Seandainya ini disengaja saya kira seluruh polisi di dunia akan menertawakan kita. Seandainya saksi kunci diperlukan kenapa dihilangkan," timpalnya.
Anton mengatakan semula Siyono tidak mau menyebut tempat persembunyian senjata milik Neo JI. Namun, akhirnya Siyono bersedia menunjukkan lokasi itu dengan catatan hanya dua polisi yang diperbolehkan ikut mengawal.
Di tengah perjalanan, Siyono yang dikawal oleh dua anggota Densus 88 meminta kain yang menutup matanya dilepas. Alasannya, dia tidak bisa melihat lokasi tempat senjata itu disembunyikan.
"Ini sudah di daerah Prambanan nih kemana, kan dia (SY) ditutup matanya. Pak bagaimana mungkin saya ditutup dan bisa menunjukkan, akhirnya dibuka. Setelah dibuka pak nanti saya enggak enak nunjukkin di mana dengan begini (tangan diborgol) akhirnya dibuka borgolnya," ujar Anton.
Saat borgol itu dibuka, Siyono langsung memukul dua anggota Densus 88 yang mengawalnya. Bahkan, Siyono berniat mengambil senjata milik anggota tapi gagal. Setelah terjadi perkelahian yang sengit, Siyono akhirnya tersungkur usai kepalanya dibenturkan anggota Densus 88 ke sebuah besi bagian mobil.
"Anggota juga bonyok di sininya ada baret-baret. Dia mau merebut senjata, bagaimana kejadiannya seandainya anggota jadi mayat karena membunuh bukan hal sulit bagi SY," pungkas Anton.
Mabes Polri sebut tak ada pelanggaran SOP dalam kasus tewasnya Siyono
Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri Komjen Dwi Priyatno mengatakan pihaknya belum menemukan adanya indikasi penganiayaan kepada terduga teroris Siyono tewas saat ditangkap Tim Densus 88 Antiteror di Klaten, Jawa Tengah. Siyono diduga dianiaya Densus di dalam mobil dengan cara kepalanya dihantamkan ke bagian besi mobil.
"Prinsipnya untuk saat ini sampai tahap pemeriksaan kita belum menemukan penyimpangan kita dari profesi dan pengamanan (Propam) dan Irwasum yang turut melaksanakan riksus," ucapnya di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (1/4).
"SOP-nya juga sudah diterapkan karena yang kita hadapi teroris kalo melawan petugas tentu kalo seimbang juga bisa dikatakan overmach polisi bisa melakukan tindakan seimbang dalam KUHP Pasal 49," tambahnya.
Polisi beri dua gepok uang santunan pada istri Siyono
Saat dipanggil ke Jakarta, istri Siyono, Suratmi diberi uang dua gepok oleh polisi. Namun Suratmi tidak mau membuka gepokan uang yang tebalnya 10 Cm lebih itu.
Saat itu, Suratmi diwanti-wanti supaya tidak membawa kasus itu ke ranah hukum Namun, uang yang diberikan oleh polisi pun diberikan kepada pihak Muhammadiyah. Pihak Polisi pun menerima keputusan istri Siyono untuk mengembalikan uang tersebut.
"Itu kan haknya dari keluarga korban kita secara manusiawi sering melakukan seperti itu bukan, ucap Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri Komjen Dwi Priyatno di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/4).
Kemudian, Dwi menepis bahwa uang yang diberikan kepada Suratmi bukanlah uang sogokan namun uang sosial. "Seperti korban waktu kita membantu saya rasa fungsi sosial ada kita lihat korban-korban di Thamrin dll tidak perlu dipersoalkan," bebernya.
Lalu, dirinya pun tidak mau berkomentar soal uang tersebut apakah sudah dianggarkan dari pihak kepolisian. "Bukan soal dianggarkan kan kita untuk rasa sosial orang korban Thamrin itu dari rasa sosial," tandasnya.
Â
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto buka suara mengenai Pasmpampres Praka Riswandi Manik dan 2 anggota TNI yang menculik dan menyiksa pemuda Aceh Imam Masykur.
Baca SelengkapnyaKasus ini sudah terungkap dan enam orang sudah jadi tersangka.
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan, tidak akan menutupi kasus tiga tersangka Anggota TNI pembunuh pemuda asal Aceh Imam Masykur.
Baca SelengkapnyaSaat mengucapkan sumpah, ibunda mendiang Imam Masykur, Fauziah berdiri di antara anggota TNI.
Baca SelengkapnyaSusno Duadji secara gamblang bicara dugaan kejanggalan polisi dalam kasus kematian Vina Cirebon.
Baca SelengkapnyaJulius juga menyampaikan ketiga prajurit TNI termasuk satu anggota Paspampres Praka RM dipastikan akan dipecat dari kesatuannya.
Baca SelengkapnyaViral video merekam ibunda mendiang Imam Masykur, Fauziah yang disumpah di atas Alquran.
Baca SelengkapnyaBagaimana menurut hukum islam sumpah pocong yang dijalani Saka Tatal
Baca SelengkapnyaMahfud menyebut, kasus ini sudah direspons cepat oleh kepolisian.
Baca SelengkapnyaPaspampres dan dua anggota TNI mengaku sebagai anggota polisi saat menculik paksa Imam.
Baca SelengkapnyaPelaku harus ditindak tegas karena kasus tersebut telah mencederai institusi Korps Bhayangkara.
Baca SelengkapnyaPembunuhan ini mencoret nama TNI AD di masyarakat. Untuk itu pelaku harus ditindak berat.
Baca Selengkapnya